Moeldoko mengatakan peluang kerja sama itu tertuang dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Dalam salah satu pasal menyatakan antarnegara dapat menjalin kerja sama di wilayah ZEE.
"Kerja sama bisa, yang penting ada ikatan kerja sama. Bukan hanya dengan (Tiongkok), dengan siapapun," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat, 10 Januari 2020.
Sumber daya dan kekayaan alam yang berada di wilayah ZEE bisa dikerjasamakan dengan negara lain. Indonesia bisa mengelola kekayaan alam tersebut bersama negara lain dalam bentuk kerja sama.
"Tujuannya kira-kira yang bisa disegera dieksploitasi dari sumber daya yang ada di sana. Bisa dari sisi migasnya, bisa dari sisi perikanannya," ujar dia.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebelumnya juga mengatakan kapal dari negara lain bebas melintas di wilayah ZEE Indonesia. Kendati begitu, kata Prabowo, mereka harus mengantongi izin kerja sama dari Indonesia jika ingin mengeksploitasi ikan atau mineral di wilayah tersebut.
"Tapi kalau eksploitasi ikan atau mineral itu harus kerja sama, harus izin kita. Nah ini kan bisa diselesaikan kita bisa negosiasi dan sebagainya," ujar Prabowo.
Natuna kembali menjadi sorotan usai tensi hubungan diplomatik Indonesia dan Tiongkok beberapa hari terakhir memanas lantaran sejumlah kapal nelayan Tiongkok bertahan di Perairan Natuna. Kapal-kapal asing tersebut bersikukuh menangkap ikan yang berjarak sekitar 130 mil dari perairan Ranai, Natuna.
TNI telah mengerahkan delapan Kapal Republik Indonesia (KRI) berpatroli untuk pengamanan Perairan Natuna.
Berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, The United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982, perairan Natuna merupakan wilayah ZEE Indonesia. Tiongkok tidak memiliki hak apa pun atas perairan tersebut. Namun, Tiongkok secara sepihak mengklaim kawasan itu masuk ke wilayah mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News