Jakarta: Revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan disebut mengutamakan sistem pengawasan kewenangan. Ada sistem peradilan pidana terpadu yang ingin diwujudkan melalui revisi aturan ini.
“Sesuai harapan masyarakat dan bertujuan untuk lebih melayani para pencari keadillan, melindungi dan menjaga demokrasi, mencegah penegak hukum jadi alat politik,” kata Guru Besar Hukum Pidana Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, Jumat, 11 September 2020.
Menurut Indriyanto, pasal-pasal dalam revisi UU Kejaksaan masih dalam batas linear sistem peradilan pidana terpadu atau integrated criminal justice system (ICJS). Dia menyebut revisi itu bersifat filosofis, yuridis, dan mewakili sisi segi hukum tata negara dan hukum pidana.
Dia mengatakan sistem hubungan wewenang penyidikan-penuntutan dalam revisi UU itu justru berkarakter hukum pidana modern. Sistem ini mengakui adanya pemisahan kekuatan penegakan hukum antara polisi dan kejaksaan, termasuk bentuk tugas dan fungsi kewenangan pro justitia.
Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu menyebut sistem penyidikan dan penuntutan yang dipisah sebagai bagian dari pemisahan kekuasaan, sudah sepatutnya ditinggalkan. Hal ini dianggap sebagai definisi tirani dan menyesatkan.
“Karena itu distribusi kewenangan pada ICJS adalah legitimatif terhadap prinsip koordinasi dan kooperasi antara dua pilar penegak hukum, polisi dan jaksa. Model ini meminimalisasi ego sektoral antara dua lembaga,” katanya.
Terkait polemik ada tidaknya perluasan wewenang pro justitia kejaksaan, Indriyanto menilai hal ini sesuatu yang wajar. Asalkan, kata dia, wewenang itu tetap dalam sistem pengawasan dari lembaga hakim pemeriksa pendahuluan.
“Karena itu RUU Kejaksaan harus menyesuaikan dan tidak menyimpang dari Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP),” kata dia.
Indriyanto menambahkan andai kata benar ada perluasan wewenang pro justitia, model distribution of powers harus tetap berbasis checks and balances system. “Sehingga prinsip equal arms antara polisi dan jaksa tetap terjaga, misalnya model koordinasi yang baik antara pilar penegak hukum."
DPR tengah merevisi UU Kejaksaan, tetapi perubahan ini menuai polemik. Banyak pihak khawatir revisi itu menjadikan Kejagung semakin powerfull karena memiliki wewenang dari hulu hingga hilir.
Baca: Mantan Hakim Konstitusi Sebut Revisi UU MK Barter Politik
Revisi yang dimaksud yaitu Pasal 30 ayat 5. Poin ini mengatur wewenang dan tugas kejaksaan di bidang ketertiban dan ketenteraman umum, penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan guna mendukung kegiatan dan kebijakan penegakan hukum yang meliputi kewenangan selaku intelijen penegakan hukum, peningkatan kesadaran hukum masyarakat, serta pengamanan kebijakan penegakan hukum.
Selain itu, hal ini menyangkut pengawasan peredaran barang cetakan dan multimedia, pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara. Jaksa juga berwenang dalam pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, penyadapan dan menyelenggarakan pusat monitoring.
“Karena itu RUU Kejaksaan harus menyesuaikan dan tidak menyimpang dari Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP),” kata dia.
Indriyanto menambahkan andai kata benar ada perluasan wewenang
pro justitia, model
distribution of powers harus tetap berbasis
checks and balances system. “Sehingga prinsip
equal arms antara polisi dan jaksa tetap terjaga, misalnya model koordinasi yang baik antara pilar penegak hukum."
DPR tengah merevisi UU Kejaksaan, tetapi perubahan ini menuai polemik. Banyak pihak khawatir revisi itu menjadikan Kejagung semakin
powerfull karena memiliki wewenang dari hulu hingga hilir.
Baca:
Mantan Hakim Konstitusi Sebut Revisi UU MK Barter Politik
Revisi yang dimaksud yaitu Pasal 30 ayat 5. Poin ini mengatur wewenang dan tugas
kejaksaan di bidang ketertiban dan ketenteraman umum, penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan guna mendukung kegiatan dan kebijakan penegakan hukum yang meliputi kewenangan selaku intelijen penegakan hukum, peningkatan kesadaran hukum masyarakat, serta pengamanan kebijakan penegakan hukum.
Selain itu, hal ini menyangkut pengawasan peredaran barang cetakan dan multimedia, pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara. Jaksa juga berwenang dalam pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, penyadapan dan menyelenggarakan pusat
monitoring.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)