Jakarta: Wali Kota nonaktif Kendari Adriatma Dwi Putra disebut sempat membahas ihwal elektabilitas calon gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Asrun. Adriatma adalah putra dari Asrun yang juga menjabat sebagai Wali Kota Kendari periode 2007-2012 dan 2012-2017.
Elektabilitas Asrun di Pilgub Sultra itu dibahas Adriatma dengan Direktur PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah. Awalnya, kata Hasmun, Adriatma meminta Hasmun menemuinya di rumah dinas Wali Kota Kendari sepekan sebelum operasi tangkap tangan Februari 2018 silam.
"Saya ditelepon, dikabarin mau ketemu. Janjian tempatnya di rumah jabatan wali kota. Saya datang ke sana hampir tengah malam," ungkap Hasmun saat bersaksi untuk terdakwa Adriatma, Asrun, dan Fatmawaty Faqih di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 5 September 2018.
Menurut dia, saat itu ada tiga poin yang dibicarakan Adriatma dengan Hasmun. Poin itu adalah soal elektabilitas Asrun sebagai cagub Sultra, renovasi ruang fitness, dan niat Adriatma meminjam uang Rp2,8 miliar kepada Hasmun.
Saat itu, lanjut Hasmun, Adriatma sempat menunjukkan perbandingan hasil survei elektabilitas masing-masing calon dalam Pilgub Sultra 2018. "Kan ada tiga. Saya lihat, dibanding calon lain (elektabilitas Asrun) sudah lebih tinggi, 13 persen selisihnya."
Masih dalam pertemuan itu, Adriatma sempat menyinggung jika politik itu mahal. Menurut dia, Adriatma juga bilang jika politik membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Setelah itu, Adriatma menyampaikan keinginan meminjam uang Rp2,8 miliar kepada Hasmun. Ia pun menyepakati permintaan tersebut.
Keduanya juga sepakat agar uang itu diambil sepekan setelah pertemuan tersebut di kediaman Hasmun. Ia lantas menyiapkan uang Rp2,8 miliar yang diminta Adriatma.
"Seminggu setelahnya, atau tanggal 26 Februari sekitar 22.30 Wita atau 23.00 Wita, saya dapat pesan baru, katanya orang yang mau ambil uangnya sudah on the way, minta pagar jangan ditutup," tutup dia.
Hasmun mengaku telah menyiapkan uang itu dalam pecahan Rp50.000 dan dimasukan ke dalam kardus. Ia berasumsi uang yang diminta Adriatma bakal digunakan untuk Asrun membagikan uang ke konstituen.
"Pecahan Rp50.000 semua. Itu inisiatif saya, kemungkinan uang ini dipinjam untuk kebutuhan pencalonan gubernur Pak Asrun," tandasnya.
Dalam perkara ini, Adriatma Dwi Putra dan Asrun didakwa menerima suap Rp2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah. Uang itu diberikan agar Adriatma menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendari New Port dengan sistem penganggaran multiyears. Pendanaan untuk proyek itu menggunakan anggaran tahun 2018-2020.
Baca: Hasmun Mengaku Serahkan Rp5 Miliar di Kantor DPP PDI Perjuangan
Asrun yang merupakan calon gubernur Sulawesi Tenggara didakwa pula menerima Rp4 miliar dari Hasmun Hamzah. Uang itu diduga diberikan lantaran Asrun saat menjabat wali kota menyetujui Hasmun mendapatkan jatah sejumlah proyek di Pemkot Kendari.
Ayah dan anak itu didakwa melanggar Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Fatmawaty yang djuga orang dekat Asrun didakwa menjadi perantara suap dari Hasmun kepada Asrun dan Adriatma. Fatmawaty didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jakarta: Wali Kota nonaktif Kendari Adriatma Dwi Putra disebut sempat membahas ihwal elektabilitas calon gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Asrun. Adriatma adalah putra dari Asrun yang juga menjabat sebagai Wali Kota Kendari periode 2007-2012 dan 2012-2017.
Elektabilitas Asrun di Pilgub Sultra itu dibahas Adriatma dengan Direktur PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah. Awalnya, kata Hasmun, Adriatma meminta Hasmun menemuinya di rumah dinas Wali Kota Kendari sepekan sebelum operasi tangkap tangan Februari 2018 silam.
"Saya ditelepon, dikabarin mau ketemu. Janjian tempatnya di rumah jabatan wali kota. Saya datang ke sana hampir tengah malam," ungkap Hasmun saat bersaksi untuk terdakwa Adriatma, Asrun, dan Fatmawaty Faqih di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 5 September 2018.
Menurut dia, saat itu ada tiga poin yang dibicarakan Adriatma dengan Hasmun. Poin itu adalah soal elektabilitas Asrun sebagai cagub Sultra, renovasi ruang fitness, dan niat Adriatma meminjam uang Rp2,8 miliar kepada Hasmun.
Saat itu, lanjut Hasmun, Adriatma sempat menunjukkan perbandingan hasil survei elektabilitas masing-masing calon dalam Pilgub Sultra 2018. "Kan ada tiga. Saya lihat, dibanding calon lain (elektabilitas Asrun) sudah lebih tinggi, 13 persen selisihnya."
Masih dalam pertemuan itu, Adriatma sempat menyinggung jika politik itu mahal. Menurut dia, Adriatma juga bilang jika politik membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Setelah itu, Adriatma menyampaikan keinginan meminjam uang Rp2,8 miliar kepada Hasmun. Ia pun menyepakati permintaan tersebut.
Keduanya juga sepakat agar uang itu diambil sepekan setelah pertemuan tersebut di kediaman Hasmun. Ia lantas menyiapkan uang Rp2,8 miliar yang diminta Adriatma.
"Seminggu setelahnya, atau tanggal 26 Februari sekitar 22.30 Wita atau 23.00 Wita, saya dapat pesan baru, katanya orang yang mau ambil uangnya sudah on the way, minta pagar jangan ditutup," tutup dia.
Hasmun mengaku telah menyiapkan uang itu dalam pecahan Rp50.000 dan dimasukan ke dalam kardus. Ia berasumsi uang yang diminta Adriatma bakal digunakan untuk Asrun membagikan uang ke konstituen.
"Pecahan Rp50.000 semua. Itu inisiatif saya, kemungkinan uang ini dipinjam untuk kebutuhan pencalonan gubernur Pak Asrun," tandasnya.
Dalam perkara ini, Adriatma Dwi Putra dan Asrun didakwa menerima suap Rp2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah. Uang itu diberikan agar Adriatma menyetujui Hasmun mendapatkan jatah proyek pembangunan Jalan Bungkutoko-Kendari New Port dengan sistem penganggaran multiyears. Pendanaan untuk proyek itu menggunakan anggaran tahun 2018-2020.
Baca: Hasmun Mengaku Serahkan Rp5 Miliar di Kantor DPP PDI Perjuangan
Asrun yang merupakan calon gubernur Sulawesi Tenggara didakwa pula menerima Rp4 miliar dari Hasmun Hamzah. Uang itu diduga diberikan lantaran Asrun saat menjabat wali kota menyetujui Hasmun mendapatkan jatah sejumlah proyek di Pemkot Kendari.
Ayah dan anak itu didakwa melanggar Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Fatmawaty yang djuga orang dekat Asrun didakwa menjadi perantara suap dari Hasmun kepada Asrun dan Adriatma. Fatmawaty didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)