medcom.id, Jakarta: Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMI) menolak Revisi Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2012. RUU itu dinilai masih jauh dari cita-cita menumbuhkan industri penyiaran yang sehat dan demokratis, serta merugikan masyarakat.
Salah satu poin penting dalam RUU Penyiaran yang sedang digarap parlemen adalah adanya perubahan yang menetapkan LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara infrastruktur multipleksing digital atau dikenal juga dengan istilah single mux operator.
Ketua LPPMI, Kamilov Sagala mengatakan, pihaknya akan melayangkan gugatan apabila RUU Penyiaran disahkan DPR RI.
Baca: RUU Penyiaran Konsep Single Mux Dikhawatirkan Menciptakan Monopoli
"Kami melalui akan melayangkan gugatan ke KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Karena negara melakukan monopoli dalam sisi penyiaran," kata Kamilov saat konferensi pers di Kebayoran, Jakarta Selatan, Rabu 18 Oktober 2017.
Kamilov menjelaskan, RUU Penyiaran bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Ia meyakini RUU Penyiaran merugikan banyak pihak. Bukan hanya pihak yang bergelut di industri telekomunikasi, namun juga masyarakat.
Baca: Daftar Kerugian Penerapan Single Mux Operator di Industri Penyiaran
Selain mengarah pada ancaman monopoli, sistem single mux operator juga berpotensi memperlambat proses digitalisasi. Sebab, mux operator harus mengakomodasi banyaknya media televisi tak berbayar (FTA) yang akan membutuhkan kapasitas infrastruktur multipleksing. Seperti menara, antena, dan sebagainya dalam jumlah besar, sementara infrastruktur televisi analog yang dimiliki oleh Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) menjadi tidak bermanfaat lagi.
Kamilov berharap pengesahan RUU Penyiaraan ditunda. Ia meminta Pemerintah dan DPR RI melihat risiko yang akan timbul apabila RUU Penyiaran ini disahkan.
"Panggil semua anggota-anggota yang terlibat dengan bisnis ini dan masyarakat yang ikut terdzolimi jika RUU Penyiaran ini disahkan," katanya.
medcom.id, Jakarta: Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMI) menolak Revisi Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2012. RUU itu dinilai masih jauh dari cita-cita menumbuhkan industri penyiaran yang sehat dan demokratis, serta merugikan masyarakat.
Salah satu poin penting dalam RUU Penyiaran yang sedang digarap parlemen adalah adanya perubahan yang menetapkan LPP Radio Televisi Republik Indonesia (RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara infrastruktur multipleksing digital atau dikenal juga dengan istilah single mux operator.
Ketua LPPMI, Kamilov Sagala mengatakan, pihaknya akan melayangkan gugatan apabila RUU Penyiaran disahkan DPR RI.
Baca:
RUU Penyiaran Konsep Single Mux Dikhawatirkan Menciptakan Monopoli
"Kami melalui akan melayangkan gugatan ke KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Karena negara melakukan monopoli dalam sisi penyiaran," kata Kamilov saat konferensi pers di Kebayoran, Jakarta Selatan, Rabu 18 Oktober 2017.
Kamilov menjelaskan, RUU Penyiaran bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Ia meyakini RUU Penyiaran merugikan banyak pihak. Bukan hanya pihak yang bergelut di industri telekomunikasi, namun juga masyarakat.
Baca:
Daftar Kerugian Penerapan Single Mux Operator di Industri Penyiaran
Selain mengarah pada ancaman monopoli, sistem single mux operator juga berpotensi memperlambat proses digitalisasi. Sebab, mux operator harus mengakomodasi banyaknya media televisi tak berbayar (FTA) yang akan membutuhkan kapasitas infrastruktur multipleksing. Seperti menara, antena, dan sebagainya dalam jumlah besar, sementara infrastruktur televisi analog yang dimiliki oleh Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) menjadi tidak bermanfaat lagi.
Kamilov berharap pengesahan RUU Penyiaraan ditunda. Ia meminta Pemerintah dan DPR RI melihat risiko yang akan timbul apabila RUU Penyiaran ini disahkan.
"Panggil semua anggota-anggota yang terlibat dengan bisnis ini dan masyarakat yang ikut terdzolimi jika RUU Penyiaran ini disahkan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)