Jakarta: Rapat pengesahan APBD DKI Jakarta 2018 banjir interupsi. Anggota DPRD mempertanyakan sejumlah pos anggaran.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan William Yani misalnya. Dia merasa belum mendapat penjelasan terkait Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Dia minta ada penjelasan hitung-hitungan honor yang akan diberikan kepada anggota TGUPP.
"Sampai sekarang tidak bisa dijelaskan bagaimana gaji TGUPP bisa sampai Rp24 juta. Kriterianya apa?" kata William dalam sidang Paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis, 30 November 2017.
Ia juga mengkritisi pemberian dana hibah untuk Himpunan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) DKI Jakarta. Ia menuturkan, sampai rapat badan anggaran terakhir, dia tidak mendapat keterangan yang jelas.
"Lalu juga soal OK Trip. Tolong jelaskan, bagaimana caranya saya berangkat ke kantor hanya dengan Rp5 ribu. Sistemnya seperti apa? Kapan mulainya? Tolong jelaskan," ujar dia.
Lalu soal rumah DP 0%. Ia menanyakan rumah tersebut dibangun dalam bentuk rumah susun, rumah lapis, atau rumah deret. "Apa bedanya rumah susun dengan rumah lapis," tanya dia.
Interupsi juga datang dari anggota fraksi PKB Abdul Aziz. Ia meminta penjelasan pembagian dana hibah kepada ormas, lembaga, serta yayasan lainnya. Ia khawatir pemberian dana hibah hanya berdasarkan suka atau tidak.
"Karena sampai sekarang kami enggak mendapat penjelasan yang rasional," ketus dia.
(Baca juga: Pos Anggaran di RAPBD DKI yang Dipangkas dan Dihapus)
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD DKI Taufiqurrahman mengatakan ada lima hal yang perlu digodok ulang. Pertama, terkait penambahan belanja daerah yang berasal dari optimalisasi pajak daerah.
Ia menilai proyeksi target penerimaan pajak daerah yang direncanakan sebesar Rp83,12 triliun tidak wajar dan terlampau optimistis. Target penerimaan pajak daerah itu meningkat Rpl2,76 triliun atau sebesar 7,82% dari APBD perubahan 2017.
"Ada beberapa target pajak daerah yang meningkat lebih dari 10% yaitu Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) meningkat 15%, pajak hiburan meningkat 12,5%, pajak reklame 27,78%, pajak penerangan jalan 53,3%, dan pajak parkir 37%," kata Taufiqurrahman.
Ia menyampaikan penetapan target pajak yang besar itu sulit direalisasikan di tengah ekonomi yang sedang lesu. Dia juga mengkritisi rencana pengembalian Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) daerah dari PT Jakarta Propertindo tahun 2015.
"Pengembalian PMP daerah PT Jakarta Propertindo tahun 2015 sebesar Rp 650 miliar, itu belum memiliki regulasi untuk dapat dilaksanakan," ungkapnya.
Dia juga meminta Pemprov melakukan pemutihan tunggakan bagi penghuni rusun yang menunggak. Sebab, RAPBD 2018 belum mengakomodasi hal tersebut.
"Lalu, pemutihan tunggakan dan denda bagi 528.912 peserta BPJS Kesehatan kategori peserta, bukan penerima upah (PBPU) kelas 1,2, dan 3. Total tunggakan Rp252,4 miliar belum terakomodasi di RAPBD 2018," tutur dia.
(Baca juga: Anggaran Shelter Kampung Akuarium Membengkak)
Jakarta: Rapat pengesahan APBD DKI Jakarta 2018 banjir interupsi. Anggota DPRD mempertanyakan sejumlah pos anggaran.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan William Yani misalnya. Dia merasa belum mendapat penjelasan terkait Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP). Dia minta ada penjelasan hitung-hitungan honor yang akan diberikan kepada anggota TGUPP.
"Sampai sekarang tidak bisa dijelaskan bagaimana gaji TGUPP bisa sampai Rp24 juta. Kriterianya apa?" kata William dalam sidang Paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis, 30 November 2017.
Ia juga mengkritisi pemberian dana hibah untuk Himpunan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) DKI Jakarta. Ia menuturkan, sampai rapat badan anggaran terakhir, dia tidak mendapat keterangan yang jelas.
"Lalu juga soal OK Trip. Tolong jelaskan, bagaimana caranya saya berangkat ke kantor hanya dengan Rp5 ribu. Sistemnya seperti apa? Kapan mulainya? Tolong jelaskan," ujar dia.
Lalu soal rumah DP 0%. Ia menanyakan rumah tersebut dibangun dalam bentuk rumah susun, rumah lapis, atau rumah deret. "Apa bedanya rumah susun dengan rumah lapis," tanya dia.
Interupsi juga datang dari anggota fraksi PKB Abdul Aziz. Ia meminta penjelasan pembagian dana hibah kepada ormas, lembaga, serta yayasan lainnya. Ia khawatir pemberian dana hibah hanya berdasarkan suka atau tidak.
"Karena sampai sekarang kami enggak mendapat penjelasan yang rasional," ketus dia.
(Baca juga:
Pos Anggaran di RAPBD DKI yang Dipangkas dan Dihapus)
Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD DKI Taufiqurrahman mengatakan ada lima hal yang perlu digodok ulang. Pertama, terkait penambahan belanja daerah yang berasal dari optimalisasi pajak daerah.
Ia menilai proyeksi target penerimaan pajak daerah yang direncanakan sebesar Rp83,12 triliun tidak wajar dan terlampau optimistis. Target penerimaan pajak daerah itu meningkat Rpl2,76 triliun atau sebesar 7,82% dari APBD perubahan 2017.
"Ada beberapa target pajak daerah yang meningkat lebih dari 10% yaitu Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) meningkat 15%, pajak hiburan meningkat 12,5%, pajak reklame 27,78%, pajak penerangan jalan 53,3%, dan pajak parkir 37%," kata Taufiqurrahman.
Ia menyampaikan penetapan target pajak yang besar itu sulit direalisasikan di tengah ekonomi yang sedang lesu. Dia juga mengkritisi rencana pengembalian Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) daerah dari PT Jakarta Propertindo tahun 2015.
"Pengembalian PMP daerah PT Jakarta Propertindo tahun 2015 sebesar Rp 650 miliar, itu belum memiliki regulasi untuk dapat dilaksanakan," ungkapnya.
Dia juga meminta Pemprov melakukan pemutihan tunggakan bagi penghuni rusun yang menunggak. Sebab, RAPBD 2018 belum mengakomodasi hal tersebut.
"Lalu, pemutihan tunggakan dan denda bagi 528.912 peserta BPJS Kesehatan kategori peserta, bukan penerima upah (PBPU) kelas 1,2, dan 3. Total tunggakan Rp252,4 miliar belum terakomodasi di RAPBD 2018," tutur dia.
(Baca juga:
Anggaran Shelter Kampung Akuarium Membengkak)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)