Sosok Soe Hok Gie. Foto: Dok. Mapala UI
Sosok Soe Hok Gie. Foto: Dok. Mapala UI

Kisah Gunung Semeru dan Soe Hok Gie

Cindy • 06 Desember 2021 11:44
Jakarta: Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa tangguh pada era Presiden Soekarno dan Soeharto,  menghembuskan napas terakhirnya di Gunung Semeru, Jawa Timur. Ia meninggal 52 tahun lalu, tepatnya pada 16 Desember 1969. 
 
Soe Hok Gie disebut meninggal karena menghirup gas beracun jelang hari ulang tahunnya yang ke-27. Sebelum mengembuskan napas terakhirnya, Soe Hok Gie sempat menulis di buku catatannya dengan judul "Catatan Seorang Demonstran". Catatan itu seolah-olah mengisyaratkan dirinya akan mati muda.
 
"Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan. Kedua, dilahirkan tetapi mati muda. Dan yang tersial adalah mati di umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda," tulis Soe Hok Gie dalam Catatan Seorang Demonstran, dikutip Senin, 6 Desember 2021. 

Soe Hok Gie dan Gunung Semeru

Soe Hok Gie berangkat bersama rekan-rekan sejawatnya menuju Gunung Semeru pada 12 Desember 1969. Tim pendaki gunung itu terdiri dari Aristides, Herman Onesimus Lantang, Abdurrachman, Anton Wijana, Rudy Badil, Idhan Dhanvantari Lubis, dan Freddy Lodewijk Lasut. 

Pendakian kali ini amat spesial bagi Gie karena dia akan merayakan ulang tahun ke-27 pada 17 Desember. Ia dan rombongannya melewatkan dua malam untuk sampai di desa terakhir di lereng Semeru. Setelah itu, tim mulai mendaki berbekalkan buku terbitan Belanda tentang Panduan Naik Semeru (1930). 
 
Namun, mereka memilih jalur yang tidak umum. Biasanya penduduk menggunakan rute Desa Ranupane dengan jalur landai. Tapi, tim mendaki melalui Kali Amprong mengikuti pematang Gunung Ayek-Ayek, sampai turun ke arah Oro-Oro Ombo. 
 
Sesampainya di Arcopodo, rombongan Soe Hok Gie membentangkan ponco (jas hujan dari militer) sebagai tempat perlindungan untuk meninggalkan tas serta tenda. Mereka kemudian lanjut mendaki puncak Mahameru. 
 
Rombongan kala itu dibagi dua kelompok. Aristides, Gie, Rudy Badil, Maman, Wiwiek, dan Freddy. Sedangkan, Herman Lantang bersama Idhan. Di tengah perjalanan,tiba-tiba Maman mulai meracau. Sehingga, Aristides dan Freddy membawa Maman turun kembali ke Ranu Kumbolo.
 
Baca: Ternyata ini 2 Penyebab Erupsi Gunung Semeru
 

Hirup gas beracun

Puncak Mahameru. Foto dailyvoyagers
Puncak Mahameru. Foto: dailyvoyagers.
 
Hok Gie sampai di Puncak Mahameru jelang sore. Dia memutuskan untuk duduk menunggu Herman dan Idhan yang tertinggal di belakang. 
 
Herman dan Idhan akhirnya sampai di Puncak Mahameru. Sesampainya di sana, Idhan ikut duduk bersama Gie, tapi Herman tetap berdiri.
 
Menurut Herman, Hok Gie dan Idhan menghirup gas beracun saat berada dalam kondisi duduk. Keduanya sudah dalam kondisi sangat lepas, bahkan menggelepar. 
 
"Pertama kali saya mendengar kabar kematian Soe Hok Gie di Gunung Semeru adalah saat Herman Lantang teriak-teriak ' Hok Gie mati! Hok Gie mati!," kata Anton Wiyana saat menjadi narasumber acara Kick Andy pada 2010. 
 
Evakuasi jenazah Gie dan Idhan, beserta rombongan memerlukan waktu yang cukup panjang. Mereka dievakuasi dengan pesawat Hercules TNI Angkatan Udara ke Jakarta pada 24 Desember 1967. Gie dan Idhan kemudian dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo, Jakarta Selatan. 
 
Baca: 5 Tempat Misterius di Gunung Semeru, Angker atau Mitos?

Profil Soe Hok Gie

Soe Hok Gie lahir di Jakarta, 17 Desember 1942. Dia merupakan mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusna Sejarah 1962-1969. Soe Hok Gie dikenal sebagai pemuda yang lantang menolak pemerintahan otoriter. 
 
Pemikiran Soe Hok Gie kala itu tertuang dalam tulisan-tulisannya yang tersebar luas di media massa, seperti Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Soe Hok Gie juga menuangkan gagasannya ke dalam buku, catatan harian, maupun puisi. Buah pikirnya mempengaruhi sikap mahasiswa Indonesia dan kelompok kritis.
 
Soe Hok Gie memandang pemerintahan Orde Lama di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno tidak memedulikan penderitaan rakyat. Sikap kritis Soe Hok Gie juga meningkat saat masuk Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. 
 
Soe Hok Gie bicara tentang ketidakadilan, kemunafikan, rasa cintanya terhadap negara, serta memprotes kerusakan sumber daya alam dan lingkungan di Indonesia. Soe Hok Gie dikenang bukan saja karena kegiatan politik, tapi juga idealisme kemanusiaan, serta kecintaannya terhadap Indonesia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CIN)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan