medcom.id, Jakarta: Kementerian Perhubungan mengumumkan Revisi Permen No. 26 Tahun 2017, tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Sejumlah pemangku kepentingan menanggapi permen secara beragam.
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO), Christiansen mengapresiasi revisi Permen No. 26/2017. Ia mengatakan ada beberapa poin yang patut diapresiasi dari peraturan baru dalam permen pasca-putusan MA. Salah satunya soal kewajiban asuransi yang diberatkan kepada perusahaan aplikator.
"Kami sangat mendukung untuk penerapan asuransi. Karena selama ini kan perlindungan kepada para driver juga termasuk kepada penumpang itu kan nyaris tidak ada," ujar Christiansen di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Kamis 19 Oktober 2017.
Selain soal asuransi, ADO juga mengapresiasi aturan dalam Permen No. 26/2017 yang mengatur soal kuota atau perencanaan kebutuhan angkutan. Dalam permen versi revisi itu, diatur kuota dan wilayah operasional taksi online.
Kuota atau perencanaan kebutuhan angkutan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Kepala Badan Pengelola Transportasi, ataupun Kepala Daerah setempat.
"Kalau soal kuota kami sampaikan selalu setuju. Dari mulai revisi PM No. 32 kami selalu sampaikan. Waktu itu driver belum sebanyak sekarang. Ini kan jadi dilema juga. Tapi pemerintah harus mengatur soal kuota, hanya saja apa yang sudah ada sekarang jangan dihilangkan," pungkas Christiansen.
Lebih lanjut lagi, Christiansen menilai melalui aturan ini, pemerintah berusaha menghadirkan regulasi yang terbaik untuk kedua sisi baik untuk konvensional maupun online.
"Walaupun tidak semua bisa dipuaskan. Tapi intinya ada sebuah aturan untuk mendorong iklim usaha yang sehat," ujar dia.
Baca: Putusan MA Bikin Biaya Taksi Online Kembali Murah
Senada dengan ADO, Head of Public Affairs PT Grab Indonesia, Tri Sukma sebagai perwakilan dari penyedia jasa layanan taksi online menerima aturan-aturan dalam PM ini. Meski begitu, ia tidak memungkiri ada beberapa aturan yang dirasa memberatkan. Salah satunya soal penentuan tarif batas bawah dan atas.
"Ya ada yang meringankan, ada juga yang memberatkan. Soal tarif memang agak sedikit menghalangi kami untuk berkompetisi, tapi pada intinya Permen No. 26/ini sangat penting karena menjadi payung hukum bagi perusahaan seperti Grab untuk berokompetisi. Kalau pemerintah sudah menetapkan, berarti mengikat semuanya," ujar Tri.
Sementara itu, Sekjen Dewan Pengurus Pusat Organda, Ateng Aryono menilai draf revisi PM No. 26 tahun 2017 tersebut tidak jauh berbeda dengan draf PM sebelumnya yang beberapa pasalnya dianulir MA.
"Saya lihat aturan ini sama saja, tidak ada aturan tegas dari Kemkominfo, padahal kuncinya ada di sana," ujar Ateng.
Baca: Kewajiban Perusahaan Aplikasi Taksi Online versi Revisi PM No. 26 Tahun 2017
Menurut Ateng, draf revisi tersebut belum menjamin perusahaan aplikasi tidak akan melakukan rekrutmen pengemudi secara perorangan. Apalagi belum ada sanksi yang jelas bagi para perusahaan aplikasi yang terbukti melanggar aturan-aturan tersebut.
Meski begitu, secara umum ia tetap mengapresiasi usaha pemerintah untuk menghadirkan aturan yang adil bagi kedua belah pihak.
"Kami harap para aplikasi ini juga patuh hukum jangan nanti pengusahanya patuh hukum, tapi perusahaan aplikasi tetap melakukan rekrutmen. Penyedia jasa aplikasi juga sangat menentukan," ujar Ateng.
medcom.id, Jakarta: Kementerian Perhubungan mengumumkan Revisi Permen No. 26 Tahun 2017, tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Sejumlah pemangku kepentingan menanggapi permen secara beragam.
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO), Christiansen mengapresiasi revisi Permen No. 26/2017. Ia mengatakan ada beberapa poin yang patut diapresiasi dari peraturan baru dalam permen pasca-putusan MA. Salah satunya soal kewajiban asuransi yang diberatkan kepada perusahaan aplikator.
"Kami sangat mendukung untuk penerapan asuransi. Karena selama ini kan perlindungan kepada para driver juga termasuk kepada penumpang itu kan nyaris tidak ada," ujar Christiansen di Kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat, Kamis 19 Oktober 2017.
Selain soal asuransi, ADO juga mengapresiasi aturan dalam Permen No. 26/2017 yang mengatur soal kuota atau perencanaan kebutuhan angkutan. Dalam permen versi revisi itu, diatur kuota dan wilayah operasional taksi online.
Kuota atau perencanaan kebutuhan angkutan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal atau Kepala Badan Pengelola Transportasi, ataupun Kepala Daerah setempat.
"Kalau soal kuota kami sampaikan selalu setuju. Dari mulai revisi PM No. 32 kami selalu sampaikan. Waktu itu driver belum sebanyak sekarang. Ini kan jadi dilema juga. Tapi pemerintah harus mengatur soal kuota, hanya saja apa yang sudah ada sekarang jangan dihilangkan," pungkas Christiansen.
Lebih lanjut lagi, Christiansen menilai melalui aturan ini, pemerintah berusaha menghadirkan regulasi yang terbaik untuk kedua sisi baik untuk konvensional maupun online.
"Walaupun tidak semua bisa dipuaskan. Tapi intinya ada sebuah aturan untuk mendorong iklim usaha yang sehat," ujar dia.
Baca: Putusan MA Bikin Biaya Taksi Online Kembali Murah
Senada dengan ADO, Head of Public Affairs PT Grab Indonesia, Tri Sukma sebagai perwakilan dari penyedia jasa layanan taksi online menerima aturan-aturan dalam PM ini. Meski begitu, ia tidak memungkiri ada beberapa aturan yang dirasa memberatkan. Salah satunya soal penentuan tarif batas bawah dan atas.
"Ya ada yang meringankan, ada juga yang memberatkan. Soal tarif memang agak sedikit menghalangi kami untuk berkompetisi, tapi pada intinya Permen No. 26/ini sangat penting karena menjadi payung hukum bagi perusahaan seperti Grab untuk berokompetisi. Kalau pemerintah sudah menetapkan, berarti mengikat semuanya," ujar Tri.
Sementara itu, Sekjen Dewan Pengurus Pusat Organda, Ateng Aryono menilai draf revisi PM No. 26 tahun 2017 tersebut tidak jauh berbeda dengan draf PM sebelumnya yang beberapa pasalnya dianulir MA.
"Saya lihat aturan ini sama saja, tidak ada aturan tegas dari Kemkominfo, padahal kuncinya ada di sana," ujar Ateng.
Baca: Kewajiban Perusahaan Aplikasi Taksi Online versi Revisi PM No. 26 Tahun 2017
Menurut Ateng, draf revisi tersebut belum menjamin perusahaan aplikasi tidak akan melakukan rekrutmen pengemudi secara perorangan. Apalagi belum ada sanksi yang jelas bagi para perusahaan aplikasi yang terbukti melanggar aturan-aturan tersebut.
Meski begitu, secara umum ia tetap mengapresiasi usaha pemerintah untuk menghadirkan aturan yang adil bagi kedua belah pihak.
"Kami harap para aplikasi ini juga patuh hukum jangan nanti pengusahanya patuh hukum, tapi perusahaan aplikasi tetap melakukan rekrutmen. Penyedia jasa aplikasi juga sangat menentukan," ujar Ateng.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)