medcom.id, Jakarta: Penggunaan bahan bakar gas (BBG) terhadap angkutan umum di DKI Jakarta diharapkan terus bertambah.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta punya aturan angkutan umum harus memakai bahan bakar gas. Itu tertuang dalam Peraturan Daerah DKI (Perda DKI) Nomor 2 tahun 2005. Tapi, nyatanya wacana itu belum lugas diimplementasikan.
Pemakaian gas sebenarnya lebih menguntungkan bagi angkutan umum. Secara ekonomi, dinilai lebih efisien dan lebih irit dibanding penggunaan bahan bakar minyak (BBM).
"(BBG) jangkauan per kilometernya lebih tinggi," kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, kepada Metrotvnews.com, Jumat (9/9/2016).
Baca: Dewan Energi Nasional Minta SPBG di DKI Diperbanyak
Urusan harga, kata Tulus, juga lebih murah. Kendati, harga minyak saat ini tergolong rendah. "Selisihnya tidak terlalu tinggi," lanjut Tulus.
Tapi memang, masih ada sejumlah kendala. Antara lain, menurut dia, secara teknis penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan lebih rumit. Butuh alat khusus yang nyatanya belum banyak tersedia.
"Alatnya dia kan bukan seperti untuk BBM. Tempat parkirnya (SPBG) juga harus luas," tambah Tulus.
Sementara itu Ketua Dewan Energi Nasional (DEN), Tumiran mengatakan, penggunaan BBG di Jakarta sudah sangat urgent. Apalagi buat angkutan umum.
Tumiran juga sepakat dengan Tulus, kalau BBG lebih menguntungkan secara ekonomis. Sebab, kondisi Jakarta yang macet membuat penggunaan BBM jadi lebih boros. Pengeluaran sang sopir angkutan umum juga pasti lebih besar.
Tumiran juga bilang konversi gas angkutan umum jadi salah satu cara buat mengurangi polusi. Sebab, emisi gas buang dalam kendaraan dengan berbahan bakar gas, jauh lebih rendah.
"Akan mengurangi impor BBM juga. Sehingga devisa kita teramankan," klaim Tumiran.
Keduanya sepakat, satu hal yang masih membikin sulitnya konversi gas angkutan umum di Jakarta adalah minimnya SPBG. Jumlah SPBG yang ada jauh lebih sedikit dibanding SPBU. Untuk sekarang ini, kendaraan yang menggunakan bahan bakar gas, boleh jadi malah dipersulit.
"20 (SPBG) di Jakarta juga enggak ada sepertinya," ungkap Tumiran.
Menurut Tumiran, perlu adanya konsistensi dukungan dari pemerintah pusat buat benar-benar mengimplementasikan Perda soal konversi gas bagi angkutan umum.
Dukungan mesti diberikan penuh oleh pihak terkait, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Pertaminda, dan Perusahaan Gas Negara (PGN).
"Pemda DKI enggak punya hak pengadaan gas. Itu harus didukung pemerintah pusat," pungkas Tumiran.
Baca: Pemerintah Dituding tak Serius Bantu DKI Konversi Gas Angkutan Umum
medcom.id, Jakarta: Penggunaan bahan bakar gas (BBG) terhadap angkutan umum di DKI Jakarta diharapkan terus bertambah.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta punya aturan angkutan umum harus memakai bahan bakar gas. Itu tertuang dalam Peraturan Daerah DKI (Perda DKI) Nomor 2 tahun 2005. Tapi, nyatanya wacana itu belum lugas diimplementasikan.
Pemakaian gas sebenarnya lebih menguntungkan bagi angkutan umum. Secara ekonomi, dinilai lebih efisien dan lebih irit dibanding penggunaan bahan bakar minyak (BBM).
"(BBG) jangkauan per kilometernya lebih tinggi," kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, kepada
Metrotvnews.com, Jumat (9/9/2016).
Baca:
Dewan Energi Nasional Minta SPBG di DKI Diperbanyak
Urusan harga, kata Tulus, juga lebih murah. Kendati, harga minyak saat ini tergolong rendah. "Selisihnya tidak terlalu tinggi," lanjut Tulus.
Tapi memang, masih ada sejumlah kendala. Antara lain, menurut dia, secara teknis penggunaan bahan bakar gas untuk kendaraan lebih rumit. Butuh alat khusus yang nyatanya belum banyak tersedia.
"Alatnya dia kan bukan seperti untuk BBM. Tempat parkirnya (SPBG) juga harus luas," tambah Tulus.
Sementara itu Ketua Dewan Energi Nasional (DEN), Tumiran mengatakan, penggunaan BBG di Jakarta sudah sangat urgent. Apalagi buat angkutan umum.
Tumiran juga sepakat dengan Tulus, kalau BBG lebih menguntungkan secara ekonomis. Sebab, kondisi Jakarta yang macet membuat penggunaan BBM jadi lebih boros. Pengeluaran sang sopir angkutan umum juga pasti lebih besar.
Tumiran juga bilang konversi gas angkutan umum jadi salah satu cara buat mengurangi polusi. Sebab, emisi gas buang dalam kendaraan dengan berbahan bakar gas, jauh lebih rendah.
"Akan mengurangi impor BBM juga. Sehingga devisa kita teramankan," klaim Tumiran.
Keduanya sepakat, satu hal yang masih membikin sulitnya konversi gas angkutan umum di Jakarta adalah minimnya SPBG. Jumlah SPBG yang ada jauh lebih sedikit dibanding SPBU. Untuk sekarang ini, kendaraan yang menggunakan bahan bakar gas, boleh jadi malah dipersulit.
"20 (SPBG) di Jakarta juga enggak ada sepertinya," ungkap Tumiran.
Menurut Tumiran, perlu adanya konsistensi dukungan dari pemerintah pusat buat benar-benar mengimplementasikan Perda soal konversi gas bagi angkutan umum.
Dukungan mesti diberikan penuh oleh pihak terkait, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Pertaminda, dan Perusahaan Gas Negara (PGN).
"Pemda DKI enggak punya hak pengadaan gas. Itu harus didukung pemerintah pusat," pungkas Tumiran.
Baca:
Pemerintah Dituding tak Serius Bantu DKI Konversi Gas Angkutan Umum Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEN)