Warga etnis Uighur di Xinjiang, Tiongkok ditengarai kerap mengalami diskriminasi. Foto: AFP
Warga etnis Uighur di Xinjiang, Tiongkok ditengarai kerap mengalami diskriminasi. Foto: AFP

Sikap NU dan Muhammadiyah Soal Uighur Dinilai Tepat

Fachri Audhia Hafiez • 17 Desember 2019 11:18
Batam: Anggota Komisi I DPR Willy Aditya mengecam pemberitaan media asal Amerika Serikat, Wall Street Journal (WSJ), tentang muslim Uighur di Xinjiang, Tiongkok. WSJ menyebut Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bersikap diam atas tragedi itu. 
 
"Kedua ormas terbesar itu justru menunjukkan kelasnya sebagai aktor menjaga perdamaian dunia. Mereka sangat berhati-hati bersikap dan mengesampingkan tendensi dan kepentingan pragmatis,” kata Willy di Batam, Kepulauan Riau, Selasa, 17 Desember 2019.
 
Willy menuturkan Indonesia mesti jadi bagian dari solusi penyelesaian masalah Uighur. Seperti halnya kasus Rohingya, Indonesia perlu mencari cara agar Tiongkok semakin terbuka pada hal-hal yang dituduhkan dalam kasus Uighur. 

“Tapi kita tidak bisa gagah-gagahan dalam menyikapi Uighur di China ini. Mendukung maupun mengecam hanya akan menjebak Indonesia dalam polarisasi yang justru memperkeruh suasana,” ujar Willy.
 
Politikus NasDem itu mengatakan kasus Uighur mesti dilihat dari banyak sudut pandang. Salah satunya konteks sejarah. Dialektika perang dagang antara AS dan Tiongkok juga tidak bisa dinafikan. 
 
Belum lagi ancaman terorisme yang membayangi hubungan antara Beijing dan negara bagian Tiongkok di wilayah barat. “Jadi bukan cuma konteks keagamaan saja yang terjadi,” ucap Willy.
 
Willy melanjutkan keluarnya Undang-Undang (UU) Kebijakan HAM terkait etnis Uighur atau Uighur Human Rights Policy Act of 2019 oleh Kongres Amerika pada 3 Desember 2019 juga tidak berdiri sendiri. UU tersebut tidak bisa dilepaskan dari situasi ekonomi politik yang menyertai dua negara.
 
Dia menilai Tiongkok tidak pernah menjadikan kondisi Hak Asasi Manusia (HAM) dalam negeri sebagai pertimbangan tujuan kerja sama. Apalagi, sebagai cara menundukkan negara tertentu membangun kesepakatan bisnis. 
 
Willy menyebut hal ini berbeda dengan Amerika yang dalam beberapa kasus persaingan bisnis bisa bermanuver dengan isu HAM. Dia menuturkan dalam UU Uighur, Amerika memberi legitimasi dan dorongan besar bagi media massa membuat laporan-laporan terkait kasus tersebut.
 
“Kepentingan Indonesia terhadap Uighur berbeda dengan kepentingan Amerika dan negara sekutunya. Kepentingan kita adalah menjaga perdamaian dunia, UUD 1945 tegas mengamanatkan hal itu,” tegas dia. 
 
Dia menegaskan sikap Indonesia pada kasus Uighur tidak boleh didasarkan pada sentimen yang justru dapat merugikan semua pihak. Willy mengingatkan membela HAM warga Uighur mesti dilandaskan pada prinsip kemanusiaan. 
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan