medcom.id, Jakarta: Dalam mendukung pembangunan sektor pariwisata, Kementerian Koordinator (Kemenko) Maritim dan Sumber Daya bekerja sama dengan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) telah meluncurkan Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS) pada November 2015. Gerakan tersebut sebagai bentuk perwujudan revolusi mental yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi).
GBBS fokus pada 10 daerah destinasi wisata Indonesia. Namun sebagai langkah awal, GBBS diprioritaskan pada lima Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa tengah, Sumatera Utara, dan Maluku Utara.
Dalam kaitannya dengan pariwisata, persoalan sampah mejadi perhatian. Keberadaan sampah menjadi topik utama dalam negeri ini. Terlebih, berdasarkan hasil penelitian Jenna Jambeck, seorang profesor teknik lingkungan di University of Georgia, yang dilakukan pada 2015, Indonesia berada di peringkat dua dunia sebagai penghasil sampah plastik ke laut dengan jumlah 187,2 juta ton. Jika hal itu tidak segera diatasi, maka akan sangat kontradiktif dengan upaya Indonesia mempromosikan berbagai potensi pariwisata, khususnya pariwisata kemaritiman.
Selain persoalan sampah, keramahan masyarakat Indonesia perlu dijaga dan dilestarikan untuk mendukung pariwisata nasional. Oleh karena itu, GBBS dapat mendukung sektor pariwisata untuk meningkatkan devisa negara.
Dalam pelaksanaan GBBS, Kemenko Kemaritiman mengharapkan peran partisipasi aktif kaum perempuan, khususnya organisasi PKK, Dharma Wanita, Dharma Pertiwi, Bhayangkara dan istri lima kepala daerah yang menjadi fokus utama GBBS.
Guna mendukung gerakan tersebut, istri Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Devi Boru Panjaitan, mengundang Dharma wanita, PKK, Bhayangkari, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perhubungan, NTB, NTT, Jawa tengah, Sumatera Utara, Maluku Utara, untuk menyatukan kekuatan.
Devi Boru Panjaitan (Foto:Metrotvnews.com/Anggitondi Martaon)
Hal itu dilakukan untuk mengajak seluruh pihak untuk aktif menggerakkan GBBS secara masif pada setiap kelompoknya. "Sebetulnya pemikiran pertama ya menggerakkan dahulu, bahwa mereka pemimpin di daerah masing-masing dan lembaga masing-masing. Ayo dong, sama-sama kita bergerak," kata Devi, saat ditemui di Perumahan Dinas Menko Kemaritiman, Jalan Widia Chandra V nomor 24, Jakarta, Jumat, 7 Oktober 2016.
Dalam menggerakkan GBBS, Devi menegaskan, tidak perlu membentuk satuan tugas (satgas). Alasannya akan sangat merumitkan. “Kita berharap jangan jadi Satgas, karena birokrasi lagi, itu enggak akan jalan. Satgas juga pasti berkaitan dengan anggaran," ucapnya.
Devi lebih setuju jika gerakan ini dilakukan dengan mengajak pihak yang memiliki pengaruh di daerah dan kelompok negeri ini untuk menjadi motor penggerak GBBS. Dengan begitu, masyarakat dan anggota kelompok yang diajak untuk menyukseskan GBBS akan termotivasi ikut melakukan hal yang sama.
"Harus ada social pressure. Saya harap, ibu-ibu (istri kepala daerah) ini membuat social pressure. Memang akhirnya ada teladan dalam suatu kelompok," kata dia.
Dengan begitu, impian dibuatnya GBBS untuk kebaikan bersama terwujud, seperti perbaikan ekonomi dan lain sebagainya. "Memang demikian. Misal kampung bersih yang ada di Bali. Di sana, pariwisata meningkat, ekonomi masyarakat sekitar juga meningkat, saling berkaitan," ucap Devi.
Menurut Devi, keterlibatan pihak-pihak tersebut sangat penting dan dibutuhkan untuk membangun generasi masa depan bangsa yang berbudaya bersih dan senyum. "Biar pun kecil yang kita lakukan, tapi kalau kecil lama kelamaan bisa menjadi besar," kata Devi.
medcom.id, Jakarta: Dalam mendukung pembangunan sektor pariwisata, Kementerian Koordinator (Kemenko) Maritim dan Sumber Daya bekerja sama dengan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) telah meluncurkan Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS) pada November 2015. Gerakan tersebut sebagai bentuk perwujudan revolusi mental yang digagas Presiden Joko Widodo (Jokowi).
GBBS fokus pada 10 daerah destinasi wisata Indonesia. Namun sebagai langkah awal, GBBS diprioritaskan pada lima Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN), yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa tengah, Sumatera Utara, dan Maluku Utara.
Dalam kaitannya dengan pariwisata, persoalan sampah mejadi perhatian. Keberadaan sampah menjadi topik utama dalam negeri ini. Terlebih, berdasarkan hasil penelitian Jenna Jambeck, seorang profesor teknik lingkungan di University of Georgia, yang dilakukan pada 2015, Indonesia berada di peringkat dua dunia sebagai penghasil sampah plastik ke laut dengan jumlah 187,2 juta ton. Jika hal itu tidak segera diatasi, maka akan sangat kontradiktif dengan upaya Indonesia mempromosikan berbagai potensi pariwisata, khususnya pariwisata kemaritiman.
Selain persoalan sampah, keramahan masyarakat Indonesia perlu dijaga dan dilestarikan untuk mendukung pariwisata nasional. Oleh karena itu, GBBS dapat mendukung sektor pariwisata untuk meningkatkan devisa negara.
Dalam pelaksanaan GBBS, Kemenko Kemaritiman mengharapkan peran partisipasi aktif kaum perempuan, khususnya organisasi PKK, Dharma Wanita, Dharma Pertiwi, Bhayangkara dan istri lima kepala daerah yang menjadi fokus utama GBBS.
Guna mendukung gerakan tersebut, istri Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Devi Boru Panjaitan, mengundang Dharma wanita, PKK, Bhayangkari, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perhubungan, NTB, NTT, Jawa tengah, Sumatera Utara, Maluku Utara, untuk menyatukan kekuatan.
Devi Boru Panjaitan (Foto:Metrotvnews.com/Anggitondi Martaon)
Hal itu dilakukan untuk mengajak seluruh pihak untuk aktif menggerakkan GBBS secara masif pada setiap kelompoknya. "Sebetulnya pemikiran pertama ya menggerakkan dahulu, bahwa mereka pemimpin di daerah masing-masing dan lembaga masing-masing. Ayo dong, sama-sama kita bergerak," kata Devi, saat ditemui di Perumahan Dinas Menko Kemaritiman, Jalan Widia Chandra V nomor 24, Jakarta, Jumat, 7 Oktober 2016.
Dalam menggerakkan GBBS, Devi menegaskan, tidak perlu membentuk satuan tugas (satgas). Alasannya akan sangat merumitkan. “Kita berharap jangan jadi Satgas, karena birokrasi lagi, itu enggak akan jalan. Satgas juga pasti berkaitan dengan anggaran," ucapnya.
Devi lebih setuju jika gerakan ini dilakukan dengan mengajak pihak yang memiliki pengaruh di daerah dan kelompok negeri ini untuk menjadi motor penggerak GBBS. Dengan begitu, masyarakat dan anggota kelompok yang diajak untuk menyukseskan GBBS akan termotivasi ikut melakukan hal yang sama.
"Harus ada
social pressure. Saya harap, ibu-ibu (istri kepala daerah) ini membuat
social pressure. Memang akhirnya ada teladan dalam suatu kelompok," kata dia.
Dengan begitu, impian dibuatnya GBBS untuk kebaikan bersama terwujud, seperti perbaikan ekonomi dan lain sebagainya. "Memang demikian. Misal kampung bersih yang ada di Bali. Di sana, pariwisata meningkat, ekonomi masyarakat sekitar juga meningkat, saling berkaitan," ucap Devi.
Menurut Devi, keterlibatan pihak-pihak tersebut sangat penting dan dibutuhkan untuk membangun generasi masa depan bangsa yang berbudaya bersih dan senyum. "Biar pun kecil yang kita lakukan, tapi kalau kecil lama kelamaan bisa menjadi besar," kata Devi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(ROS)