Penggagas sorgum, Loretha. (Foto: Dok. Kemenko PMK)
Penggagas sorgum, Loretha. (Foto: Dok. Kemenko PMK)

Loretha, Sebarkan Semangat Revolusi Mental Melalui Sorgum

Pelangi Karismakristi • 05 Agustus 2018 18:42
Jakarta: Tidak semua orang mengenal sorgum. Namun di tangan Loretha, komoditas yang nyaris terlupakan ini berkembang dan dipandang, setidaknya di provinsi asalnya, Nusa Tenggara Timur (NTT).
 
"Kita tidak bisa menunggu orang lain merubah diri kita tetapi perubahan harus kita mulai dari diri sendiri sehingga Indonesia dapat menjadi negara yang terdepan," tutur Loretha yang memegang teguh semangat revolusi mentalnya.
 
Sebagai seseorang yang berkutat pada pemberdayaan sorgum, lanjut Loretha, revolusi mental dapat terjadi ketika orang mau beralih dari nasi menjadi sorgum dan kemudian sorgum menjadi makanan pokok.  

"Saya sering mendengar dari teman-teman yang berasal dari Eropa. Mereka bahkan telah menjadikan sorgum sebagai makanan pokok dan dengan beralih ke sorgum maka menurut saya inilah revolusi mental," jelasnya ketika di wawancara dalam acara Curah Pendapat Implementasi Revolusi Mental yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) di Grand Mercure Hotel Jakarta.
 
Loretha menambahkan, saat ini lahan sorgum berkembang menjadi sumber pangan sekaligus sebagai sumber pendapatan ekonomi bagi masyarakat. "Lahan-lahan tidur yang selama ini tidak diberdayakan, sekarang berkembang menjadi lahan produktif dan menjadi sumber kesejahteraan bagi masyarakat," imbuhnya. 
 
Dirinya juga telah merasakan jatuh bangun mengembangkan sorgum. Bahkan dirinya tak gentar menghadapi banyaknya komentar negatif yang diterimanya. "Tanpa adanya gotong royong, sulit untuk dapat mengembangkan sorgum hingga dapat berkontribusi positif pada masyarakat," jelasnya. 
 
Nilai gotong royong ini tidak lepas dari sebuah kearifan lokal yang ada di Flores Timur yaitu gemohin. Gemohin ini menggambarkan kerja gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat seperti membersihkan kebun, memilih hasil komoditi, atau memperbaiki rumah bersama-sama. "Nah ini kita tumbuhkan dalam bentuk kelompok-kelompok untuk memudahkan pekerjaan mereka di ladang maupun kebun. Nilai-nilai itulah yang kita tumbuhkan," jelasnya dengan antusias.
 
Loretha kemudian memaparkan bahwa revolusi mental memiliki sebuah kata kunci yang penting, yakni perubahan. Ketika seseorang memiliki komitmen untuk berubah menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungannya. Maka revolusi mental sesungguhnya telah terjadi. 
 
"Sebagai contoh ketika seorang birokrat mau berubah dan memberikan layanan yang cepat dan mudah, maka inilah sesungguhnya perubahan yang diharapkan, tidak saja berdampak di internal tempat kerja birokrat tersebut, tetapi juga dapat dirasakan oleh masyarakat," paparnya.
 
Mengakhiri wawancara, Mama Loretha ingin agar revolusi mental dapat mengakar pada diri seluruh masyarakat Indonesia sehingga nantinya Indonesia dapat menjadi negara maju dan terpandang di dunia. "Mari mulai dari diri sendiri. Karena revolusi mental tidak bisa menunggu lama. Mulai dari sekarang, dari hal yang paling kecil, dan sekarang juga," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)


BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan