Jakarta: Langkah pemerintah menyediakan anggaran untuk menangani dan mengendalikan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak disambut baik. Sebab, penanganan yang lamban terhadap wabah diyakini bakal berdampak buruk.
"Kalau bicara wabah, pada hewan dan manusia, apalagi pendekatan one health di mana menyeimbangkan pelaksanaan, monitoring, pengendalian dan wabah di manusia atau hewan dan masalah kesehatan lingkungan mestinya harus cepat direspons. Dengan literasi yang masih minim dan deteksi minim, ini berisiko besar, ini cepat menular," kata ahli epidemiologi Griffith University Australia Dicky Budiman kepada wartawan, Jakarta, Kamis, 30 Juni 2022.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menegaskan pemerintah terus berupaya mengendalikan wabah PMK. Salah satunya menyiapkan tiga juta dosis vaksin untuk hewan ternak.
Termasuk, obat PMK, pemberian vitamin, dan menyiapkan dana cadangan untuk kompensasi pemusnahan ternak. Pemerintah bahkan membentuk Satgas Penanganan PMK di Tingkat Nasional melalui Keputusan Menko Perekonomian selaku Ketua Komite PC-PEN, yaitu Keputusan Nomor 2 Tahun 2022.
Menurut dia, harus ada sinergi kuat antarpemangku kepentingan untuk merealisasikan upaya tersebut. Apalagi, umat islam akan merayakan Hari Raya Iduladha 1443 H/2022 M sehingga permintaan hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba akan meningkat tajam.
“Jelang iduladha harus ada sinergi yang kuat dan optimal dari dinas kesehatan hewan dan departemen agama, selain sesuai ketentuan dari agama yang memang harus sehat juga dijamin ketersediaan pasokan dari kombinasi kesehatan, bukan hanya memastikan tidak akan penyakit mulut kuku juga penyakit lain. Peternak juga harus sehat," kata Dicky.
Dia mengingatkan momen wabah PMK hendaknya menjadi pembelajaran bagi pemerintah tentang kesehatan hewan dan juga lingkungan. Dicky menyoroti keberadaan pasar basah yang rawan menjadi sumber penyakit atau tempat lompatan virus.
"Momen seperti wabah PMK harus menjadi momen untuk memperbaiki penataan masalah kesehatan hewan khususnya konsumsi hewan ternak, gimana di pasar dijajakan. Kalau hanya dianggap dan berlalu, ini kita menunggu waktu saja lompatan virus. Kita jadi negara yang berkontribusi terjadinya pandemi," tegas Dicky.
Vaksinasi bibit
Sementara itu, Dosen Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis di Institut Pertanian Bogor (IPB), Denny Widaya Lukman, mengatakan efektivitas vaksin akan terasa jika diberikan pada bibit.
“Yang divaksin justru hewan yang sehat dan belum mau dipotong untuk iduladha, misalnya untuk bibit bibit dan sapi perah. Karena setelah melewati satu kali vaksinasi, kekebalan baru tumbuh 14 hari setelahnya.” kata Denny.
Dia menjelaskan dalam istilah kesehatan hewan ada ring vaksinasi di mana hewan di sekeliling daerah wabah diberi vaksinasi. Denny meminta peternak mengawasi ketat hewan kurbannya. Jika dipastikan sehat, kata dia, maka hewan kurban tidak perlu divaksin.
Di sisi lain, dia mengkritisi langkah pemerintah yang mengimpor tiga juta vaksin hewan. Padahal. Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) di Surabaya siap memproduksi vaksin PMK.
"Di Indonesia sekarang memproduksi vaksin yang ada, karena dia menggunakan virus yang ada di indonesia, vaksin yang impor belum tentu cocok,” kata Denny.
Kendati begitu, dia menyadari situasi darurat PMK di Tanah Air. Pemerintah diyakini mencari cara yang paling cepat untuk mencegah peluasan dan penyebaran.
Hal senada disampaikan Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Tri Yunis Miko Wahyono. Dia menilai pembatasan lalu lintas hewan ternak harus dimaksimalkan untuk mencegah penyebaran PMK.
Menurut dia, hal itu bisa dilakukan dengan peran pos pemeriksaan hewan Dinas Peternakan. Apalagi, menjelang perayaan hari raya iduladha.
"Di setiap kecamatan pada mobilitas hewan akan melalui unit terkecil pada Departemen Pertanian. Di pos kesehatan hewan itu harus benar-benar lewat. Kalau iduladha semuanya juga harus lewat. Menurut saya dengan PMK ini harus diwajibkan," ujarnya.
Selain itu, para pedagang hewan harus diberikan pemahaman dan edukasi terkait penyakit tersebut. Para pedagang bisa diberikan sertifikat terkait dengan kemampuan identifikasi PMK.
Tri menilai langkah vaksinasi hewan tidak akan berjalan efektif. Dia menilai jumlah 3 juta vaksin tidak memadai untuk menghambat penyebaran PMK.
"Pemerintah lambat sekali. Jumlah vaksinnya juga kurang," kata dia.
Menurut dia, jumlah vaksin itu hanya akan mencakup 2-3 kabupaten, jika melihat kasus di Jawa Timur sudah mencapai 900 ribu. Upaya pencegahan harusnya dilakukan ketika PMK baru muncul.
"Kalau mau antisipasi harusnya dari dulu-dulu sewaktu 3 provinsi," kata dia.
Tri mengatakan pemerintah harus rela mengeluarkan biaya lebih banyak jika penanganan dan pencegahan baru dilakukan sekarang. Dia mengistilahkan dengan memadamkan kebakaran dengan guyuran dua ember air.
"Pemerintah harus siap dengan membayar mahal semuanya sekarang," tegas dia.
Jakarta: Langkah pemerintah menyediakan anggaran untuk menangani dan mengendalikan wabah
penyakit mulut dan kuku (PMK) pada
hewan ternak disambut baik. Sebab, penanganan yang lamban terhadap wabah diyakini bakal berdampak buruk.
"Kalau bicara wabah, pada hewan dan manusia, apalagi pendekatan one health di mana menyeimbangkan pelaksanaan, monitoring, pengendalian dan wabah di manusia atau hewan dan masalah kesehatan lingkungan mestinya harus cepat direspons. Dengan literasi yang masih minim dan deteksi minim, ini berisiko besar, ini cepat menular," kata ahli epidemiologi Griffith University Australia Dicky Budiman kepada wartawan, Jakarta, Kamis, 30 Juni 2022.
Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian
Airlangga Hartarto sebelumnya menegaskan pemerintah terus berupaya mengendalikan wabah PMK. Salah satunya menyiapkan tiga juta dosis vaksin untuk hewan ternak.
Termasuk, obat PMK, pemberian vitamin, dan menyiapkan dana cadangan untuk kompensasi pemusnahan ternak. Pemerintah bahkan membentuk Satgas Penanganan PMK di Tingkat Nasional melalui Keputusan Menko Perekonomian selaku Ketua Komite PC-PEN, yaitu Keputusan Nomor 2 Tahun 2022.
Menurut dia, harus ada sinergi kuat antarpemangku kepentingan untuk merealisasikan upaya tersebut. Apalagi, umat islam akan merayakan Hari Raya Iduladha 1443 H/2022 M sehingga permintaan hewan ternak seperti sapi, kambing, dan domba akan meningkat tajam.
“Jelang iduladha harus ada sinergi yang kuat dan optimal dari dinas kesehatan hewan dan departemen agama, selain sesuai ketentuan dari agama yang memang harus sehat juga dijamin ketersediaan pasokan dari kombinasi kesehatan, bukan hanya memastikan tidak akan penyakit mulut kuku juga penyakit lain. Peternak juga harus sehat," kata Dicky.
Dia mengingatkan momen wabah PMK hendaknya menjadi pembelajaran bagi pemerintah tentang kesehatan hewan dan juga lingkungan. Dicky menyoroti keberadaan pasar basah yang rawan menjadi sumber penyakit atau tempat lompatan virus.
"Momen seperti wabah PMK harus menjadi momen untuk memperbaiki penataan masalah kesehatan hewan khususnya konsumsi hewan ternak, gimana di pasar dijajakan. Kalau hanya dianggap dan berlalu, ini kita menunggu waktu saja lompatan virus. Kita jadi negara yang berkontribusi terjadinya pandemi," tegas Dicky.