Ilustrasi--Taksi online--MI/Galih Pradipta
Ilustrasi--Taksi online--MI/Galih Pradipta

Kebijakan Kuota Taksi Online Diminta Dievaluasi

Akmal Fauzi • 28 April 2017 15:44
medcom.id, Jakarta: Pemerintah diminta mengkaji rencana penetapan pembatasan kuota untuk taksi online. Kebijakan itu tak perlu ada, harus dihapus.
 
"Tidak perlu pakai pembatasan kuota,” kata Deputi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Taufik Ahmad Jumat 28 April 2017.
 
Rencana pembatasan kuota lahir menyusul polemik taksi konvensional dan online. KPPU beranggapan penetapan kuota tak mencerminkan semangat pelayanan terbaik untuk masyarakat. Sebab, inovasi dan layanan terbaik justru dibatasi.

Ikhtiar pemerintah menetapkan kuota adalah demi kenyamanan dan keamanan. Pemerintah akan bisa mengevaluasi pemilik kuota soal kelayakan mengelola kuota tersebut.
 
Baca: Baru 7.752 Taksi Online di Jakarta Uji Kir
 
Hanya, tambah Taufik, sistem itu tidak dijamin langgeng di lapangan. Apalagi, tak ada lembaga independen yang punya otoritas menentukan penetapan kuota.
 
“Regulator itu secara independen bisa melakukan kuantifikasi kebutuhan dengan tepat, sehingga kebutuhan masyarakat terpenuhi,” ujar dia.
 
Menurut Taufik, pembatasan kuota berpotensi mengerek harga. Lamanya waktu tunggu juga menjadi masalah. Semua bisa berujung pada efisiensi waktu perjalanan.
 
"Itu dampak terhadap industri akibat ketidakmampuan regulator mengantisipasi jika ada permintaan yang naik. Jadi kami berharap pembatasan kuota sebaiknya ditiadakan,” kata Taufik.
 
Baca: ICW: Keterbatasan Fasilitas Uji KIR Rawan Pungli
 
Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) telah mengingatkan pembatasan kuota dan uji kelayakan berkala (KIR) taksi online akan memunculkan potensi pungutan liar (pungli) dan praktik percaloan.
 
“Akibat fasilitas uji kir saat ini sangat terbatas dan tidak memadai orang akan mencari jalan pintas, sehingga peluang terjadinya praktik pungli dan suap sangat tinggi,” kata Koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri.
 
Pada 1 April lalu, Menteri Perhubungan menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 tentang Taksi Online. Peraturan ini adalah hasil revisi Peraturan Menteri Nomor 32 Tahun 2016.
 
Pembatasan kuota, kewajiban uji kir, penetapan tarif batas atas, serta kepemilikan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) menjadi beberapa poin yang mengundang polemik hebat di masyarakat. Pemerintah menetapkan masa transisi antara 2-3 bulan untuk menerapkan aturan baru tersebut.
 
Sejumlah kalangan juga menyayangkan pemberlakukan aturan taksi online tersebut. Sebab, aturan ini bertentangan dengan semangat Presiden Joko Widodo yang menginginkan pengembangan industri berbasis teknologi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan