Jakarta: Keputusan pemerintah mempertahankan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis level hingga 16 Agustus sudah tepat. Namun, harus disertai dengan peningkatan testing yang signifikan.
"Saya optimistis kasus bisa semakin menurun apalagi 3T (testing, tracing, and treatment) diperbaiki dan cakupan vaksinasi ditingkatkan dengan cepat," ujar Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Iwan Ariawan, melansir Antara, Selasa, 10 Agustus 2021.
Iwan pun mengaku setuju dengan keputusan pemerintah yang memperpanjang PPKM itu. "Karena sesuai dengan hasil pemantauan indikator PPKM-nya," ujar Iwan.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono juga menyambut positif keputusan pemerintah yang mempertahankan PPKM. "Bagus. Dipertahankan, bukan diperpanjang. Dipertahankan sesuai dengan levelnya. Yang 4 ke 4, yang 3 ke 3, yang 2 ke 2. Ya memang kondisinya belum bisa diturunkan levelnya," kata Pandu Riono.
Menurut dia, level PPKM baru bisa diturunkan jika semua indikator yang terkait seperti jumlah kasus harian, tingkat kematian, 3 T, hingga hunian rumah sakit serta isolasi sudah membaik. "Masyarakat harus patuh, harus ikuti protokol kesehatan, harus mengubah perilakunya," ujar Pandu Riono.
Pandu menilai PPKM perlu diperpanjang lagi jika sebagian masyarakatnya masih ada yang tidak mau menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak). "Saran saya sih sebulan ini harus diketatkan," kata dia.
Sebab, jika dilonggarkan, kasus Covid-19 diyakininya akan meningkat lagi, dan pengetatan kembali dilakukan. Pandu pun mengajak masyarakat yang masih menolak PPKM untuk mematuhi kebijakan pemerintah itu.
Sebab, kata dia, harus dipahami bahwa PPKM itu bukan keinginan semua pihak. "Jadi kan kalau kita melihat sudah banyak yang mati, rumah sakit penuh, ini kan jalan pintas yang harus dilakukan, terpaksa. Karena kalau enggak, rumah sakit akan bertambah penuh," imbuhnya.
Baca: PPKM di Luar Jawa-Bali Diperpanjang Hingga 23 Agustus
Dia pun melihat kasus Covid-19 sudah menurun di Jakarta. Sementara daerah lainnya, kata dia, belum secara signifikan. "Nanti Jakarta dilonggarkan, naik lagi, karena daerah-daerah sekitarnya masih tinggi," pungkasnya.
Sejalan rekomendasi ahli
Keputusan mempertahankan PPKM juga sejalan dengan rekomendasi ahli. Hal ini diamini Dewan Pakar Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) DKI Jakarta Hermawan Saputra.
Melihat data positivity rate dan angka kematian yang masih tinggi, adalah keputusan tepat bila pemerintah terus menekan kegiatan masyarakat agar menurunkan laju penularan. Hermawan menyebutkan rekomendasi ini dikeluarkan atas dasar dua hal.
"Pertama, ada kekhawatiran akan kembali naiknya kasus di Jawa dan Bali. Penurunan yang terjadi sejak PPKM darurat periode pertama hingga perpanjangan PPKM level 4 kemarin ini belum signifikan," ujarnya pada Primetalk Metro TV, Senin, 9 Agustus 2021.
Selain itu, perpanjangan ini juga dilakukan untuk mengantisipasi efek ping-pong. Ketika kasus di Jawa-Bali menurun, kasus di daerah lain malah naik. Ia menilai pemberlakuan PPKM ini hanya menggeser lonjakan kasus dari zona urban ke zona rural.
Mengingat karakteristik demografi di luar pulau Jawa mayoritas berpenduduk longgar di kawasan luas, maka jumlah dan akses fasilitas kesehatan (faskes) masih banyak yang bermasalah.
"Oleh karena itu, kita berharap pemerintah melakukan active case findings. Jadi, tidak hanya melakukan testing pasif di faskes, tapi tenaga kesehatan juga aktif turun ke lapangan," ujarnya. (Mentari Puspadini)
Jakarta: Keputusan pemerintah mempertahankan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (
PPKM) berbasis level hingga 16 Agustus sudah tepat. Namun, harus disertai dengan peningkatan
testing yang signifikan.
"Saya optimistis kasus bisa semakin menurun apalagi 3T (
testing, tracing, and treatment) diperbaiki dan cakupan vaksinasi ditingkatkan dengan cepat," ujar Ahli Epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Iwan Ariawan, melansir Antara, Selasa, 10 Agustus 2021.
Iwan pun mengaku setuju dengan keputusan pemerintah yang memperpanjang PPKM itu. "Karena sesuai dengan hasil pemantauan indikator PPKM-nya," ujar Iwan.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono juga menyambut positif keputusan pemerintah yang mempertahankan PPKM. "Bagus. Dipertahankan, bukan diperpanjang. Dipertahankan sesuai dengan levelnya. Yang 4 ke 4, yang 3 ke 3, yang 2 ke 2. Ya memang kondisinya belum bisa diturunkan levelnya," kata Pandu Riono.
Menurut dia, level PPKM baru bisa diturunkan jika semua indikator yang terkait seperti jumlah kasus harian, tingkat kematian, 3 T, hingga hunian rumah sakit serta isolasi sudah membaik. "Masyarakat harus patuh, harus ikuti protokol kesehatan, harus mengubah perilakunya," ujar Pandu Riono.
Pandu menilai PPKM perlu diperpanjang lagi jika sebagian masyarakatnya masih ada yang tidak mau menerapkan 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak). "Saran saya sih sebulan ini harus diketatkan," kata dia.
Sebab, jika dilonggarkan, kasus Covid-19 diyakininya akan meningkat lagi, dan pengetatan kembali dilakukan. Pandu pun mengajak masyarakat yang masih menolak PPKM untuk mematuhi kebijakan pemerintah itu.
Sebab, kata dia, harus dipahami bahwa PPKM itu bukan keinginan semua pihak. "Jadi kan kalau kita melihat sudah banyak yang mati, rumah sakit penuh, ini kan jalan pintas yang harus dilakukan, terpaksa. Karena kalau enggak, rumah sakit akan bertambah penuh," imbuhnya.
Baca:
PPKM di Luar Jawa-Bali Diperpanjang Hingga 23 Agustus
Dia pun melihat kasus Covid-19 sudah menurun di Jakarta. Sementara daerah lainnya, kata dia, belum secara signifikan. "Nanti Jakarta dilonggarkan, naik lagi, karena daerah-daerah sekitarnya masih tinggi," pungkasnya.
Sejalan rekomendasi ahli
Keputusan mempertahankan PPKM juga sejalan dengan rekomendasi ahli. Hal ini diamini Dewan Pakar Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) DKI Jakarta Hermawan Saputra.