Jakarta: A'ak Abdullah al-Kudus, bapak dari empat orang ini adalah pendiri organisasi konservasi alam, Laskar Hijau. Organisasi ini didirikan bersama warga sekitar tempat tinggalnya dengan semangat gotong royong dan sukarela.
"Didirikan tahun 2005, dengan prinsip swadaya. Kami mengandalkan bantuan keikhlasan relawan. Kami juga memulung sampah daur ulang untuk menjadi pengganti polybag dan memulung biji-jijian untuk disemai," papar A'ak pada acara Curah Pendapat Implementasi Revolusi Mental yang diselenggarakan oleh Kemenko PMK, Sabtu 4 Agustus 2018.
Laskar Hijau merupakan organisasi relawan penghijauan yang berjuang untuk mengembalikan lingkungan yang rusak, kembali menjadi ekosistem alami, melalui gerakan penghijauan dengan konsep hutan setaman.
Inisiatif untuk menanam dan membentuk Laskar Hijau, lanjutnya, tercetus karena kondisi debit air di Ranu Klakah mulai berkurang akibat pembalakan liar (illegal logging) dari tahun 1998 hingga 2002 di hutan lindung sekitar Gunung Lemongan. "Dulu sekali di sekitar gunung Lemongan ada puluhan sumber mata air. Lalu pasca pembalakan di tahun 1998 jadi berkurang," tambahnya.
Saat ini, Laskar Hijau masih berfokus melakukan konservasi di Gunung Lemongan. "api kita tidak bisa menolak permintaan dari berbagai daerah seperti Banyuwangi, Probolinggo, Malang dan Sumenep untuk menjadi bagian dari laskar untuk daerah mereka,”
Pengagum Gus Dur ini melanjutkan ceritanya bahwa saat ini konservasi Laskar Hijau masih fokus di Gunung Lemongan, Jawa Timur. "Tapi kita tidak bisa menolak permintaan dari berbagai daerah seperti Banyuwangi, Probolinggo, Malang dan Sumenep untuk menjadi bagian dari laskar untuk daerah mereka," ucapnya.
Dari organisasi ini, dirinya juga ingin membangun semangat revolusi mental, yaitu etos kerja dan gotong royong. "Kami bergotong royong untuk membuat Indonesia menjadi lebih bersih dan lebih hijau. Gotong royong bagi kami adalah nilai kearifan lokal yang perlu terus tersosialisasi dan terpraktikkan agar tidak tergerus oleh perubahan zaman," imbuh pria kelahiran Lumajang, 12 Oktober 1974 ini.
Dia juga mengajak masyarakat agar meningkatkan kesadaran untuk selalu berubah lebih baik tiap hari. "Terutama sebelum memulai aktivitas di pagi hari, Mari peduli lingkungan, dimulai dari hal yang sederhana, kontrol diri untuk tak membuang sampah sembarangan," ucapnya.
Jakarta: A'ak Abdullah al-Kudus, bapak dari empat orang ini adalah pendiri organisasi konservasi alam, Laskar Hijau. Organisasi ini didirikan bersama warga sekitar tempat tinggalnya dengan semangat gotong royong dan sukarela.
"Didirikan tahun 2005, dengan prinsip swadaya. Kami mengandalkan bantuan keikhlasan relawan. Kami juga memulung sampah daur ulang untuk menjadi pengganti polybag dan memulung biji-jijian untuk disemai," papar A'ak pada acara Curah Pendapat Implementasi Revolusi Mental yang diselenggarakan oleh Kemenko PMK, Sabtu 4 Agustus 2018.
Laskar Hijau merupakan organisasi relawan penghijauan yang berjuang untuk mengembalikan lingkungan yang rusak, kembali menjadi ekosistem alami, melalui gerakan penghijauan dengan konsep hutan setaman.
Inisiatif untuk menanam dan membentuk Laskar Hijau, lanjutnya, tercetus karena kondisi debit air di Ranu Klakah mulai berkurang akibat pembalakan liar (illegal logging) dari tahun 1998 hingga 2002 di hutan lindung sekitar Gunung Lemongan. "Dulu sekali di sekitar gunung Lemongan ada puluhan sumber mata air. Lalu pasca pembalakan di tahun 1998 jadi berkurang," tambahnya.
Saat ini, Laskar Hijau masih berfokus melakukan konservasi di Gunung Lemongan. "api kita tidak bisa menolak permintaan dari berbagai daerah seperti Banyuwangi, Probolinggo, Malang dan Sumenep untuk menjadi bagian dari laskar untuk daerah mereka,”
Pengagum Gus Dur ini melanjutkan ceritanya bahwa saat ini konservasi Laskar Hijau masih fokus di Gunung Lemongan, Jawa Timur. "Tapi kita tidak bisa menolak permintaan dari berbagai daerah seperti Banyuwangi, Probolinggo, Malang dan Sumenep untuk menjadi bagian dari laskar untuk daerah mereka," ucapnya.
Dari organisasi ini, dirinya juga ingin membangun semangat revolusi mental, yaitu etos kerja dan gotong royong. "Kami bergotong royong untuk membuat Indonesia menjadi lebih bersih dan lebih hijau. Gotong royong bagi kami adalah nilai kearifan lokal yang perlu terus tersosialisasi dan terpraktikkan agar tidak tergerus oleh perubahan zaman," imbuh pria kelahiran Lumajang, 12 Oktober 1974 ini.
Dia juga mengajak masyarakat agar meningkatkan kesadaran untuk selalu berubah lebih baik tiap hari. "Terutama sebelum memulai aktivitas di pagi hari, Mari peduli lingkungan, dimulai dari hal yang sederhana, kontrol diri untuk tak membuang sampah sembarangan," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ROS)