medcom.id, Jakarta: Keterbatasan fasilitas pengujian kendaraan bermotor secara berkala (uji KIR) berpeluang menciptakan pungutan liar (pungli). Sebab, pungli dan suap umumnya terjadi akibat kurangnya fasilitas pelayanan publik dan birokrasi.
"Akibat fasilitas uji KIR saat ini sangat terbatas dan tidak memadai orang akan mencari jalan pintas. Sehingga peluang terjadinya praktik pungli dan suap sangat tinggi,” kata Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri, Kamis 30 Maret 2017.
Diperkirakan ada puluhan ribu kendaraan taksi online belum melakukan uji KIR. Antrean panjang ditambah keterbatasan fasilitas uji KIR berpotensi memunculkan kecurangan di lapangan.
Baca: Menkominfo Siap Blokir Taksi Online yang Langgar Permenhub 32/2016
Salah satu praktik yang sering terjadi adalah pemberian suap kepada petugas. Atau calo untuk mempercepat proses uji kir.
Situasi ini kontradiksi dengan upaya pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengurangi praktik pungli. Padahal, sejak akhir Oktober 2016, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).
Baca: Biaya Uji KIR di Jakarta Paling Murah
Pemerintah harus menyiapkan cara mengantisipasi praktik pungli. Salah satunya dengan menambah fasilitas uji KIR, sekaligus memperbaiki layanan.
Febri menegaskan pemerintah seharusnya memiliki data yang memadai ihwal jumlah fasilitas uji KIR yang harus disiapkan. Keberadaan fasilitas ini harus disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, sehingga akan berbeda jumlahnya di setiap daerah.
Pemerintah juga harus menyiapkan sistem, agar pihak yang berkepentingan tidak melakukan praktik pungli maupun suap.
"Misalnya melalui sistem antrean, sehingga bisa diketahui kapan pemilik kendaraan harus melakukan uji kir,” ungkap Febri.
Namun, seluruh proses tersebut harus dibarengi pengawasan yang ketat, agar tidak terjadi penyelewengan. "Jadi semua dilakukan secara paralel dan sistem yang dibuat tidak dipermainkan,” tegas Febri.
Pemerintah akan memberlakukan revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 tahun 2016. Salah satu butir revisi Permenhub itu disebutkan mengenai kewajiban mobil taksi berbasis aplikasi (online) lolos uji KIR.
Kementerian Perhubungan memberikan masa tenggang tiga bulan untuk menjalankan ketentuan tersebut.
medcom.id, Jakarta: Keterbatasan fasilitas pengujian kendaraan bermotor secara berkala (uji KIR) berpeluang menciptakan pungutan liar (pungli). Sebab, pungli dan suap umumnya terjadi akibat kurangnya fasilitas pelayanan publik dan birokrasi.
"Akibat fasilitas uji KIR saat ini sangat terbatas dan tidak memadai orang akan mencari jalan pintas. Sehingga peluang terjadinya praktik pungli dan suap sangat tinggi,” kata Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri, Kamis 30 Maret 2017.
Diperkirakan ada puluhan ribu kendaraan taksi online belum melakukan uji KIR. Antrean panjang ditambah keterbatasan fasilitas uji KIR berpotensi memunculkan kecurangan di lapangan.
Baca: Menkominfo Siap Blokir Taksi Online yang Langgar Permenhub 32/2016
Salah satu praktik yang sering terjadi adalah pemberian suap kepada petugas. Atau calo untuk mempercepat proses uji kir.
Situasi ini kontradiksi dengan upaya pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengurangi praktik pungli. Padahal, sejak akhir Oktober 2016, pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).
Baca: Biaya Uji KIR di Jakarta Paling Murah
Pemerintah harus menyiapkan cara mengantisipasi praktik pungli. Salah satunya dengan menambah fasilitas uji KIR, sekaligus memperbaiki layanan.
Febri menegaskan pemerintah seharusnya memiliki data yang memadai ihwal jumlah fasilitas uji KIR yang harus disiapkan. Keberadaan fasilitas ini harus disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, sehingga akan berbeda jumlahnya di setiap daerah.
Pemerintah juga harus menyiapkan sistem, agar pihak yang berkepentingan tidak melakukan praktik pungli maupun suap.
"Misalnya melalui sistem antrean, sehingga bisa diketahui kapan pemilik kendaraan harus melakukan uji kir,” ungkap Febri.
Namun, seluruh proses tersebut harus dibarengi pengawasan yang ketat, agar tidak terjadi penyelewengan. "Jadi semua dilakukan secara paralel dan sistem yang dibuat tidak dipermainkan,” tegas Febri.
Pemerintah akan memberlakukan revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 32 tahun 2016. Salah satu butir revisi Permenhub itu disebutkan mengenai kewajiban mobil taksi berbasis aplikasi (online) lolos uji KIR.
Kementerian Perhubungan memberikan masa tenggang tiga bulan untuk menjalankan ketentuan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)