Jakarta: Eks Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (ADP) mengaku meminjam uang Rp2,8 miliar kepada ayahnya, Asrun. Pinjaman itu untuk membayar hutang kredit pada bank.
Hal itu disampaikan Adriatma saat bersaksi buat sidang lanjutan suap proyek-proyek di Kendari dengan terdakwa Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kendari, Fatmawaty Faqih selaku orang kepercayaan Asrun.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) tak langsung percaya dengan pernyataan Asrun. Sebab, dia mengaku hutang di bank hanya Rp500 juta.
"Berapa hutangmu? Sekitar Rp500 juta waktu itu? Ini kok minjamnya Rp2,8 miliar? Bisa saja pinjam Rp500 juta atau Rp800 juta," tanya Jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 19 September 2018.
Adriatma mengaku sisa uang pinjaman untuk keperluan lain, seperti membangun rumah. Kendati demikian, jaksa masih belum percaya.
Jaksa menduga sisa uang untuk kepentingan kampanye Asrun sebagai calon gubernur Sulawesi Tenggara. "Enggak ada pembicaraan (pencalonan Asrun untuk alat peraga kampanye) itu, saya enggak tahu apa-apa," ucap dia.
(Baca juga: Saksi Akui Uang Rp4 Miliar Digunakan Asrun Nyagub)
Adriatma dan Asrun, didakwa menerima suap miliaran rupiah. Keduanya didakwa menerima duit Rp2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah.
Uang itu diberikan agar Adriatma selaku Wali Kota menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port dengan sistem penganggaran multi years. Pendanaan untuk proyek itu menggunakan anggaran tahun 2018-2020.
Asrun, didakwa pula menerima Rp4 miliar dari Hasmun Hamzah. Uang itu diduga diberikan lantaran Asrun saat menjabat Wali Kota, menyetujui Hasmun mendapatkan jatah sejumlah proyek di Pemkot Kendari.
Dalam kasus ini, ayah dan anak itu didakwa melanggar Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Fatmawaty didakwa menjadi perantara suap dari Hasmun kepada Asrun dan Adriatma. Fatmawaty didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(Baca juga: Adriatma dan Pengusaha Sempat Bahas Elektabilitas Asrun)
Jakarta: Eks Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra (ADP) mengaku meminjam uang Rp2,8 miliar kepada ayahnya, Asrun. Pinjaman itu untuk membayar hutang kredit pada bank.
Hal itu disampaikan Adriatma saat bersaksi buat sidang lanjutan suap proyek-proyek di Kendari dengan terdakwa Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kendari, Fatmawaty Faqih selaku orang kepercayaan Asrun.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) tak langsung percaya dengan pernyataan Asrun. Sebab, dia mengaku hutang di bank hanya Rp500 juta.
"Berapa hutangmu? Sekitar Rp500 juta waktu itu? Ini kok minjamnya Rp2,8 miliar? Bisa saja pinjam Rp500 juta atau Rp800 juta," tanya Jaksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 19 September 2018.
Adriatma mengaku sisa uang pinjaman untuk keperluan lain, seperti membangun rumah. Kendati demikian, jaksa masih belum percaya.
Jaksa menduga sisa uang untuk kepentingan kampanye Asrun sebagai calon gubernur Sulawesi Tenggara. "Enggak ada pembicaraan (pencalonan Asrun untuk alat peraga kampanye) itu, saya enggak tahu apa-apa," ucap dia.
(Baca juga:
Saksi Akui Uang Rp4 Miliar Digunakan Asrun Nyagub)
Adriatma dan Asrun, didakwa menerima suap miliaran rupiah. Keduanya didakwa menerima duit Rp2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah.
Uang itu diberikan agar Adriatma selaku Wali Kota menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek pembangunan jalan Bungkutoko-Kendari New Port dengan sistem penganggaran multi years. Pendanaan untuk proyek itu menggunakan anggaran tahun 2018-2020.
Asrun, didakwa pula menerima Rp4 miliar dari Hasmun Hamzah. Uang itu diduga diberikan lantaran Asrun saat menjabat Wali Kota, menyetujui Hasmun mendapatkan jatah sejumlah proyek di Pemkot Kendari.
Dalam kasus ini, ayah dan anak itu didakwa melanggar Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Fatmawaty didakwa menjadi perantara suap dari Hasmun kepada Asrun dan Adriatma. Fatmawaty didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(Baca juga:
Adriatma dan Pengusaha Sempat Bahas Elektabilitas Asrun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)