Jakarta: Beberapa pekan sebelum Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sejumlah tenaga kesehatan (nakes) di wilayah penyangga Ibu Kota itu dipecat. Pemecatan tanpa alasan jelas.
Salah satunya analis sampel covid-19 di Puskesmas Bekasi, Qori (bukan nama sebenarnya). Pegawai dengan status bantuan operasional kesehatan (BOK) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) itu diberhentikan setelah tiga tahun bekerja.
"Kami dikeluarkan gara-gara tidak sesuai, kenapa baru tiga tahun dibilang tidak sesuai? Sedangkan kemarin (pas pandemi) covid-19 (mengganas) kami paling depan," kata Qori kepada Medcom.id, Jumat, 14 Januari 2022.
Qori menilai pemecatannya ganjil. Pasalnya, kontrak kerja disetop hanya melalui pembicaraan dalam grup WhatsApp. Sampai saat ini dia mengaku belum ada satu pun atasan yang memberikan penjelasan.
"Ini bukan tertulis (pemecatannya) dan saya diberhentikan dari Puskesmas cuma lewat grup WhatsApp, tidak ada pemanggilan dari atasan," ujar dia.
Qori juga mengaku tidak pernah ada keputusan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi terkait pemutusan kerja tersebut. Semua informasi terkait pemecatan yang diminta tidak pernah diberikan oleh atasannya.
Namun, sebelum pemecatan, salah satu atasan pernah menawarkannya menjadi tenaga kerja kontrak (TKK) medis di Bekasi. Tapi, tawaran itu bersyarat.
Dia mengaku diminta menyiapkan uang Rp35 juta sampai Rp50 juta untuk menjadi TKK medis di Bekasi. Atasannya itu menyebut duit merupakan cara untuk tetap bekerja agar status dari BOK Kemenkes diubah menjadi TKK di Bekasi.
"Dia bilang 'kalau masih mau bekerja syaratnya harus TKK, dan harus memberikan jumlah sekian (Rp35 juta sampai Rp50 juta)', saya bilang 'Saya enggak ada (uang)'," beber Qori.
Kini, Qori menjadi pengangguran. Kerja kerasnya menjadi tenaga medis selama tiga tahun di Bekasi tidak dijadikan pertimbangan sebelum pemecatan.
"Saya berharap ada pengangkatan dari BOK menjadi TKK dengan jalur resmi, yang saya tahu memang harus bayar," ucap dia.
Untuk istri pejabat
Uang Rp35 juta sampai Rp50 juta itu disebut bakal mengalir ke istri pejabat di Bekasi. Uang itu merupakan setoran agar 'orang dalam' yang merupakan istri pejabat itu menyetujui namanya kembali bekerja di Bekasi.
Qori menyebut atasannya sendiri yang mengaku uang bakal diberikan untuk istri pejabat tersebut. Informasi itu didapat karena dia bingung diminta puluhan juta rupiah untuk tetap bekerja sebagai tenaga medis di Bekasi.
"Jadi, atasan saya itu bilang karena dia berdekatan dengan Ibu Wali, yang saya tahu itu saja," kata dia.
Dia mengaku sangat kecewa dengan mahar yang mahal untuk tetap menjadi nakes di Bekasi. Apalagi, penilaian kinerjanya tidak dihitung hanya karena ada orang lain yang siap memberikan uang.
"Kami digeser dengan (tenaga kerja) yang baru," ucap Qori.
KPK tegas menindak
Dugaan pemberian uang puluhan juta untuk menempati posisi ini dikenal dengan jual beli jabatan. KPK juga mengusut dugaan jual beli jabatan dalam kasus Rahmat Effendi.
Orang yang dikenal sebagai Bang Pepen itu diduga menerima uang terkait pengisian tenaga kontrak pengurusan proyek di wilayahnya. Dia diduga menerima Rp30 juta terkait pengisian tenaga kerja.
"RE (Rahmat Effendi) diduga menerima uang Rp30 juta dari AA (Direktur PT MAM Energindo Ali Amril) melalui MB (Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP M Bunyamin)," kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 6 Januari 2021.
KPK juga mengaku sudah mendapatkan laporan dan data terkait permintaan sejumlah uang dari beberapa pihak yang ingin menjadi TKK di Bekasi. Pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya bakal menindaklanjuti semua laporan tentang permintaan uang untuk menjadi TKK di Bekasi.
"Segala informasi dan data kami terima dan kumpulkan untuk dianalisa dan dikonfirmasi kepada para saksi yang akan kami panggil," ujar Ali kepada Medcom.id, Kamis, 13 Januari 2022.
KPK juga meminta masyarakat memberikan informasi tambahan jika mempunyai bukti. Bantuan dari masyarakat bisa membantu KPK memperterang tudingan itu.
"Kami mengapresiasi masyarakat yg turut membantu KPK dalam proses penyidikan perkara ini yang sedang KPK selesaikan ini," tutur Ali.
Jakarta: Beberapa pekan sebelum Wali Kota nonaktif Bekasi
Rahmat Effendi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK), sejumlah tenaga kesehatan (nakes) di wilayah penyangga Ibu Kota itu dipecat. Pemecatan tanpa alasan jelas.
Salah satunya analis sampel covid-19 di Puskesmas Bekasi, Qori (bukan nama sebenarnya). Pegawai dengan status bantuan operasional kesehatan (BOK) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) itu diberhentikan setelah tiga tahun bekerja.
"Kami dikeluarkan gara-gara tidak sesuai, kenapa baru tiga tahun dibilang tidak sesuai? Sedangkan kemarin (pas pandemi) covid-19 (mengganas) kami paling depan," kata Qori kepada
Medcom.id, Jumat, 14 Januari 2022.
Qori menilai pemecatannya ganjil. Pasalnya, kontrak kerja disetop hanya melalui pembicaraan dalam grup
WhatsApp. Sampai saat ini dia mengaku belum ada satu pun atasan yang memberikan penjelasan.
"Ini bukan tertulis (pemecatannya) dan saya diberhentikan dari Puskesmas cuma lewat grup
WhatsApp, tidak ada pemanggilan dari atasan," ujar dia.
Qori juga mengaku tidak pernah ada keputusan dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi terkait pemutusan kerja tersebut. Semua informasi terkait pemecatan yang diminta tidak pernah diberikan oleh atasannya.
Namun, sebelum pemecatan, salah satu atasan pernah menawarkannya menjadi tenaga kerja kontrak (TKK) medis di Bekasi. Tapi, tawaran itu bersyarat.