Jakarta: Sejumlah lokasi di Nusa Tenggara Timur (NTT) terdampak Siklon Tropis Surigae, salah satunya Kabupaten Sumba Timur (Pulau Sumba). Lokasi terdampak berada pada cekungan dataran banjir yang dikelilingi pegunungan dan perbukitan.
Koordinatir Informasi Geospasial Tematik Bidang Kebencanaan Badan Informasi Geospasial (BIG), Ferrari Pinem, mengatakan dataran banjir ini terbentuk pada lembah di antara pegunungan berbatuan vulkanik di sebelah utara dan perbukitan berbatuan sedimen di sebelah selatannya. Material yang terendapkan pada lembah ini berasal dari proses pengikisan material lereng pegunungan di sekelilingnya.
Proses sedimentasi mengendapkan material alluvium, lempung, serta berbagai batuan endapan kipas yang berasal dari lereng kaki bukit. Pegunungan vulkanik di sebelah utara wilayah terdampak memiliki material dari Gunung Silo (GSO) dengan batuan berupa andesit, basalt, diorite, dan abbro.
Secara visual, kata dia, pegunungan ini sudah mengalami proses torehan atau pengikisan yang intensif. Hal ini terlihat dari banyaknya daerah aliran sungai (DAS) kecil yang terbentuk di lereng sebelah selatan yang langsung menghadap lembah.
Material pegunungan ini terkikis dan terendapkan secara gravitasional di lereng kaki dan lembah yang ada di bawahnya. Beberapa outlet DAS bertemu di kaki lereng dan masuk ke area lembah. Pertemuan outlet beberapa DAS menjadi area yang rawan terkena akumulasi limpasan air jika hujan turun secara merata di seluruh area lereng pegunungan.
“Jika intensitas hujan yang turun sangat tinggi (ekstrem) maka area-area pertemuan outlet DAS menjadi area yang rawan terkena imbas limpasan air yang berpotensi terjadinya banjir dan banjir bandang. Hal inilah yang kemungkinan terjadi pada daerah terdampak di Kab. Sumba Timur,” kata Ferarri melalui keterangan tertulis, Jakarta, Sabtu, 17 April 2021.
Lokasi terdampak lainnya, yakni Pulau Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur. Lokasi ini berupa lembah-lembah sungai sempit dengan tebing sungai yang tinggi.
Ferrari menyebut lembah sungai terbentuk dari batuan lava yang sudah melapuk dan tererosi sangat kuat. Lembah-lembah sungai tersebut memiliki hulu pada sungai-sungai yang terbentuk dari proses erosi pegunungan di atasnya.
Beberapa lembah sungai yang terbentuk merupakan pertemuan dari beberapa sungai dalam satu DAS. Bahkan dengan kondisi lembah sungai yang sempit dan tebing dinding sungai yang tinggi, kata dia, batuan andesit dan basalt yang tererosi dari lereng pegunungan akan mengalir dan terkonsentrasi pada lembah sungai jika terjadi curah hujan ekstrem.
“Kondisi ini sangat berbahaya jika pada lembah sungai tersebut terdapat permukiman atau aktivitas manusia yang bernilai ekonomi,” kata Ferrari.
Baca: Intensitas Siklon Tropis Surigae Meningkat, 9 Provinsi Ini Mesti Waspada
Kemudian, Adonara Barat juga terdampak Siklon Tropis Surigae. Lokasi ini berupa kipas alluvial yang terbentuk di kaki lereng pegunungan.
Ferrari menyatakan kipas alluvial terbentuk pada wilayah peralihan dasar sungai yang curam ke dasar sungai yang datar. Adanya perubahan dasar sungai yang curam ke dasar sungai yang datar, akan terjadi proses pengendapan terhadap beban sedimen yang cukup banyak, dan selanjutnya akan mengakibatkan terbentuknya kipas alluvial.
Ferrari menjelaskan wilayah terdampak berada pada kaki lereng sistem lahan Gunung Beliling (GBG). Lokasi ini mengalami proses torehan intensif pada bagian hulu yang mengakibatkan wilayah kipas alluvial dibagian hilir mendapatkan material sedimen yang cukup banyak.
Dia menyebut wilayah ini berpotensi terkena material hasil pengikisan jika terjadi curah hujan merata dan ekstrem. Wilayah kipas alluvial berbahaya bagi bangunan dan aktifitas manusia.
Lokasi terdampak lain, yaitu Ile Boleng, Kabupaten Flores. Lokasi berupa kipas alluvial di kaki lereng gunung api. Sistem lahan di lokasi tersebut adalah Norabeleng (NBG), yaitu moderately sloping volcanic alluvial fans in dry areas.
Baca: Tetap Harus Diwaspadai, Siklon Tropis Surigae Menjauhi Indonesia
Lokasi ini berada tepat pada tekuk lereng gunung api Ile Boleng yang merupakan gunung api muda dengan material endapan lepas-lepas. Lokasi yang berada pada tekuk lereng mengakibatkan bertemunya beberapa alur sungai.
Pertemuan alur sungai yang memiliki hulu di kerucut gunung api sangat berpotensi terjadinya banjir lahar apabila di wilayah puncak terjadi hujan dengan intensitas tinggi hingga ekstrem. Hal ini karena lereng atas gunung api adalah area yang memiliki bahan material endapan unconsolidated atau lepas.
Ferrari mengatakan endapan material lepas dari hasil aktivitas proses gunung api tersebut akan sangat mudah jatuh atau terbawa aliran air yang deras. Aliran air dapat berperan sebagai tenaga pengikis yang melepaskan ikatan antarmaterial. Sehingga, material lepas tersebut akan meluncur mengikuti alur yang tersedia (transport zone).
Alur sungai yang membawa material lepas dari lereng atas berpotensi mengakibatkan terjadinya aliran rombakan atau debris yang akan terendapkan pada wilayah bawah (deposition zone). Dengan tingkat kecuraman 26 - 40 % (curam hingga sangat curam) aliran rombakan yang terjadi bisa sangat cepat dan menyapu daerah yang ada di bawahnya.
“Tentunya akan sangat berisiko apabila daerah yang berada dijalur aliran rombakan atau debris ini berdiri bangunan dan aktifitas manusia, yang tentunya akan berdampak terhadap kerusakan yang terjadi,” kata Ferrari.
Lokasi terdampak terakhir, yaitu Ile Ape, Kabupaten Lembata. Ferrari mengungkapkan kondisi geomorfologi wilayah terdampak Ile Ape tidak jauh berbeda dengan wilayah terdampak di Ile Boleng. Sehingga, proses aliran rombakan juga mendominasi wilayah ini ketika terjadi siklon seroja saat itu.
Lokasi di Ile Ape berupa gently sloping volcanic alluvial fans in arid areas yang merupakan sistem lahan Wai Pukang (WPK). Berada pada kaki lereng gunung api Ile Ape yang berupa sistem lahan young stratovolcanoes on intermediate atau basic volcanics in dry areas, menjadikan kipas alluvial ini rawan terhadap aliran rombakan atau debris flow.
Lokasi yang rawan longsor atau bandang adalah lokasi pada tekuk lereng yang berhubungan secara langsung dengan alur sungai yang berhulu pada lereng atas gunung pai. Gunung api Ile Ape adalah gunung api strato yang masih aktif. Endapan lepas banyak terendapkan di lereng atas.
“Jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi di lereng atas, maka material vulkan yang lepas-lepas berpotensi turun melewati alur sungai dan menumbuk area tekuk lereng di lereng kaki gunung api,” tegas Ferrari.
Jakarta: Sejumlah lokasi di Nusa Tenggara Timur (NTT) terdampak
Siklon Tropis Surigae, salah satunya Kabupaten Sumba Timur (Pulau Sumba). Lokasi terdampak berada pada cekungan dataran banjir yang dikelilingi pegunungan dan perbukitan.
Koordinatir Informasi Geospasial Tematik Bidang Kebencanaan Badan Informasi Geospasial (BIG), Ferrari Pinem, mengatakan dataran banjir ini terbentuk pada lembah di antara pegunungan berbatuan vulkanik di sebelah utara dan perbukitan berbatuan sedimen di sebelah selatannya. Material yang terendapkan pada lembah ini berasal dari proses pengikisan material lereng pegunungan di sekelilingnya.
Proses sedimentasi mengendapkan material alluvium, lempung, serta berbagai batuan endapan kipas yang berasal dari lereng kaki bukit. Pegunungan vulkanik di sebelah utara wilayah terdampak memiliki material dari Gunung Silo (GSO) dengan batuan berupa andesit, basalt, diorite, dan abbro.
Secara visual, kata dia, pegunungan ini sudah mengalami proses torehan atau pengikisan yang intensif. Hal ini terlihat dari banyaknya daerah aliran sungai (DAS) kecil yang terbentuk di lereng sebelah selatan yang langsung menghadap lembah.
Material pegunungan ini terkikis dan terendapkan secara gravitasional di lereng kaki dan lembah yang ada di bawahnya. Beberapa outlet DAS bertemu di kaki lereng dan masuk ke area lembah. Pertemuan
outlet beberapa DAS menjadi area yang rawan terkena akumulasi limpasan air jika hujan turun secara merata di seluruh area lereng pegunungan.
“Jika intensitas hujan yang turun sangat tinggi (
ekstrem) maka area-area pertemuan
outlet DAS menjadi area yang rawan terkena imbas limpasan air yang berpotensi terjadinya banjir dan banjir bandang. Hal inilah yang kemungkinan terjadi pada daerah terdampak di Kab. Sumba Timur,” kata Ferarri melalui keterangan tertulis, Jakarta, Sabtu, 17 April 2021.
Lokasi terdampak lainnya, yakni Pulau Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur. Lokasi ini berupa lembah-lembah sungai sempit dengan tebing sungai yang tinggi.
Ferrari menyebut lembah sungai terbentuk dari batuan lava yang sudah melapuk dan tererosi sangat kuat. Lembah-lembah sungai tersebut memiliki hulu pada sungai-sungai yang terbentuk dari proses erosi pegunungan di atasnya.
Beberapa lembah sungai yang terbentuk merupakan pertemuan dari beberapa sungai dalam satu DAS. Bahkan dengan kondisi lembah sungai yang sempit dan tebing dinding sungai yang tinggi, kata dia, batuan andesit dan basalt yang tererosi dari lereng pegunungan akan mengalir dan terkonsentrasi pada lembah sungai jika terjadi curah hujan ekstrem.
“Kondisi ini sangat berbahaya jika pada lembah sungai tersebut terdapat permukiman atau aktivitas manusia yang bernilai ekonomi,” kata Ferrari.
Baca:
Intensitas Siklon Tropis Surigae Meningkat, 9 Provinsi Ini Mesti Waspada
Kemudian, Adonara Barat juga terdampak Siklon Tropis Surigae. Lokasi ini berupa kipas alluvial yang terbentuk di kaki lereng pegunungan.
Ferrari menyatakan kipas alluvial terbentuk pada wilayah peralihan dasar sungai yang curam ke dasar sungai yang datar. Adanya perubahan dasar sungai yang curam ke dasar sungai yang datar, akan terjadi proses pengendapan terhadap beban sedimen yang cukup banyak, dan selanjutnya akan mengakibatkan terbentuknya kipas alluvial.
Ferrari menjelaskan wilayah terdampak berada pada kaki lereng sistem lahan Gunung Beliling (GBG). Lokasi ini mengalami proses torehan intensif pada bagian hulu yang mengakibatkan wilayah kipas alluvial dibagian hilir mendapatkan material sedimen yang cukup banyak.