Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Judhariksawan
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Judhariksawan

Skema Single Mux Dinilai tak Sesuai Demokrasi

M Sholahadhin Azhar • 19 Oktober 2017 16:57
medcom.id, Jakarta: Isu penerapan single mux atau pengaturan wewenang penyiaran di satu pihak dalam RUU Penyiaran ditentang banyak kalangan. Salah satunya lantaran skema itu dinilai tak sesuai demokrasi. 
 
"Kalau kemudian penyiaran ini hendak dikendalikan lagi oleh negara, ini akan menjadi pertanyaan. Konsep demokrasi yang kita usung dan konsep demokratisasi penyiaran ini bagaimana," kata Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Judhariksawan di Pulo Gadung, Kamis 19 Oktober 2017.
 
Judha menuturkan, sejak 1999, rezim berganti menjadi lebih demokratis dan termuat dalam konstituen. Lalu, dalam perkembangannya aturan mengenai penyiaran yang lebih demokratis dituang dalam Undang-undang Tahun 32 Tahun 2002. Namun, regulasi itu terancam oleh Judicial Review ke Mahkamah Agung (MA).

Padahal, Judha menilai regulasi itu bermanfaat untuk memberi kebebasan pada masyarakat. Supaya pemerintah tidak terlalu jauh mengintervensi penyiaran. 
 
"Karena di sana ada human rights, kebebasan berekspresi dan kebebasan pers. Itu kan ke sana konsepnya," kata eks anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) itu. 

(Baca juga: Indonesia Perlu Belajar dari Kegagalan Single Mux di Malaysia)


Ia mengaku, pernah meminta Dewan Perwakilan Raykat (DPR) untuk memerhatikan matang-matang, makna demokrasi di Undang-undang Penyiaran tahun 2002 itu. Karena, selain menciderai demokrasi, single mux berdampak buruk bagi televisi-televisi yang sudah ada. 
 
Sejumlah televisi swasta mengucurkan triliunan rupiah untuk membangun infrastruktur. Terlebih apa yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun ini bukan tanpa dasar, mereka mematuhi regulasi yang disusun pemerintah. 
 
Melalui aturan itu, penyelenggara siaran televisi swasta diberi hak menggunakan frekuensi selama 10 tahun. Lalu, menjadi komersil untuk menanggung biaya pengelolaan frekuensi siaran itu.
 
"Sehingga kalau  ini diubah lagi tatanannya kerugian-kerugian yang timbul ini menjadi persoalan, infrastruktur yang sudah ada, sumber daya manusianya," kata Judha.
 
(Baca juga: Daftar Kerugian Penerapan Single Mux Operator di Industri Penyiaran)
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan