Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi S.K. (tengah) saat diskusi terbuka di Jakarta. Foto: MI/Adam Dwi.
Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi S.K. (tengah) saat diskusi terbuka di Jakarta. Foto: MI/Adam Dwi.

RUU Penyiaran Konsep Single Mux Dikhawatirkan Menciptakan Monopoli

Antara • 26 September 2017 09:50
medcom.id, Jakarta: Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi S. K. menolak konsep single mux dalam Rancangan Undang-Undang Penyiaran. Pasalnya, konsep ini berpotensi menciptakan praktik monopoli.
 
"Bisa dilihat bahwa konsep yang sarat dengan praktik monopoli itu jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, sekalipun hal tersebut dilakukan oleh lembaga yang dimiliki oleh pemerintah," kata Ishadi dalam keterangan pers, Senin 25 September 2017.
 
Dalam konsep single mux, frekuensi siaran dan infrastruktur dikuasai satu operator, Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI). Konsep ini dianggap menunjukkan keberadaan posisi dominan atau otoritas tunggal pemerintah yang berpotensi disalahgunakan untuk membatasi industri penyiaran.

Ishadi menegaskan, konsep single mux bukan solusi dalam migrasi TV analog ke digital. Hal ini akan berdampak kepada LPS eksisting yang akan menghadapi ketidakpastian akibat frekuensi dikelola satu pihak. 
 
Konsep ini juga bisa menyebabkan pemborosan investasi infrastruktur yang sudah dibangun. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja karyawan stasiun televisi yang selama ini mengelola infrastruktur transmisi.
 
Saat ini konsep single mux operator hanya diterapkan dua negara anggota International Telecommunication Union (ITU), yaitu Jerman dan Malaysia. Di sana, market share TV FTA (televisi terrestrial tidak berbayar) hanya 10 persen dan 30 persen, sisanya didominasi TV kabel dan DTH. Sebaliknya, di Indonesia, market share TV FTA sebesar 90 persen dan 10 persen sisanya TV Kabel.
 
Ia menilai konsep, single mux yang dipakai Malaysia menimbulkan masalah. Tingkat layanannya rendah dan harga tidak kompetitif sehingga para stasiun televisi, termasuk yang dimiliki pemerintah, tidak mau membayar biaya sewa kanal. "Dan ini tidak sehat bagi industri penyiaran," kata Ishadi.
 
ATVSI mengatakan sudah menggelar road show pada sejumlah partai politik untuk menjelaskan usulan alternatif mereka. Mereka menegaskan pentingnya pelayanan kepada masyarakat baik secara teknis dan konten program terus ditingkatkan dan diperbaiki. 
 
Ishadi menambahkan, pemerintah dan DPR harus menetapkan bisnis model migrasi digital yang tepat. Dengan begitu, industri penyiaran yang sehat, kuat, dan memiliki daya saing di kancah internasional dapat diciptakan.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan