Jakarta: Peran Letnan Kolonel (Letkol) Untung dalam peristiwa kelam Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia atau G30S/PKI cukup besar. Ia adalah pemimpin dalam sejarah tersebut.
Mandat tersebut bermula dari percakapan singkat antara Presiden Soekarno dengan Letkol Untung pada 4 Agustus 1965.
"Apa dirimu mau menerima perintah yang akan mencakup tindakan terhadap jenderal yang tidak loyal," tanya Soekarno dalam buku Untung, Cakrabirawa dan G30S (2011) karya Petrik Matanasi.
"Jika Bapak membiarkan kita menindak terhadap para jenderal, saya akan melaksanakan perintah apapun dari pemimpin besar," jawab Untung.
Percakapan itu disaksikan Brigadir Jenderal Saboer, Komandan Cakrabirawa. Untung kemudian mengangkat diri sebagai ketua Dewan Revolusi sekaligus memimpin Gerakan 30 September.
Presiden Soekarno menerima Batalyon 454 pada perayaan untuk veteran pembebasan Irian Barat di Istana Negara, 19 Januari 1963. Tampak Mayor Untung (kiri, Komandan Batalyon 454) dan Jenderal Soeharto. Foto: Wikipedia
Kudeta 30 September yang dipimpin Komandan Batalion Resimen Cakrabirawa, Letkol Untung, merenggut nyawa enam jenderal pimpinan AD dan seorang perwira pertama. Para jenderal itu difitnah sebagai orang yang tidak loyal terhadap Soekarno.
"Mereka diambil dari kediamannya masing masing dan dibunuh," kata M Fuad Nasar dalam buku Kegagalan Kudeta G30S/PKI Berdamai dengan Sejarah (2017).
Baca: Jatuh Bangun PKI Hingga Jadi Partai Besar di Pemilu 1955
Ketujuh korban ialah Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayjen Suprapto, Mayjen Harjono MT, Mayjen S Parman, Brigjen Sutojo Siswomihardjo, Brigjen DI Pandjaitan, dan Lettu Pierre Andreas Tendean. Pierre ialah ajudan Jenderal Abdul Haris (AH) Nasution, yang berhasil menyelamatkan diri dari sergapan maut.
Jasad ketujuh perwira itu dibuang ke dalam sumur tua di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Jenazah mereka ditemukan pada Minggu, 3 Oktober 1965 oleh satuan Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat (RPKAD).
Ketujuh korban yang diberi gelar Pahlawan Revolusi itu sudah tak bisa dikenali, kecuali dari pakaian yang dikenakan.
Penangkapan Letkol Untung
Pada 11 Oktober 1965, 10 hari setelah peristiwa G30S, Untung ditangkap saat melarikan diri ke arah Semarang, Jawa Tengah. Ia dikenali dua tentara yang sama-sama tengah menumpangi bus.
Kaget, Untung melompat keluar. Lantaran curiga, kedua tentara mengejar Untung hingga tertangkap warga di sekitar Asem Tiga,Kraton, Tegal.
Petrik Matanasi dalam buku Untung, Cakrabirawa, dan G30S (2011) menyebutkan saat tertangkap, Untung tidak mengaku bernama Untung. Anggota Armed yang menangkapnya tidak menyangka orang yang ditangkap ialah mantan pemegang komando operasional G30S.
Setelah menjalani pemeriksaan di Markas CPM Tegal, barulah diketahui pria itu bernama Untung. Ia pun menjalani sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) atas keterlibatan dalam peristiwa berdarah G30S/PKI.
Letkol Untung dalam Mahmilub atas keterlibatannya dalam G30S. Foto: Wikipedia
Berdasarkan pengakuan Letkol Untung di pengadilan, jumlah pasukan Cakrabirawa yang terlibat dalam G30S tidak lebih dari satu kompi. Untung mengaku ada 60 orang yang terlibat adalah bawahannya dalam Batalyon I Kawal Kehormatan Cakrabirawa.
Dalam sidang Mahmilub, Untung menolak tuduhan Oditur Militer bahwa dirinya menjalankan G30S untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Namun, dia mengaku bersalah dengan menggerakkan orang lain terlibat dalam pembunuhan terencana, seperti yang terjadi di Lubang Buaya.
Untung dijatuhi hukuman mati di Cimahi, Jawa Barat, pada 1966 setelah grasinya ditolak.
Menurut Petrik, Untung seorang nasionalis sekaligus komunis. Apa yang dilakukan Untung sebenarnya bukan karena dirinya komunis, melainkan hanya memposisikan diri sebagai pembela Bapak Nasionalis Indonesia yang akan digulingkan, yakni Soekarno.
Jakarta: Peran Letnan Kolonel (Letkol) Untung dalam peristiwa kelam Gerakan 30 September/
Partai Komunis Indonesia atau
G30S/PKI cukup besar. Ia adalah pemimpin dalam
sejarah tersebut.
Mandat tersebut bermula dari percakapan singkat antara Presiden Soekarno dengan Letkol Untung pada 4 Agustus 1965.
"Apa dirimu mau menerima perintah yang akan mencakup tindakan terhadap jenderal yang tidak loyal," tanya Soekarno dalam buku
Untung, Cakrabirawa dan G30S (2011) karya Petrik Matanasi.
"Jika Bapak membiarkan kita menindak terhadap para jenderal, saya akan melaksanakan perintah apapun dari pemimpin besar," jawab Untung.
Percakapan itu disaksikan Brigadir Jenderal Saboer, Komandan Cakrabirawa. Untung kemudian mengangkat diri sebagai ketua Dewan Revolusi sekaligus memimpin Gerakan 30 September.
Presiden Soekarno menerima Batalyon 454 pada perayaan untuk veteran pembebasan Irian Barat di Istana Negara, 19 Januari 1963. Tampak Mayor Untung (kiri, Komandan Batalyon 454) dan Jenderal Soeharto. Foto: Wikipedia
Kudeta 30 September yang dipimpin Komandan Batalion Resimen Cakrabirawa, Letkol Untung, merenggut nyawa enam jenderal pimpinan AD dan seorang perwira pertama. Para jenderal itu difitnah sebagai orang yang tidak loyal terhadap Soekarno.
"Mereka diambil dari kediamannya masing masing dan dibunuh," kata M Fuad Nasar dalam buku
Kegagalan Kudeta G30S/PKI Berdamai dengan Sejarah (2017).
Baca:
Jatuh Bangun PKI Hingga Jadi Partai Besar di Pemilu 1955
Ketujuh korban ialah Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayjen Suprapto, Mayjen Harjono MT, Mayjen S Parman, Brigjen Sutojo Siswomihardjo, Brigjen DI Pandjaitan, dan Lettu Pierre Andreas Tendean. Pierre ialah ajudan Jenderal Abdul Haris (AH) Nasution, yang berhasil menyelamatkan diri dari sergapan maut.
Jasad ketujuh perwira itu dibuang ke dalam sumur tua di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Jenazah mereka ditemukan pada Minggu, 3 Oktober 1965 oleh satuan Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat (RPKAD).
Ketujuh korban yang diberi gelar Pahlawan Revolusi itu sudah tak bisa dikenali, kecuali dari pakaian yang dikenakan.