Para Pahlawan dalam Perang Melawan Covid-19
Nur Azizah • 30 Desember 2020 18:17
Pernah ingin mundur karena pasien covid-19 tidak ada habis-habisnya.
Jakarta: Pikiran tersebut sempat terlintas di kepala Theresia Monica Rahardjo, salah satu tenaga kesehatan yang bertugas menangani pasien terinfeksi covid-19. Rasa ingin menyerah bukan sekali dua kali menghampiri ahli genetika dan biologi molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranta, Bandung, ini.
Bahkan, Theresia yang tak henti-henti berjibaku bersama tenaga medis lain merasa apa yang dilakukannya sia-sia. Bukannya kasus covid-19 menurun, jumlah pasien justru makin menggila.
Warga abai protokol kesehatan. Tak sedikit yang berpikir pandemi covid-19 ini sekadar konspirasi.
Dia merasa lelah saat melihat masyarakat berpikir dan berperilaku seakan dunia sedang baik-baik saja. Padahal, kenyataan di balik data pasien terkonfirmasi positif covid-19 yang diumumkan Satuan Tugas Penanganan (Satgas) Covid-19 setiap hari dilihat Theresia dengan mata kepala sendiri.
Per Jumat, 25 Desember 2020, sudah 570.304 orang terinfeksi. Dalam satu hari itu saja, tujuh ribuan orang dinyatakan positif. Sementara yang meninggal sudah 20.847 jiwa.
"Kita sebagai tenaga kesehatan sudah berulang kali menganjurkan protokol kesehatan, tapi sering diabaikan," kata Theresia di Kedoya, Jakarta Barat, Jumat, 25 Desember 2020.
Baca: Covid-19 Bukan Aib
Theresia juga mendapati masih banyaknya orang yang menyembunyikan informasi jika dirinya terpapar covid-19. Label pasien covid-19 dianggap aib. Padahal, anggapan tersebut amat keliru dan justru membahayakan manusia lain.
"Jangan ditutupi, laporkan agar kami lebih mudah melacaknya. Agar bisa dicegah penularannya," pinta Theresia.
Kerja yang tak pernah ada kata jeda ditambah warga yang masih banyak menganggap anjuran sekadar kaset rusak, membuat Theresia semakin ingin menyerah. Namun, Ia tersadar. Menyerah tak menyelesaikan masalah.
Setiap merasa sedang jatuh, ia selalu mengingat iman, harapan, dan kasih. Tiga hal ini yang membuatnya kembali bangkit dan terus kuat.
"Saya ingin membantu pemerintah kita supaya bisa sama-sama melewati pandemi. Itu yang buat saya kuat," ujar wanita kelahiran Purwokerto itu.
Berkat keilmuan dan kegigihannya, Theresia menemukan satu cara ampuh untuk menyembuhkan pasien covid-19. Terapi plasma konvalesen yang akhirnya dipakai 'vaksin sementara' hingga vaksin sesungguhnya ditemukan.
Terapi ini bukan cara baru yang belum terbukti. Terapi ini pernah diterapkan untuk mengobati pasien SARS, MERS, hingga Ebola.
Museum Rekor Indonesia (MURI) bahkan menobatkan Theresia sebagai pelopor Tatalaksana Plasma Konsvalesen (TPK) untuk pasien covid-19. Karena kerja dan ide Theresia, banyak pasien pulih hingga kembali kepada keluarga.
Jurnalis Bergerak
Perjuangan tenaga medis bukan satu-satunya cerita heroik yang muncul di masa pandemi. Kisah dermawan patut menjadi sorotan.
Pada Maret 2020, saat covid-19 masih menjadi hantu di Indonesia, komunitas bernama Wartawan Lintas Media lahir. Di tengah-tengah kesibukan mengabdi mengabarkan berita, pewarta tak melupakan kewajibannya sebagai manusia untuk menolong sesama.
Wartawan Lintas Media membuka penggalangan dana. Bantuan difokuskan untuk mereka yang tidak bisa bekerja karena #dirumahaja.
"Di tengah wabah covid, tidak semua orang sanggup di rumah saja, mengosumsi makanan dan minum vitamin, tanpa harus khawatir penghasilan melayang," kata salah satu inisiator Wartawan Lintas Media, Haris Prabowo.
Baca: Wartawan Dinilai Berhasil Mengubah Perilaku Masyarakat
Komunitas ini melihat langsung banyak warga yang harus ke luar rumah demi dapat hidup, untuk diri sendiri maupun keluarga. Mereka tetap ke luar rumah meski taruhannya kesehatan, bahkan nyawa.
Sepekan berjalan, dana yang terkumpul mencapai Rp144 juta. Bantuan gelombang pertama diberikan kepada pengemudi ojek online, buruh bangunan, pengepul barang bekas dan pemulung.
Jurnalis yang bergabung dalam Wartawan Lintas Media membagikan paket sembako ke masyarakat terdampak covid-19. Akun Instagram Wartawan Lintas Media
Penyaluran bantuan terus berlanjut dengan sasaran yang lebih luas, yakni loper koran dan pedagang, tunanetra, pelajar, hingga transpuan.
"Butuh gerak cepat agar masyarakat rentan bisa #dirumahaja dengan tenang mengosumsi makanan sehat dan memiliki perlengkapan sanitasi," tutur wartawan Tirto.id itu.
JNE #Connectinghappines
Sejumlah institusi swasta juga ikut bergerak berbagi kebahagiaan, seperti PT Jalur Nugraha Ekakurir (JNE). April 2020, Perusahaan jasa ekspedisi ini menyalurkan bantuan Rp1 miliar untuk masyarakat terdampak covid-19 melalui Badan Amil Zakat Nasional DKI Jakarta. Tenaga medis hingga masyarakat yang kehilangan pekerjaan, jadi target penerima bantuan.
Bersama dengan Yayasan Media Group, JNE juga menyalurkan Alat Pelindung Diri (APD) ke sepuluh rumah sakit umum daerah (RSUD) yang masuk zona merah di pulau Jawa. Kesepuluh rumah sakit itu ialah, RSUD Karawang, RSUD Slamet Garut, RSUD Kota Bogor, RSUD Soewondo Pati, RSUD Suraji Tirtonegoro, RSUD Klaten, RSUD Sleman, RSUD Brebes, RSUD Moerdi Solo, RSUD Soewonso Kendal, dan RSUD Rehata Jepara.
Bagi tenaga medis, APD bak perisai untuk melawan serangan covid-19. Sejak Maret hingga 15 Desember 2020, sebanyak 363 tenaga medis gugur akibat terpapar covid-19. Rinciannya, 202 dokter, 15 dokter gigi, dan 146 perawat.
"Terima kasih JNE atas jasanya dalam pengiriman APD kepada tenaga medis yang sangat membutuhkan di pelosok wilayah Indonesia," ujar kepala Yayasan Media Group Ali Sadikin di RSUD Bogor, Jumat, 18 Desember 2020.
Ilustrasi. Bantuan yang dikumpulkan Yayasan Media Group lewat program Dompet Kemanusian Media Groups disalurkan oleh JNE ke sejumlah rumah sakit.
Kerja sama JNE dan Media Group berjalan sejak medio April 2020. Entah sudah berapa ton bantuan yang sudah didistribusikan hingga saat ini.
Vice President Marketing JNE Express, Eri Palgunadi mengatakan bantuan yang diberikan bentuk pertanggungjawaban perusahaan untuk membantu sesama. Ini sesuai dengan tagline perusahaan #connectinghappiness
"JNE Express terpanggil. Sesuai tagline kita connecting happiness kita bisa membantu banyak pihak yang mengalami kesusahan" ujar Eri.
#jne30tahun #30tahunbahagiabersama #jne
Pernah ingin mundur karena pasien covid-19 tidak ada habis-habisnya.
Jakarta: Pikiran tersebut sempat terlintas di kepala Theresia Monica Rahardjo, salah satu tenaga kesehatan yang bertugas menangani pasien terinfeksi
covid-19. Rasa ingin menyerah bukan sekali dua kali menghampiri ahli genetika dan biologi molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranta, Bandung, ini.
Bahkan, Theresia yang tak henti-henti berjibaku bersama tenaga medis lain merasa apa yang dilakukannya sia-sia. Bukannya kasus covid-19 menurun, jumlah pasien justru makin menggila.
Warga abai protokol kesehatan. Tak sedikit yang berpikir pandemi covid-19 ini sekadar konspirasi.
Dia merasa lelah saat melihat masyarakat berpikir dan berperilaku seakan dunia sedang baik-baik saja. Padahal, kenyataan di balik data pasien terkonfirmasi positif covid-19 yang diumumkan Satuan Tugas Penanganan (
Satgas) Covid-19 setiap hari dilihat Theresia dengan mata kepala sendiri.
Per Jumat, 25 Desember 2020, sudah 570.304 orang terinfeksi. Dalam satu hari itu saja, tujuh ribuan orang dinyatakan positif. Sementara yang meninggal sudah 20.847 jiwa.
"Kita sebagai tenaga kesehatan sudah berulang kali menganjurkan protokol kesehatan, tapi sering diabaikan," kata Theresia di Kedoya, Jakarta Barat, Jumat, 25 Desember 2020.
Baca:
Covid-19 Bukan Aib
Theresia juga mendapati masih banyaknya orang yang menyembunyikan informasi jika dirinya terpapar covid-19. Label pasien covid-19 dianggap aib. Padahal, anggapan tersebut amat keliru dan justru membahayakan manusia lain.
"Jangan ditutupi, laporkan agar kami lebih mudah melacaknya. Agar bisa dicegah penularannya," pinta Theresia.
Kerja yang tak pernah ada kata jeda ditambah warga yang masih banyak menganggap anjuran sekadar kaset rusak, membuat Theresia semakin ingin menyerah. Namun, Ia tersadar. Menyerah tak menyelesaikan masalah.
Setiap merasa sedang jatuh, ia selalu mengingat iman, harapan, dan kasih. Tiga hal ini yang membuatnya kembali bangkit dan terus kuat.
"Saya ingin membantu pemerintah kita supaya bisa sama-sama melewati pandemi. Itu yang buat saya kuat," ujar wanita kelahiran Purwokerto itu.
Berkat keilmuan dan kegigihannya, Theresia menemukan satu cara ampuh untuk menyembuhkan pasien covid-19. Terapi plasma konvalesen yang akhirnya dipakai 'vaksin sementara' hingga vaksin sesungguhnya ditemukan.
Terapi ini bukan cara baru yang belum terbukti. Terapi ini pernah diterapkan untuk mengobati pasien SARS, MERS, hingga Ebola.
Museum Rekor Indonesia (MURI) bahkan menobatkan Theresia sebagai pelopor Tatalaksana Plasma Konsvalesen (TPK) untuk pasien covid-19. Karena kerja dan ide Theresia, banyak pasien pulih hingga kembali kepada keluarga.