medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mengaku sedih dengan kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak yang terus meningkat. Meski isu darurat kekerasan seksual pada perempuan dan anak sudah digaungkan sejak 2015 silam, namun lima tahun terakhir angka kekerasan terus meningkat.
Data Komisi Nasional (Komnas) Perempuan 2015 menunjukkan, kasus kekerasan yang dialami perempuan, 56 persen di antaranya adalah kasus kekerasan seksual. Begitupun data Komnas Perlindungan Anak Indonesia 2015, dari kasus kekerasan yang diderita anak, 58 persen di antaranya adalah kekerasan seksual.
Kini publik kembali dikejutkan dengan nasib tragis yang dialami YY. Anak perempuan yang duduk di Sekolah Menengah Pertama dan baru berusia 14 tahun harus kehilangan nyawa karena diperkosa 14 orang secara sadis dan biadab. Parahnya lagi, 7 pelaku di antara adalah pelaku anak-anak.
Hemas mengatakan, berulangnya kasus kekerasan seksual ini dipicu banyak hal. Di antaranya, kata dia, masih tingginya keengganan melaporkan kasus atau anggapan bahwa ini aib yang tabu untuk dibuka.
"Kurang terbukanya penanganan kasus sehingga korban ketakutan mengalami kekerasan berlapis dengan proses hukum yang harus dilalui. Serta lemahnya ancaman hukuman terhadap pelaku sehingga tidak menimbulkan efek jera," kata Hemas dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/5/2016).
(Baca juga: 12 Pemerkosa ABG Bengkulu Ditangkap, 2 Masih Buron)
Kata dia, menyegerakan adanya payung hukum yang lebih kuat dan mampu memberi efek jera sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena itu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus segera dituntaskan di DPR.
Pihak DPD lanjut dia, akan turut serta secara aktif memastikan RUU ini dapat memberikan jaminan perlindungan bagi korban dan keluarganya serta menjadi hukum formal yang dapat membuat pelaku atau calon pelaku berpikir ulang. Membuat hukuman kekerasan seksual jauh lebih berat dari yang selama ini bisa membuat efek jera. Sehingga pelaku dan calon pelaku mengurungkan niat melakukan kekerasan.
Koalisi Aksi Solidaritas Darurat Nasional Kejahatan Seksual Terhadap Anak melakukan aksi unjuk rasa di Kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (13/1). Foto: MI/Atet Dwi Pramadia
Dia berharap, kasus YY menjadi kasus dan kado buruk terakhir di Hari Pendidikan yang baru dilalui. "cukup sudah bangsa ini kehilangan generasi-generasi muda yang berbakat. Kita semua dengan berbagai peran bisa menghentikan kejahatan seksual ini secara bersama-sama," tegas dia.
Tentu juga kata dia, harus ditopang dengan adanya gerakan masyarakat yang saling peduli, tanggungjawab penyelenggara negara untuk melindungi, dan kesigapan aparat dalam menegakan hukum secara terbuka dan adil.
(Baca juga: Negara Diminta Peka Isu Kejahatan Seksual)
Pemerkosaan berujung kematian YY jadi perbincangan di media sosial. Di Twitter, muncul tanda pagar sebagai bentuk solidaritas netizen terhadap keluarga dan korban serta perlawanan terhadap tindak kekerasan kepada perempuan dan anak.
118 LSM dan 273 individu menyuarakan kepedulian untuk YY. Mereka juga mendesak agar Polda Bengkulu fokus menangani kasus ini.
Sebelum memperkosa, ke-14 anak baru gede itu pesta minuman keras di rumah salah seorang di antaranya. Korban yang baru pulang sekolah melintas di depan rumah tersebut.
<blockquote class="twitter-tweet" data-lang="id"><p lang="in" dir="ltr">Kita semua berduka atas kepergian YY yg tragis. Tangkap & hukum pelaku seberat2nya. Perempuan & anak2 harus dilindungi dari kekerasan -Jkw</p>— Joko Widodo (@jokowi) <a href="https://twitter.com/jokowi/status/727699909705490432">4 Mei 2016</a></blockquote>
<script async src="//platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script>
Singkat cerita, 14 pria tersebut memerkosa YY, lalu membunuhnya. Jenazahnya ditemukan Senin 4 April di pinggiran Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rajang Belong, Bengkulu.
Korban meninggalkan rumah sejak Sabtu 2 April. Namun, keluarga baru menyadari korban hilang pada Minggu 3 April.
Polisi sudah menangkap 12 pelaku. Mereka dijerat Pasal 76 d Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 338 KUHP tentang menghilangkan nyawa orang, dan Pasal 536 KUHP tentang mabuk-mabukan di tempat umum.
YY korban kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan kesekian ribu. Data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan, tahun lalu ada 321.752 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. 2.399 dari jumlah itu merupakan kasus perkosaan.
(Baca juga: Presiden Berharap Pemerkosa YY Dihukum Berat)
Mudah2an ngelawan, trus di dorr.. "@Metro_TV: Polisi Buru Dua Pemerkosa Yuyun https://t.co/R9dMWCCRhz pic.twitter.com/LSc2o0LgQI"
— Bagus Trie (@yiihaaaa) 3 Mei 2016
medcom.id, Jakarta: Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas mengaku sedih dengan kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan dan anak yang terus meningkat. Meski isu darurat kekerasan seksual pada perempuan dan anak sudah digaungkan sejak 2015 silam, namun lima tahun terakhir angka kekerasan terus meningkat.
Data Komisi Nasional (Komnas) Perempuan 2015 menunjukkan, kasus kekerasan yang dialami perempuan, 56 persen di antaranya adalah kasus kekerasan seksual. Begitupun data Komnas Perlindungan Anak Indonesia 2015, dari kasus kekerasan yang diderita anak, 58 persen di antaranya adalah kekerasan seksual.
Kini publik kembali dikejutkan dengan nasib tragis yang dialami YY. Anak perempuan yang duduk di Sekolah Menengah Pertama dan baru berusia 14 tahun harus kehilangan nyawa karena diperkosa 14 orang secara sadis dan biadab. Parahnya lagi, 7 pelaku di antara adalah pelaku anak-anak.
Hemas mengatakan, berulangnya kasus kekerasan seksual ini dipicu banyak hal. Di antaranya, kata dia, masih tingginya keengganan melaporkan kasus atau anggapan bahwa ini aib yang tabu untuk dibuka.
"Kurang terbukanya penanganan kasus sehingga korban ketakutan mengalami kekerasan berlapis dengan proses hukum yang harus dilalui. Serta lemahnya ancaman hukuman terhadap pelaku sehingga tidak menimbulkan efek jera," kata Hemas dalam keterangan tertulisnya, Rabu (5/5/2016).
(
Baca juga: 12 Pemerkosa ABG Bengkulu Ditangkap, 2 Masih Buron)
Kata dia, menyegerakan adanya payung hukum yang lebih kuat dan mampu memberi efek jera sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Karena itu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual harus segera dituntaskan di DPR.
Pihak DPD lanjut dia, akan turut serta secara aktif memastikan RUU ini dapat memberikan jaminan perlindungan bagi korban dan keluarganya serta menjadi hukum formal yang dapat membuat pelaku atau calon pelaku berpikir ulang. Membuat hukuman kekerasan seksual jauh lebih berat dari yang selama ini bisa membuat efek jera. Sehingga pelaku dan calon pelaku mengurungkan niat melakukan kekerasan.
Koalisi Aksi Solidaritas Darurat Nasional Kejahatan Seksual Terhadap Anak melakukan aksi unjuk rasa di Kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (13/1). Foto: MI/Atet Dwi Pramadia
Dia berharap, kasus YY menjadi kasus dan kado buruk terakhir di Hari Pendidikan yang baru dilalui. "cukup sudah bangsa ini kehilangan generasi-generasi muda yang berbakat. Kita semua dengan berbagai peran bisa menghentikan kejahatan seksual ini secara bersama-sama," tegas dia.
Tentu juga kata dia, harus ditopang dengan adanya gerakan masyarakat yang saling peduli, tanggungjawab penyelenggara negara untuk melindungi, dan kesigapan aparat dalam menegakan hukum secara terbuka dan adil.
(
Baca juga: Negara Diminta Peka Isu Kejahatan Seksual)
Pemerkosaan berujung kematian YY jadi perbincangan di media sosial. Di Twitter, muncul tanda pagar sebagai bentuk solidaritas netizen terhadap keluarga dan korban serta perlawanan terhadap tindak kekerasan kepada perempuan dan anak.
118 LSM dan 273 individu menyuarakan kepedulian untuk YY. Mereka juga mendesak agar Polda Bengkulu fokus menangani kasus ini.
Sebelum memperkosa, ke-14 anak baru gede itu pesta minuman keras di rumah salah seorang di antaranya. Korban yang baru pulang sekolah melintas di depan rumah tersebut.
Singkat cerita, 14 pria tersebut memerkosa YY, lalu membunuhnya. Jenazahnya ditemukan Senin 4 April di pinggiran Desa Kasie Kasubun, Kecamatan Padang Ulak Tanding, Kabupaten Rajang Belong, Bengkulu.
Korban meninggalkan rumah sejak Sabtu 2 April. Namun, keluarga baru menyadari korban hilang pada Minggu 3 April.
Polisi sudah menangkap 12 pelaku. Mereka dijerat Pasal 76 d Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 338 KUHP tentang menghilangkan nyawa orang, dan Pasal 536 KUHP tentang mabuk-mabukan di tempat umum.
YY korban kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan kesekian ribu. Data Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan, tahun lalu ada 321.752 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. 2.399 dari jumlah itu merupakan kasus perkosaan.
(
Baca juga: Presiden Berharap Pemerkosa YY Dihukum Berat)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)