Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan optimistis penentuan tarif masss rapid transit (MRT) rampung akhir Maret 2019. Pembahasan masih dilakukan di DPRD DKI.
"Insyaallah enggak (tertunda). Lancar kok (pembahasannya) sudah dibicarakan," kata Anies di SDN Pondok Labu 01 Pagi, Jakarta Selatan, Jumat, 6 Maret 2019.
Dia menyebut penentuan tarif yang diajukan pemerintah provinsi (Pemprov) DKI sudah diperhitungkan. Apalagi, negara memiliki kewajiban pelayanan publik melalui Badan Usaha Miliki Daerah (BUMD), salah satunya PT MRT.
"Negara itu membangun fasilitas transportasi umum agar ongkos kemacetan dikurangi," tutur Anies.
Baca: Pemprov DKI Usulkan Tarif MRT Rp10 Ribu
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menyebut keuntungan dari perspektifnya ialah pemasukan biaya ekonomi yang didapat karena kemacetan dikurangi. Namun, jika keuntungan yang dimaksud ialah mencari nilai keuntungan, itu menjadi ranah pihak swasta.
Tidak heran, pihak swasta enggan masuk ke sektor pembangunan karena ada potensi membutuhkan subsidi karena tidak mendapat untung. Dia mencontohkan swasta bakal merugi bila membangun jembatan. Sebab, semua orang bisa menikmati jembatan tanpa bayar.
Negara perlu hadir di sektor pembangunan supaya bisa memfasilitasi hal-hal yang memiliki eksternalisasi besar dalam ekonomi, yaitu biaya yang ditanggung semua orang. "Kalau negara membangun, maka terjadi efisiensi ekonomi," ucap Anies.
Penetapan tarif MRT dan light rapid transit (LRT) kembali ditunda. DPRD DKI masih keberatan dengan jumlah subsidi yang diajukan.
"Kita sudah melihat sangat jomplang antara subsidi dan tarif yang dibebankan pada masyarakat," kata Ketua Komisi C DPRD DKI Santoso di Kantor DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Maret 2019.
Baca: Menkeu Anggap Tarif MRT Rp10 Ribu Masih Terjangkau
Dewan masih mendalami target subsidi yang dikhawatirkan tidak sampai ke warga Jakarta. Berdasarkan data yang diterima DPRD DKI, 70 persen pengguna transportasi berasal dari luar Jakarta.
Angka subsidi yang diajukan Rp21 ribu per orang untuk MRT dan Rp35 ribu untuk LRT. Angka itu didapat dari tarif perekonomian per penumpang MRT Rp31 ribu per orang dikurang dengan usulan tarif dari pemerintah provinsi (Pemprov) DKI yaitu Rp10 ribu per orang.
Angka subsidi tarif LRT berasal dari tarif perekonomian per penumpang sebesar Rp41 ribu per orang dikurang dengan usulan tari dari Pemprov DKI sebesar Rp6 ribu per orang. "Kami melihat belum ada rasio ideal untuk subsidi sebesar itu," imbuh Santoso.
Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan optimistis penentuan tarif masss rapid transit (MRT) rampung akhir Maret 2019. Pembahasan masih dilakukan di DPRD DKI.
"Insyaallah enggak (tertunda). Lancar kok (pembahasannya) sudah dibicarakan," kata Anies di SDN Pondok Labu 01 Pagi, Jakarta Selatan, Jumat, 6 Maret 2019.
Dia menyebut penentuan tarif yang diajukan pemerintah provinsi (Pemprov) DKI sudah diperhitungkan. Apalagi, negara memiliki kewajiban pelayanan publik melalui Badan Usaha Miliki Daerah (BUMD), salah satunya PT MRT.
"Negara itu membangun fasilitas transportasi umum agar ongkos kemacetan dikurangi," tutur Anies.
Baca: Pemprov DKI Usulkan Tarif MRT Rp10 Ribu
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menyebut keuntungan dari perspektifnya ialah pemasukan biaya ekonomi yang didapat karena kemacetan dikurangi. Namun, jika keuntungan yang dimaksud ialah mencari nilai keuntungan, itu menjadi ranah pihak swasta.
Tidak heran, pihak swasta enggan masuk ke sektor pembangunan karena ada potensi membutuhkan subsidi karena tidak mendapat untung. Dia mencontohkan swasta bakal merugi bila membangun jembatan. Sebab, semua orang bisa menikmati jembatan tanpa bayar.
Negara perlu hadir di sektor pembangunan supaya bisa memfasilitasi hal-hal yang memiliki eksternalisasi besar dalam ekonomi, yaitu biaya yang ditanggung semua orang. "Kalau negara membangun, maka terjadi efisiensi ekonomi," ucap Anies.
Penetapan tarif MRT dan light rapid transit (LRT) kembali ditunda. DPRD DKI masih keberatan dengan jumlah subsidi yang diajukan.
"Kita sudah melihat sangat jomplang antara subsidi dan tarif yang dibebankan pada masyarakat," kata Ketua Komisi C DPRD DKI Santoso di Kantor DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu, 6 Maret 2019.
Baca: Menkeu Anggap Tarif MRT Rp10 Ribu Masih Terjangkau
Dewan masih mendalami target subsidi yang dikhawatirkan tidak sampai ke warga Jakarta. Berdasarkan data yang diterima DPRD DKI, 70 persen pengguna transportasi berasal dari luar Jakarta.
Angka subsidi yang diajukan Rp21 ribu per orang untuk MRT dan Rp35 ribu untuk LRT. Angka itu didapat dari tarif perekonomian per penumpang MRT Rp31 ribu per orang dikurang dengan usulan tarif dari pemerintah provinsi (Pemprov) DKI yaitu Rp10 ribu per orang.
Angka subsidi tarif LRT berasal dari tarif perekonomian per penumpang sebesar Rp41 ribu per orang dikurang dengan usulan tari dari Pemprov DKI sebesar Rp6 ribu per orang. "Kami melihat belum ada rasio ideal untuk subsidi sebesar itu," imbuh Santoso.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)