medcom.id, Jakarta: Penghuni rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta wajib membayar biaya sewa sesuai ketentuan. Keterlambatan lebih dari tiga bulan membuat warga harus siap menerima surat teguran hingga segel unit.
Kendati aturan main sudah tertuang dalam perjanjian dan dipahami kedua belah pihak, pengelola tidak bisa seketika mengusir warga. Di lapangan, Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) punya kebijakan lain yang tidak tertulis dengan alasan kemanusiaan.
Menurut Kasubag Tata Usaha UPRS Tambora, Ahmad Fauzi, pihak pengelola akan mengeluarkan imbauan bertahap kepada penunggak. Mulai dari surat teguran satu, surat teguran dua, surat peringatan satu, surat peringatan dua, dan terakhir surat peringatan segel.
"Setelah itu (dapat surat segel) mereka datang mengiba-iba ke kita (UPRS) minta keringanan. Akhirnya kita berikan surat boleh mencicil. Jadi ada semacam kebijakan, tapi tidak ada di peraturan," ujarnya saat ditemui Metrotvnews.con di Daan Mogot, Jakarta Barat, Senin 7 Agustus 2017.
Menurut Fauzi, kebijakan mencicil ini justru melemahkan. Pasalnya, keringanan tersebut tak menjadi solusi bagi warga, tunggakan mereka masih tetap ada. Namun, pengelola tidak bisa berbuat banyak, apalagi menindak warga relokasi.
(Baca juga: Pengosongan Rusun tak Membuat Warga Membayar Tunggakan)
Fauzi menambahkan, kebijakan ini sudah diketahui pihak atas bahkan menjadi suatu instruksi. Menurutnya, salah satu solusi memperbaiki kondisi tunggakan rusun yang menggunung adalah adanya penegasan dari pengelola, namun sulit terealisasikan.
"Itu lah kita lagi-lagi berbicara mengenai kemanusiaan. Kita selalu lapor tapi atasan kita juga memberi. (Katanya) harus persuasif harus gini, tapi digituin tetap (enggan bayar). Jadi sekarang habis kesabaran," imbuh dia.
Untuk itu, Fauzi memberi keringanan cicilan bagi warga rusun dengan ekonomi rendah. Namun, dia enggan memberi toleransi bagi golongan tertentu seperti penghuni berpenghasilan tinggi yang sengaja tidak membayar, kriminal, penghuni menyewakan unit, pelaku asusila, dan narkotika.
"Di Rusunawa Marunda itu ada yang karena tidak bisa membayar sampai bilang ke kepala UPRS-nya, hisap saja pak darah saya buat bayar. Jadi kan sulit juga menindaknya, kecuali ada hal yang tidak bisa ditolerir," pungkas Fauzi.
(Baca juga: Tunggakan Rusunawa Pulo Gebang Capai Rp2,53 Miliar)
medcom.id, Jakarta: Penghuni rumah susun sederhana sewa (rusunawa) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta wajib membayar biaya sewa sesuai ketentuan. Keterlambatan lebih dari tiga bulan membuat warga harus siap menerima surat teguran hingga segel unit.
Kendati aturan main sudah tertuang dalam perjanjian dan dipahami kedua belah pihak, pengelola tidak bisa seketika mengusir warga. Di lapangan, Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) punya kebijakan lain yang tidak tertulis dengan alasan kemanusiaan.
Menurut Kasubag Tata Usaha UPRS Tambora, Ahmad Fauzi, pihak pengelola akan mengeluarkan imbauan bertahap kepada penunggak. Mulai dari surat teguran satu, surat teguran dua, surat peringatan satu, surat peringatan dua, dan terakhir surat peringatan segel.
"Setelah itu (dapat surat segel) mereka datang mengiba-iba ke kita (UPRS) minta keringanan. Akhirnya kita berikan surat boleh mencicil. Jadi ada semacam kebijakan, tapi tidak ada di peraturan," ujarnya saat ditemui Metrotvnews.con di Daan Mogot, Jakarta Barat, Senin 7 Agustus 2017.
Menurut Fauzi, kebijakan mencicil ini justru melemahkan. Pasalnya, keringanan tersebut tak menjadi solusi bagi warga, tunggakan mereka masih tetap ada. Namun, pengelola tidak bisa berbuat banyak, apalagi menindak warga relokasi.
(Baca juga:
Pengosongan Rusun tak Membuat Warga Membayar Tunggakan)
Fauzi menambahkan, kebijakan ini sudah diketahui pihak atas bahkan menjadi suatu instruksi. Menurutnya, salah satu solusi memperbaiki kondisi tunggakan rusun yang menggunung adalah adanya penegasan dari pengelola, namun sulit terealisasikan.
"Itu lah kita lagi-lagi berbicara mengenai kemanusiaan. Kita selalu lapor tapi atasan kita juga memberi. (Katanya) harus persuasif harus gini, tapi digituin tetap (enggan bayar). Jadi sekarang habis kesabaran," imbuh dia.
Untuk itu, Fauzi memberi keringanan cicilan bagi warga rusun dengan ekonomi rendah. Namun, dia enggan memberi toleransi bagi golongan tertentu seperti penghuni berpenghasilan tinggi yang sengaja tidak membayar, kriminal, penghuni menyewakan unit, pelaku asusila, dan narkotika.
"Di Rusunawa Marunda itu ada yang karena tidak bisa membayar sampai bilang ke kepala UPRS-nya, hisap saja pak darah saya buat bayar. Jadi kan sulit juga menindaknya, kecuali ada hal yang tidak bisa ditolerir," pungkas Fauzi.
(Baca juga:
Tunggakan Rusunawa Pulo Gebang Capai Rp2,53 Miliar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)