Jakarta: Polisi mengusut aset pembobol dana BNI Maria Pauliene Lumowa. Aset warga Belanda itu ditelusuri dari terpidana pembobol BNI lain dan sejumlah pejabat bank.
"Hari ini kita periksa Richard Kountul, dia dulu menjadi saksi atas saham-saham Maria pada 3 Juli 2003," kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, 21 Juli 2020.
Polri mengagendakan pemeriksaan mantan Kepala Cabang BNI Kebayoran Baru, terpidana Edy Santoso, pada Rabu, 22 Juli 2020. Kemudian, dua terpidana yang menjabat sebagai staf BNI, Koesadiyono dan Aprillia Widharta, pada Kamis-Jumat, 23-24 Juli 2020.
Lalu, pimpinan Citibank Pondok Indah pada Senin, 27 Juli 2020; pimpinan Bank Amro Pondok Indah pada Selasa, 28 Juli 2020; dan Pimpinan American Bank Pondok Indah pada Rabu, 29 Juli 2020.
Baca: Direktur Gramarindo Mega Indonesia Diperiksa soal Maria Pauliene
Sebelumnya, polisi memeriksa Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia, Ollah Abdullah Agam dan staf BNI, Titik Pristiwanti. Keterangan terpidana itu diperlukan untuk memperdalam peranan Maria dalam merencanakan pembuatan dan penggunaan letter of credit (L/C) fiktif.
Polisi telah memeriksa 16 saksi dalam kasus Maria. Maria sendiri belum diperiksa karena baru memilih kuasa hukum.
Baca: Polisi Sudah Bisa Memeriksa Maria Pauliene
Polisi telah menyita aset Maria berupa paspor Europese Unie Koninkrijk Der Nederlanden dengan nomor NSPCH1F01 atas nama Pauliene Maria Lumowa. Sebelumnya, polisi menyita aset Maria senilai Rp132 miliar selama dia dalam pelarian.
Polisi telah menyita sejumlah dokumen terkait saham-saham Maria dan penanggung jawab tujuh perusahaan yang digunakan dalam kredit L/C fiktif.
Maria merupakan salah satu tersangka pembobol Bank BNI melalui L/C fiktif yang terjadi pada 2003. Negara dirugikan Rp1,7 triliun atas perbuatannya.
Setelah 17 tahun buron, Maria ditahan usai diekstradisi dari Serbia. Dia dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman maksimal pidana penjara seumur hidup.
Teranyar, polisi menjerat Maria dengan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Aset-aset warga Belanda itu bakal ditelusuri.
Jakarta: Polisi mengusut aset pembobol dana BNI Maria Pauliene Lumowa. Aset warga Belanda itu ditelusuri dari terpidana pembobol BNI lain dan sejumlah pejabat bank.
"Hari ini kita periksa Richard Kountul, dia dulu menjadi saksi atas saham-saham Maria pada 3 Juli 2003," kata Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, 21 Juli 2020.
Polri mengagendakan pemeriksaan mantan Kepala Cabang BNI Kebayoran Baru, terpidana Edy Santoso, pada Rabu, 22 Juli 2020. Kemudian, dua terpidana yang menjabat sebagai staf BNI, Koesadiyono dan Aprillia Widharta, pada Kamis-Jumat, 23-24 Juli 2020.
Lalu, pimpinan Citibank Pondok Indah pada Senin, 27 Juli 2020; pimpinan Bank Amro Pondok Indah pada Selasa, 28 Juli 2020; dan Pimpinan American Bank Pondok Indah pada Rabu, 29 Juli 2020.
Baca:
Direktur Gramarindo Mega Indonesia Diperiksa soal Maria Pauliene
Sebelumnya, polisi memeriksa Direktur PT Gramarindo Mega Indonesia, Ollah Abdullah Agam dan staf BNI, Titik Pristiwanti. Keterangan terpidana itu diperlukan untuk memperdalam peranan Maria dalam merencanakan pembuatan dan penggunaan
letter of credit (L/C) fiktif.
Polisi telah memeriksa 16 saksi dalam kasus Maria. Maria sendiri belum diperiksa karena baru memilih kuasa hukum.
Baca:
Polisi Sudah Bisa Memeriksa Maria Pauliene
Polisi telah menyita aset Maria berupa paspor Europese Unie Koninkrijk Der Nederlanden dengan nomor NSPCH1F01 atas nama Pauliene Maria Lumowa. Sebelumnya, polisi menyita aset Maria senilai Rp132 miliar selama dia dalam pelarian.
Polisi telah menyita sejumlah dokumen terkait saham-saham Maria dan penanggung jawab tujuh perusahaan yang digunakan dalam kredit L/C fiktif.
Maria merupakan salah satu tersangka pembobol Bank BNI melalui L/C fiktif yang terjadi pada 2003. Negara dirugikan Rp1,7 triliun atas perbuatannya.
Setelah 17 tahun buron, Maria ditahan usai diekstradisi dari Serbia. Dia dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman maksimal pidana penjara seumur hidup.
Teranyar, polisi menjerat Maria dengan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Aset-aset warga Belanda itu bakal ditelusuri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)