medcom.id, Jakarta: Pemerintah mengaku memiliki beberapa opsi dalam upaya pembebasan tujuh warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Pemerintah tak ingin buru-buru mengambil sikap untuk menurunkan tentara.
"Pertama, meminta Pemerintah Filipina untuk menanganinya sama seperti dulu," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (1/7/2016).
Jika proses yang diupayakan Filipina tak kunjung membuahkan hasil, Pemerintah Indonesia akan kembali berkoordinasi. Indonesia memiliki kesepakatan dengan Filipina dan Malaysia dalam penanganan aksi perompakan dan penyanderaan di wilayah laut.
Opsi terakhir, lajut JK, adalah menerjunkan militer. "Sesuai dengan persetujuan Pemerintah Filipina tentunya," katanya.
Penjaga pantai Filipina di Mindanao -- AFP/Dennis Jay Santos.
JK menegaskan, Indonesia tak akan melakukan negosiasi dalam bentuk lain untuk membebaskan sandera, seperti membayar uang tebusan. Saat ini, pemerintah masih menunggu hasil dari operasi militer ataupun negosiasi yang dilakukan Filipina.
"Sekarang masih minta Pemerintah Filipina untuk selesaikan itu," kata pria asal Makassar itu.
(Baca: Menlu Bahas Upaya Pembebasan Sandera WNI dengan Menlu Filipina)
Tujuh WNI anak buah kapal (ABK) TB Charles dibajak dalam perjalanan dari Philipina Cagayan De Oro Port menuju Samarinda pada 20 Juni 2016. Ada dua penyanderaan yang terjadi secara terpisah.
Pada awalnya, pembajak menculik tiga orang ABK, yaitu Fery Arifin (nahkoda), Muh. Mahbrur Dahri, dan Edy Suryono. Seluruh alat komunikasi di kapal turut dirampas.
Kapal kemudian dilepas dan melanjutkan perjalanan dengan sisa ABK 10 orang. Namun, Kapal TB Charles kembali dibajak oleh kelompok lain dengan menggunakan tiga perahu yang beranggotakan 8-10 orang. Mereka menculik empat orang ABK, yaitu Ismail, Robin Piter, Muhammad Nasir, dan Muhamad sofyan.
Pemerintah Filipina telah memberikan izin kepada militer Indonesia untuk masuk ke wilayah mereka dan mengambil peran dalam pembebasan tujuh WNI. Namun, Pemerintah Indonesia masih mengedepankan negosiasi sebagai upaya pembebasan.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu didampingi Panglima TNI Jenderal Gatoto Nurmantyo saat rapat kerja dengan Komisi I DPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta -- MI/Susanto
Saat ini, pemerintah telah mengetahui lokasi keberadaan WNI yang disandera. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, mereka semula ditawan di pegunungan utara Pulau Sulu. Namun, penyandera kemudian menyeret mereka ke Panadao.
(Baca: Keberadaan Tujuh ABK Indonesia Telah Diketahui)
Intelijen pun disebar. Ryamizard menjamin akan memberikan informasi terbaru jika sandera kembali dipindahkan oleh penyandera.
Sementara itu, militer Filipina telah mengepung titik lokasi penyanderaan. Ribuan tentara Filipina dikerahkan untuk menyelamatkan tujuh WNI yang ditawan tersebut.
medcom.id, Jakarta: Pemerintah mengaku memiliki beberapa opsi dalam upaya pembebasan tujuh warga negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Pemerintah tak ingin buru-buru mengambil sikap untuk menurunkan tentara.
"Pertama, meminta Pemerintah Filipina untuk menanganinya sama seperti dulu," kata Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (1/7/2016).
Jika proses yang diupayakan Filipina tak kunjung membuahkan hasil, Pemerintah Indonesia akan kembali berkoordinasi. Indonesia memiliki kesepakatan dengan Filipina dan Malaysia dalam penanganan aksi perompakan dan penyanderaan di wilayah laut.
Opsi terakhir, lajut JK, adalah menerjunkan militer. "Sesuai dengan persetujuan Pemerintah Filipina tentunya," katanya.
Penjaga pantai Filipina di Mindanao -- AFP/Dennis Jay Santos.
JK menegaskan, Indonesia tak akan melakukan negosiasi dalam bentuk lain untuk membebaskan sandera, seperti membayar uang tebusan. Saat ini, pemerintah masih menunggu hasil dari operasi militer ataupun negosiasi yang dilakukan Filipina.
"Sekarang masih minta Pemerintah Filipina untuk selesaikan itu," kata pria asal Makassar itu.
(Baca: Menlu Bahas Upaya Pembebasan Sandera WNI dengan Menlu Filipina)
Tujuh WNI anak buah kapal (ABK) TB Charles dibajak dalam perjalanan dari Philipina Cagayan De Oro Port menuju Samarinda pada 20 Juni 2016. Ada dua penyanderaan yang terjadi secara terpisah.
Pada awalnya, pembajak menculik tiga orang ABK, yaitu Fery Arifin (nahkoda), Muh. Mahbrur Dahri, dan Edy Suryono. Seluruh alat komunikasi di kapal turut dirampas.
Kapal kemudian dilepas dan melanjutkan perjalanan dengan sisa ABK 10 orang. Namun, Kapal TB Charles kembali dibajak oleh kelompok lain dengan menggunakan tiga perahu yang beranggotakan 8-10 orang. Mereka menculik empat orang ABK, yaitu Ismail, Robin Piter, Muhammad Nasir, dan Muhamad sofyan.
Pemerintah Filipina telah memberikan izin kepada militer Indonesia untuk masuk ke wilayah mereka dan mengambil peran dalam pembebasan tujuh WNI. Namun, Pemerintah Indonesia masih mengedepankan negosiasi sebagai upaya pembebasan.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu didampingi Panglima TNI Jenderal Gatoto Nurmantyo saat rapat kerja dengan Komisi I DPR di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta -- MI/Susanto
Saat ini, pemerintah telah mengetahui lokasi keberadaan WNI yang disandera. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, mereka semula ditawan di pegunungan utara Pulau Sulu. Namun, penyandera kemudian menyeret mereka ke Panadao.
(Baca: Keberadaan Tujuh ABK Indonesia Telah Diketahui)
Intelijen pun disebar. Ryamizard menjamin akan memberikan informasi terbaru jika sandera kembali dipindahkan oleh penyandera.
Sementara itu, militer Filipina telah mengepung titik lokasi penyanderaan. Ribuan tentara Filipina dikerahkan untuk menyelamatkan tujuh WNI yang ditawan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)