medcom.id, Jakarta: Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Agus Suradika menolak Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 212 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Penyedia Jasa Lainnya Perorangan disebut mempersulit syarat bekerja bagi Pekerja Harian Lepas (PHL) dan Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU). Pergub tersebut hanya mengatur persyaratan secara umum penerimaan PHL dan pekerja PPSU.
"Di lapangan, SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang merekrut bisa membuat ketentuan yang lebih teknis. Tapi di Pergub enggak diatur," kata Agus saat ditemui Metrotvnews.com di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (20/1/2017).
(Baca: Penerimaan PHL dan PPSU Ketat karena Pergub 212/2016)
Agus mencontohkan persyaratan teknis yang diberlakukan Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur. Pedoman perekrutan PHL Kebersihan dibuat menggunakan bobot. Sehingga, lolos tidaknya pelamar ditentukan besar bobot yang mereka miliki.
Misalnya, lanjut Agus, pelamar harus melampirkan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) yang sudah dilegalisir dari Polres atau Polsek. Jika memenuhi syarat itu, pelamar mendapat bobot 10. Jika tidak dilegalisir, mendapat bobot 5. Jika tidak melampirkan, mendapat bobot 0.
Kemudian, bobot dari seluruh persyaratan diakumulasikan. Sebisa mungkin, pelamar harus melewati ambang batas bobot penilaian, yaitu 70.
"Pembobotan itu wewenang SKPD. Secara teknis, silakan SKPD (mengatur). Kalau Pergub, istilahnya hanya memprioritaskan yang ber-KTP DKI," jelasnya.
Namun, akibat adanya pembobotan itu, banyak PHL lama Sudin Kebersihan Jaktim tersingkir karena kalah bersaing dengan pelamar baru yang memiliki bobot lebih tinggi. Mereka tidak terima kontraknya diputus.
(Baca: Perpanjangan Kontrak PHL bukan Urusan Dinas Kebersihan)
Agus mengaku tidak memahami persis persoalan tersebut. BKD, lanjut Agus, hanya memfasilitasi untuk inventarisasi nama-nama pekerja yang diterima supaya dapat mengatur anggaran yang dikeluarkan.
"Secara teknis kontrak di SKPD," ujarnya.
Di samping itu, kuota pekerja yang diterima pun diatur oleh SKPD. Jumlah kuota diajukan saat pembahasan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga saat penerimaan tidak boleh lebih dari kuota. Karenanya, sulit jika PHL yang diputus kontraknya dimasukkan kembali dalam daftar penerimaan rekrutmen.
"Jadi, bunyinya di anggaran, bukan di orang. Anggaran sekian, orang yang dibutuhkan sekian. Rekrutmen berdasarkan itu, tidak boleh lebih," papar Agus.
Sebelumnya, kontrak 27 PHL di Jatinegara, Jakarta Timur tidak diperpanjang. Mereka tersingkir dari seleksi penerimaan PHL pada Desember 2016.
Kepala Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur, Budi Mulyanto, mengatakan, dirinya tidak bermaksud mempersulit para PHL untuk melanjutkan profesinya. Namun, ia harus menjalankan Pergub DKI Jakarta Nomor 212 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Jasa Lainnya Orang Perorangan.
Penerimaan, kata Budi, menggunakan sistem poin. Pelamar yang poinnya paling besar yang lolos. Jumlah penerimaan disesuaikan dengan kuota yang dibutuhkan di masing-masing wilayah atau suku dinas. Penerimaan ini juga diberlakukan bagi masyarakat umum, sehingga pekerja lama harus bersaing dengan pelamar baru.
medcom.id, Jakarta: Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Agus Suradika menolak Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 212 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Penyedia Jasa Lainnya Perorangan disebut mempersulit syarat bekerja bagi Pekerja Harian Lepas (PHL) dan Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU). Pergub tersebut hanya mengatur persyaratan secara umum penerimaan PHL dan pekerja PPSU.
"Di lapangan, SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang merekrut bisa membuat ketentuan yang lebih teknis. Tapi di Pergub enggak diatur," kata Agus saat ditemui
Metrotvnews.com di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (20/1/2017).
(Baca: Penerimaan PHL dan PPSU Ketat karena Pergub 212/2016)
Agus mencontohkan persyaratan teknis yang diberlakukan Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur. Pedoman perekrutan PHL Kebersihan dibuat menggunakan bobot. Sehingga, lolos tidaknya pelamar ditentukan besar bobot yang mereka miliki.
Misalnya, lanjut Agus, pelamar harus melampirkan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) yang sudah dilegalisir dari Polres atau Polsek. Jika memenuhi syarat itu, pelamar mendapat bobot 10. Jika tidak dilegalisir, mendapat bobot 5. Jika tidak melampirkan, mendapat bobot 0.
Kemudian, bobot dari seluruh persyaratan diakumulasikan. Sebisa mungkin, pelamar harus melewati ambang batas bobot penilaian, yaitu 70.
"Pembobotan itu wewenang SKPD. Secara teknis, silakan SKPD (mengatur). Kalau Pergub, istilahnya hanya memprioritaskan yang ber-KTP DKI," jelasnya.
Namun, akibat adanya pembobotan itu, banyak PHL lama Sudin Kebersihan Jaktim tersingkir karena kalah bersaing dengan pelamar baru yang memiliki bobot lebih tinggi. Mereka tidak terima kontraknya diputus.
(Baca: Perpanjangan Kontrak PHL bukan Urusan Dinas Kebersihan)
Agus mengaku tidak memahami persis persoalan tersebut. BKD, lanjut Agus, hanya memfasilitasi untuk inventarisasi nama-nama pekerja yang diterima supaya dapat mengatur anggaran yang dikeluarkan.
"Secara teknis kontrak di SKPD," ujarnya.
Di samping itu, kuota pekerja yang diterima pun diatur oleh SKPD. Jumlah kuota diajukan saat pembahasan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD), sehingga saat penerimaan tidak boleh lebih dari kuota. Karenanya, sulit jika PHL yang diputus kontraknya dimasukkan kembali dalam daftar penerimaan rekrutmen.
"Jadi, bunyinya di anggaran, bukan di orang. Anggaran sekian, orang yang dibutuhkan sekian. Rekrutmen berdasarkan itu, tidak boleh lebih," papar Agus.
Sebelumnya, kontrak 27 PHL di Jatinegara, Jakarta Timur tidak diperpanjang. Mereka tersingkir dari seleksi penerimaan PHL pada Desember 2016.
Kepala Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur, Budi Mulyanto, mengatakan, dirinya tidak bermaksud mempersulit para PHL untuk melanjutkan profesinya. Namun, ia harus menjalankan Pergub DKI Jakarta Nomor 212 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Jasa Lainnya Orang Perorangan.
Penerimaan, kata Budi, menggunakan sistem poin. Pelamar yang poinnya paling besar yang lolos. Jumlah penerimaan disesuaikan dengan kuota yang dibutuhkan di masing-masing wilayah atau suku dinas. Penerimaan ini juga diberlakukan bagi masyarakat umum, sehingga pekerja lama harus bersaing dengan pelamar baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)