Jakarta: Epidemiolog dan peneliti dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan Indonesia berada di gelombang keempat covid-19. Puncaknya diperkirakan terjadi di akhir Agustus atau September.
Menurut Dicky, pergerakan menuju puncak covid-19 Varian BA.5 lebih lamban. Hal ini disebabkan karena virus korona menginfeksi kembali orang yang sudah memiliki imunitas.
"Masa rawan saya prediksi sampai Oktober. Bukan berarti banyak kematian. Tapi kalau kita lemah testing, tracing, dan treatment (3T), mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas (5M), serta vaksinasi, pada gilirannya akan memakan jiwa kelompok paling rawan, seperti lansia, tenaga kesehatan, komorbid, ibu hamil dan anak. Di Indonesia kelompok rawan banyak karena jumlah penduduk kita besar. Ini harus disadari semua pihak," kata Dicky, Senin, 8 Agustus 2022.
Dicky mengatakan, dengan adanya varian BA.275, Indonesia harus mewaspadai dan mengamati dampak yang hadir di tengah gelombang keempat. Menurut dia, BA.275 belum menggeser dominasi BA.5. Setidaknya dua persen dari yang dites covid-19 harus menjadi genome sequencing.
Kapan covid-19 jadi penyakit biasa?
Melihat virus yang terus bermutasi, Dicky mengakui sulit mengatakan kapan covid-19 akan jadi penyakit biasa. Menurut dia, ada banyak yang mempengaruhi peralihan covid-19 jadi penyakit biasa.
Antara lain stigma, obat, karakter dan sifat virus. Dahulu, demam typoid amat ditakuti, namun stigma itu kemudian berubah.
Baca: Masyarakat Diminta Mewaspadai Subvarian BA.2.75, Tapi Jangan Panik
Kehadiran obat juga mempengaruhi perubahan covid-19 jadi penyakit biasa. "Tidak ada kematian, karena obatnya ada. Sekarang obat selain mahal, masih terbatas dan belum memadai," ujar Dicky.
Perilaku hidup sehat
Masalahnya, kata Dicky, kalau covid-19 terus bermutasi melahirkan varian baru dan mengurangi efikasi vaksin. Dicky menegaskan kondisi ini tidak bisa diatasi hanya dengan vaksinasi dan obat. Pendekatannya harus dengan meningkatkan 3T dan 5M.
"Perilaku hidup bersih dan sehat harus jadi budaya baru. Itu yang mengurangi potensi virus bemutasi," kata Dicky.
Prioritaskan remaja rentan
Dicky juga meminta pemerintah memprioritaskan remaja rentan mendapatkan vaksin covid-19 dosis penguat atau booster. "Seandainya dosis terbatas, utamakan kelompok rawan yang punya komorbid atau kondisi tubuh lainnya. Mungkin difabel, autis, termasuk kondisi anak obesitas," kata Dicky seperti dilansir Antara.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sudah mengizinkan vaksinasi booster kepada anak usia 16-18 tahun. Menurutnya, anak remaja terutama yang rentan, perlu mendapatkan booster untuk meningkatkan proteksi dari covid-19.
Baca: Kemenkes: 87% Kasus Covid-19 di Indonesia BA5
"Ini keputusan yang sangat tepat dan hasil yang didapat BPOM dalam mengujinya (dosis vaksin) lebih klinis. Memang tidak jauh berbeda dengan negara lain yang sudah lebih dulu memberikan vaksin booster," katanya.
Jakarta: Epidemiolog dan peneliti dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengatakan Indonesia berada di
gelombang keempat covid-19. Puncaknya diperkirakan terjadi di akhir Agustus atau September.
Menurut Dicky, pergerakan menuju puncak covid-19
Varian BA.5 lebih lamban. Hal ini disebabkan karena virus korona menginfeksi kembali orang yang sudah memiliki imunitas.
"Masa rawan saya prediksi sampai Oktober. Bukan berarti banyak kematian. Tapi kalau kita lemah
testing, tracing, dan
treatment (3T), mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas (5M), serta vaksinasi, pada gilirannya akan memakan jiwa kelompok paling rawan, seperti lansia, tenaga kesehatan, komorbid, ibu hamil dan anak. Di Indonesia kelompok rawan banyak karena jumlah penduduk kita besar. Ini harus disadari semua pihak," kata Dicky, Senin, 8 Agustus 2022.
Dicky mengatakan, dengan adanya varian BA.275, Indonesia harus mewaspadai dan mengamati dampak yang hadir di tengah gelombang keempat. Menurut dia, BA.275 belum menggeser dominasi BA.5. Setidaknya dua persen dari yang dites covid-19 harus menjadi genome sequencing.
Kapan covid-19 jadi penyakit biasa?
Melihat virus yang terus bermutasi, Dicky mengakui sulit mengatakan kapan covid-19 akan jadi penyakit biasa. Menurut dia, ada banyak yang mempengaruhi peralihan covid-19 jadi penyakit biasa.
Antara lain stigma, obat, karakter dan sifat virus. Dahulu, demam typoid amat ditakuti, namun stigma itu kemudian berubah.
Baca:
Masyarakat Diminta Mewaspadai Subvarian BA.2.75, Tapi Jangan Panik
Kehadiran obat juga mempengaruhi perubahan covid-19 jadi penyakit biasa. "Tidak ada kematian, karena obatnya ada. Sekarang obat selain mahal, masih terbatas dan belum memadai," ujar Dicky.
Perilaku hidup sehat
Masalahnya, kata Dicky, kalau covid-19 terus bermutasi melahirkan varian baru dan mengurangi efikasi vaksin. Dicky menegaskan kondisi ini tidak bisa diatasi hanya dengan vaksinasi dan obat. Pendekatannya harus dengan meningkatkan 3T dan 5M.
"Perilaku hidup bersih dan sehat harus jadi budaya baru. Itu yang mengurangi potensi virus bemutasi," kata Dicky.
Prioritaskan remaja rentan
Dicky juga meminta pemerintah memprioritaskan remaja rentan mendapatkan vaksin covid-19 dosis penguat atau
booster. "Seandainya dosis terbatas, utamakan kelompok rawan yang punya komorbid atau kondisi tubuh lainnya. Mungkin difabel, autis, termasuk kondisi anak obesitas," kata Dicky seperti dilansir Antara.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI sudah mengizinkan vaksinasi booster kepada anak usia 16-18 tahun. Menurutnya, anak remaja terutama yang rentan, perlu mendapatkan booster untuk meningkatkan proteksi dari covid-19.
Baca:
Kemenkes: 87% Kasus Covid-19 di Indonesia BA5
"Ini keputusan yang sangat tepat dan hasil yang didapat BPOM dalam mengujinya (dosis vaksin) lebih klinis. Memang tidak jauh berbeda dengan negara lain yang sudah lebih dulu memberikan vaksin booster," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(UWA)