Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat. Foto: Istimewa
Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat. Foto: Istimewa

Lestari Moerdijat: Pencegahan Judi Online di Kalangan Anak Harus Segera Dilakukan

Medcom • 03 Juli 2024 21:19
Jakarta: Paparan judi online terhadap anak-anak dan remaja harus dicegah dan diatasi secara bersama. Hal itu dalam upaya melindungi generasi penerus bangsa.
 
"Paparan judi online di kalangan anak-anak dan remaja harus segera dicegah dan diatasi bersama, demi mewujudkan generasi penerus bangsa yang memiliki karakter kuat dan berdaya saing di masa datang," kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Judi Online Membunuh Anak-Anak Indonesia, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 3 Juli 2024.
 
Dalam diskusi itu, dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR Eva Kusuma Sundari, serta menghadirkan Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra. Kemudian hadir pula sebagai penanggap Dosen Ilmu Psikologi Universitas Tarumanagara Debora Basaria dan Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperkirakan nilai judi online pada  2023 senilai Rp327 triliun dalam 168 juta transaksi. Jumlah masyarakat yang terlibat judi online sekitar 3,2 juta orang. Dari jumlah itu, lebih dari 2 persen pemain judi online berusia kurang dari 10 tahun atau 80 ribu anak. Pemain judi online untuk rentang usia 10-20 tahun berjumlah 11 persen atau sebanyak 440.000 remaja. 
 
Menurut Lestari, catatan PPATK tersebut harus segera direspon dengan langkah-langkah yang tepat agar paparan judi online di kalangan anak dan remaja dapat segera dicegah dan diakhiri.  Rerie, sapaan akrab Lestari menilai dampak judi online di kalangan muda berdampak buruk terhadap proses pembentukan mental dan penanaman nilai-nilai kebangsaan yang akan menjadi bagian dari proses membangun karakter generasi penerus bangsa. 
Baca: Kominfo Akui Sulit Tangkap Bandar Judi Online

Dia menerangkan di era globalisasi yang sarat akan kompetisi, membutuhkan anak bangsa yang memiliki karakter kuat dan berdaya saing. Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu menilai paparan judi online terhadap anak dan remaja mengganggu proses pembangunan sumber daya manusia (SDM) nasional yang lebih baik di masa depan.
 
"Semua pihak, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, serta masyarakat diharap mampu berkolaborasi dengan baik untuk mengambil langkah yang tepat dalam memberantas judi online di Tanah Air," ujar Rerie. 
 
Usman Kansong mengungkapkan judi online sudah sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan besaran uang yang beredar dalam judi online sampai Rp327 triliun pada 2023, sementara pada kuartal I 2024 peredaran uang pada judi online ini sudah mencapai Rp100 triliun. 
 
Ironisnya, ujar Usman, 70 persen pemain judi online dari kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah dan sekitar 2 persen di antaranya adalah anak-anak.  Dampak yang terjadi, menurut Usman, sangat mengerikan karena pemain judi online berpotensi terganggu secara sosial, psikologis dan ekonomi, yang memicu tindak kejahatan selanjutnya. 
 
Usman mengungkap dalam pemberantasan judi online, pemerintah menghadapi sejumlah tantangan antara lain sumber dan bandar besarnya berada di sejumlah negara tetangga.  Karena itu, ungkap Usman, pemerintah sudah memutus jaringan internet dari Kamboja dan Davao (Filipina). Upaya lainnya, pemerintah melakukan take down 2,2 juta konten terindikasi judi online, serta menutup 6.000 rekening terkait judi online
 
"Selain itu, untuk memutus demand judi online pemerintah berupaya melakukan penyuluhan kepada masyarakat dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan aparat agar masyarakat memahami bahaya judi online bagi kehidupan" tegas Usman. 
Baca: Berantas Judi Online dari Hulu, Kominfo Tutup Akses Internet dari Kamboja dan Filipina

Sementara itu, Jasra Putra menilai berdasarkan kriteria anak pada rentang usia 0-18 tahun, paparan judi online saat ini sudah menjangkau ratusan ribu anak. Jumlah itu, tegas Jasra, sudah sangat mengkhawatirkan dan berharap satuan tugas pemberantasan judi online mampu melakukan pemberantasan, perlindungan, pengawasan dan pencegahan yang efektif terhadap meluasnya paparan judi online di masyarakat. 
 
Menurut Jasra, tanggung jawab perlindungan anak juga berada pada negara dan pemerintah daerah yang harus memastikan terwujudnya generasi emas pada 2045. Jasra mengaku situasi perlindungan anak kita saat ini belum optimal pelaksanaannya sesuai regulasi yang ada. Sementara, tambah dia, kompleksitas kekerasan terhadap anak cenderung meningkat. 
 
Kondisi tersebut, tegas dia, menyebabkan pemenuhan hak anak belum sepenuhnya terealisasi ditambah lagi dengan paparan judi online, narkoba dan pornografi.  Apalagi, ujar Jasra, saat ini sebagian anak kita diasuh oleh media sosial, sehingga perlu literasi digital dalam pengasuhan agar dapat mencegah, mengatasi potensi paparan judi online melalui ruang digital. 
 
Debora Basaria berpendapat para pemangku kepentingan harus melakukan tindakan preventif  agar kasus-kasus judi online tidak bertambah semakin banyak. Dia berpendapat ada kecenderungan remaja berperilaku impulsif, bertindak tanpa rencana untuk mendapatkan pengalaman baru. 
 
Bahkan, jelas dia, kalangan remaja saat ini juga ikut terlibat mempromosikan judi online, sehingga kegiatan judi online merupakan kegiatan yang tidak awam lagi bagi remaja. Menurut Debora, sejumlah faktor yang memicu ketertarikan remaja terhadap judi online antara lain faktor individu, keluarga, dan lingkungan sosial. 
Baca: Banyak Anak Main Judol, M Nuh: Fenomena Attitude yang Masih Lemah

Sedangkan, Devie Rahmawati berpendapat banyak hal yang menyebabkan orang terperosok ke judi online. Antara lain, tambah dia, selain mudah diakses, tampilannya berupa gim dan uang yang dipertaruhkan dalam satu permainan relatif terjangkau. 
 
"Sehingga orang yang semula tidak tertarik judi, malah jadi pemain judi online," ujar Devie. 
 
Di sejumlah negara, ungkap Devie, judi online dianggap bisnis yang legal. Dunia digital yang tidak mengenal batas negara, jelas dia, menjadi pintu masuk judi online yang sangat terbuka. 
 
Sehingga, tegas Devie, bila dalam pemberantasan judi online hanya menggantungkan pada negara dan aparat, akan sulit untuk berhasil.  Dia menerangkan keluarga merupakan pintu utama masuknya judi online, sehingga anak usia 0-6 tahun seharusnya tidak boleh terpapar digital. 
 
"Bila di setiap rumah bisa menutup rapat paparan judi online terhadap keluarga, insyaallah masalah judi online akan bisa kita atasi sebagai sebuah bangsa, " pungkas Devie.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan