Jakarta: Komisi Nasional (Komnas) Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) mengaku kesulitan menentukan kematian Trio Fauqi Firdaus. Sebab, pria yang diduga meninggal karena Vaksin AstraZeneca itu tak memilki data medis usai divaksin.
"Enggak pernah diperiksa dokter, datang sudah meninggal. Enggak ada (hasil) lab, enggak ada rontgen, enggak ada CT (computed tomography) scan kepala," kata Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 20 Mei 2021.
Dia menyebutkan penentuan kematian akibat vaksin harus melalui pemeriksaan medis. Sehingga, dapat melihat respons tubuh setelah vaksinasi.
"Jadi sulit menyatakan ini terkait vaksinasi," ungkap dia.
Di sisi lain, dia juga tak bisa memastikan meninggalkannya Trio bukan akibat Vaksin Astrazeneca. Sebab, penggunaan vaksin ini mengalami beberapa masalah di sejumlah negara, salah satunya penggumpalan darah atau blood clot.
Hindra menyebutkan penggumpalan darah biasanya terjadi di susunan syaraf pusat di otak, paru-paru, perut, dan tungkai.
Baca: BPOM dan Komnas KIPI Masih Selidiki Sebab-Akibat Penggunaan AstraZeneca
"Anak ini enggak ngeluh tentang tungkai enggak sakit, perut enggak sesak. Jadi mungkin di otak," sebut dia.
Selain itu, rata-rata temuan penggumpalan darah yang dialami penerima Vaksin Astrazeneca di Eropa dan Britania Raya terjadi setelah tiga hingga 14 hari. Sedangkan, Trio mengalami gangguan beberapa saat setelah divaksinasi.
"Jadi juga enggak cocok," ujar dia.
Komnas KIPI pun merekomendasikan dilakukan autopsi. Keluarga sudah menyetujui langkah tersebut.
"Mudah-mudahan untuk dilakukan autopsi memberikan jawaban," ujar Hindra.
Vaksin untuk Indonesia
Dalam upaya mendukung vaksinasi di Tanah Air, Media Group bersama Slank menggelorakan kampanye sosial bertajuk "Vaksin untuk Indonesia". Kampanye ini adalah upaya untuk bersama-sama bangkit dari pandemi dan memupuk optimisme menuju normal baru dengan terus menjaga kesehatan fisik dan mental. Vaksin dalam tajuk ini bukan saja berarti "obat" atau "anti-virus", tetapi juga upaya untuk menguatkan kembali mental dan spirit kita di tengah kesulitan akibat pandemi.
"Slank dan Media Group bikin gerakan yang bertema 'Vaksin untuk Indonesia'. Berharap lewat musik dan dialog, acara ini bisa menyemangati dampak pandemi yang mengenai kehidupan kita, supaya tetap semangat. Kita hibur supaya senang, supaya imun kita naik juga. Mengajak masyarakat untuk jangan takut untuk divaksin. Ini salah satu solusi untuk lepas dari pandemi," terang drummer Slank, Bimo Setiawan Almachzumi alias Bimbim.
Program "Vaksin untuk Indonesia" tayang di Metro TV setiap hari Jumat, pukul 20:05 WIB. Dalam tayangan ini, Slank bukan saja menyuguhkan musik semata, tetapi juga menampilkan perjalanan ke sejumlah tempat dan berinteraksi dengan masyarakat dari berbagai latar belakang sosial.
Jakarta: Komisi Nasional (Komnas) Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) mengaku kesulitan menentukan kematian Trio Fauqi Firdaus. Sebab, pria yang diduga meninggal karena Vaksin AstraZeneca itu tak memilki data medis usai
divaksin.
"Enggak pernah diperiksa dokter, datang sudah meninggal. Enggak ada (hasil) lab, enggak ada
rontgen, enggak ada CT (
computed tomography)
scan kepala," kata Ketua Komnas KIPI Hindra Irawan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 20 Mei 2021.
Dia menyebutkan penentuan kematian akibat
vaksin harus melalui pemeriksaan medis. Sehingga, dapat melihat respons tubuh setelah vaksinasi.
"Jadi sulit menyatakan ini terkait vaksinasi," ungkap dia.
Di sisi lain, dia juga tak bisa memastikan meninggalkannya Trio bukan akibat Vaksin
Astrazeneca. Sebab, penggunaan vaksin ini mengalami beberapa masalah di sejumlah negara, salah satunya penggumpalan darah atau
blood clot.
Hindra menyebutkan penggumpalan darah biasanya terjadi di susunan syaraf pusat di otak, paru-paru, perut, dan tungkai.
Baca:
BPOM dan Komnas KIPI Masih Selidiki Sebab-Akibat Penggunaan AstraZeneca
"Anak ini enggak ngeluh tentang tungkai enggak sakit, perut enggak sesak. Jadi mungkin di otak," sebut dia.
Selain itu, rata-rata temuan penggumpalan darah yang dialami penerima Vaksin Astrazeneca di Eropa dan Britania Raya terjadi setelah tiga hingga 14 hari. Sedangkan, Trio mengalami gangguan beberapa saat setelah divaksinasi.
"Jadi juga enggak cocok," ujar dia.
Komnas KIPI pun merekomendasikan dilakukan autopsi. Keluarga sudah menyetujui langkah tersebut.
"Mudah-mudahan untuk dilakukan autopsi memberikan jawaban," ujar Hindra.