Suasana tempat penampungan pencari suaka, Kalideres, Jakarta Barat, Sabtu, 4 Agustus 2019.Medcom.id/Fachri Audia Hafiez.
Suasana tempat penampungan pencari suaka, Kalideres, Jakarta Barat, Sabtu, 4 Agustus 2019.Medcom.id/Fachri Audia Hafiez.

Rindu Para Pencari Suaka

Fachri Audhia Hafiez • 04 Agustus 2019 11:19
Jakarta: Omid, 21, berkaca-kaca saat mengungkapkan rindu kepada keluarganya di Afganistan. Seluruh keluarga besar Omid masih bertahan di tengah konflik yang melanda Afganistan.
 
"Kangen sudah lima tahun enggak ketemu," kata Omid saat berbincang dengan Medcom.id di tempat penampungan pencari suaka, Kalideres, Jakarta Barat, Sabtu, 4 Agustus 2019.
 
Baca: DKI Berhenti Membantu Pencari Suaka di Kalideres

Omid bisa berbicara dengan keluarganya saat punya uang. Tapi, telepon atau pesan pendek tak mampu mengobati kerinduan pemuda itu.
 
Ia mengaku terpaksa kabur di tengah konflik yang melanda Afganistan. Ia tak ingin menjadi korban dari konflik itu. Omid kabur sendirian tanpa ditemani kerabat.
 
Ia enggan menceritakan banyak hingga akhirnya bisa menginjakkan kaki di Indonesia. Ia mengaku hidup lontang lantung di selama lima tahun berada di Indonesia.
 
Demi pergi jauh dari Afghanistan, Omid menjual rumah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Lambat laun uang itu habis, Omid kewalahan karena dilarang bekerja di Indonesia.
 
"Keluarga aku bantu untuk mengirim uang," jawabnya pelan.
 
Rindu Para Pencari Suaka
Suasana tempat penampungan pencari suaka, Kalideres, Jakarta Barat, Sabtu, 4 Agustus 2019. Medcom.id/Fachri Audia Hafiez.
 
Nasib Omid tak jauh berbeda dengan Ali Reza, 30. Ia kabur meninggalkan seluruh keluarga di Afghanistan.
 
"Semua keluarga di sana. Kalau ada yang enggak ikut (pihak di negara asal) hidup kami terancam," ujar Ali.
 
Lima tahun hidup di Indonesia, baru kali ini Ali merasa kehidupannya sedikit lebih baik. Entah untuk sementara atau tidak. Namun yang terpenting kebutuhan makanannya kini lebih terjamin atas bantuan yang diberikan Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR).
 
"Di sini teman-teman semua juga saling bantu, warga dan Pemerintah Indonesia," ujar Ali.
 
Terima kasih Indonesia
 
Omid dan Ali fasih berbahasa Indonesia. Jakarta dan Bogor dua kota yang tak asing bagi mereka. Karena hanya dua kota itu yang pernah mereka sambangi.
 
Keduanya mengaku berusaha belajar memahami karakter dan budaya masyarakat Indonesia. Sekian kali keduanya berucap terima kasih kepada pemerintah maupun masyarakat Indonesia saat diwawancarai.
 
"Terima kasih pemerintah Indonesia yang baik, masyarakat Indonesia yang berbagi makanan dan kebutuhan kami," ujar Ali.
 
Omid dan Ali merupakan dua dari total 1.127 pencari suaka yang masih bertahan di lokasi penampungan eks lahan Kodim itu. Dewasa terdiri dari 851 orang dan anak-anak sebanyak 276.
 
Mereka berasal dari negara Timur Tengah, di antaranya Afganistan, Somalia, Sudan, Pakistan, Ethiopia, Iraq, Iran, Suriah, dan Yaman. Omid dan Ali sama-sama berharap UNHCR mempercepat proses administrasi untuk kepindahan mereka.
 
Baca: Pencari Suaka Desak UNHCR Percepat Proses Administrasi
 
Mereka rela dipindahkan ke empat negara penerima suaka yakni Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru. Indonesia tidak meratifikasi Konvensi Jenewa Tahun 1951 tentang Status Pengungsi dan Protokol 1967 (Mandate Refugess), sehingga tak dapat menerima para pencari suaka. Indonesia hanya berwenang menampung sementara para pencari suaka.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan