Jakarta: Program angkutan kota satu tarif terintegrasi dengan Transjakarta yang diberi nama
One Karcis One Trip (OK Otrip) mulai diuji coba oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sebagian warga antusias dengan program yang menggunakan sistem pembayaran nontunai itu. Namun, sejumlah penumpang justru mengeluhkan karena pembayaran dengan kartu untuk angkot dinilai rumit.
"Bagi saya malah jadi rumit, kalau saya lupa isi saldo, harus cari ATM dulu untuk naik angkot," ujar Alfian kepada Medcom.id di Halte Transjakarta Kampung Rambutan, Jakarta, Kamis, 18 Januari 2018.
Baca juga: Masyarakat Masih Bingung Program OK Otrip
Linda, seorang penumpang Transjakarta lainnya, mengatakan sistem nontunai sebetulnya lebih praktis. Namun, banyak kalangan belum mengerti dengan sistem pembayaran melalui kartu.
"Penumpang angkot itu biasanya semua kalangan. Dari anak-anak SD sampai ibu-ibu yang pergi ke pasar, biasanya pakai angkot. Mereka kan belum tentu mengerti sistem cashless seperti itu," kata Linda.
Lain halnya dengan Aldo. Ia menilai sistem pembayaran nontunai yang diterapkan OK Otrip justru praktis karena penumpang tidak perlu lagi menyiapkan uang receh atau kebingungan jika uangnya terlalu besar.
"Justru praktis. Jadi penumpang enggak perlu keluarin dompet lagi, tinggal tap (tempelkan). Kalau cash (tunai) kadang sopir angkot tak punya uang kembali, itu malah rumit," jelas Aldo.
Baca juga: Sosialisasi Ok Otrip Masih Minim
Program OK Otrip adalah salah satu janji Anies-Sandi saat kampanye. OK Otrip saat ini mengintegrasikan angkutan umum bus mikro (angkot) dengan bus Transjakarta dalam sekali transaksi pembayaran.
Penumpang harus memiliki kartu khusus OK Otrip yang bisa didapatkan di halte-halte Transjakarta. Kartu OK Otrip dijual dengan harga Rp40 ribu untuk saldo kartu Rp20 ribu.
Tarif yang dikenakan angkutan OK Otrip sebesar Rp3.500 berapa kali pun penumpang berganti moda. Namun, tarif tersebut memiliki durasi waktu selama tiga jam.
Jakarta: Program angkutan kota satu tarif terintegrasi dengan Transjakarta yang diberi nama
One Karcis One Trip (OK Otrip) mulai diuji coba oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sebagian warga antusias dengan program yang menggunakan sistem pembayaran nontunai itu. Namun, sejumlah penumpang justru mengeluhkan karena pembayaran dengan kartu untuk angkot dinilai rumit.
"Bagi saya malah jadi rumit, kalau saya lupa isi saldo, harus cari ATM dulu untuk naik angkot," ujar Alfian kepada Medcom.id di Halte Transjakarta Kampung Rambutan, Jakarta, Kamis, 18 Januari 2018.
Baca juga: Masyarakat Masih Bingung Program OK Otrip
Linda, seorang penumpang Transjakarta lainnya, mengatakan sistem nontunai sebetulnya lebih praktis. Namun, banyak kalangan belum mengerti dengan sistem pembayaran melalui kartu.
"Penumpang angkot itu biasanya semua kalangan. Dari anak-anak SD sampai ibu-ibu yang pergi ke pasar, biasanya pakai angkot. Mereka kan belum tentu mengerti sistem cashless seperti itu," kata Linda.
Lain halnya dengan Aldo. Ia menilai sistem pembayaran nontunai yang diterapkan OK Otrip justru praktis karena penumpang tidak perlu lagi menyiapkan uang receh atau kebingungan jika uangnya terlalu besar.
"Justru praktis. Jadi penumpang enggak perlu keluarin dompet lagi, tinggal tap (tempelkan). Kalau cash (tunai) kadang sopir angkot tak punya uang kembali, itu malah rumit," jelas Aldo.
Baca juga: Sosialisasi Ok Otrip Masih Minim
Program OK Otrip adalah salah satu janji Anies-Sandi saat kampanye. OK Otrip saat ini mengintegrasikan angkutan umum bus mikro (angkot) dengan bus Transjakarta dalam sekali transaksi pembayaran.
Penumpang harus memiliki kartu khusus OK Otrip yang bisa didapatkan di halte-halte Transjakarta. Kartu OK Otrip dijual dengan harga Rp40 ribu untuk saldo kartu Rp20 ribu.
Tarif yang dikenakan angkutan OK Otrip sebesar Rp3.500 berapa kali pun penumpang berganti moda. Namun, tarif tersebut memiliki durasi waktu selama tiga jam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)