Jakarta: Mantan Ketua DPR Setya Novanto menjadi saksi untuk terdakwa eks Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir dalam perkara dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1. Novanto dikonfirmasi terkait pertemuan sejumlah pejabat di kediamannya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) awalnya menanyakan pertemuan antara Novanto dengan Sofyan. Novanto mengaku pertemuan awalnya berkaitan dengan masalah program pengadaan pembangkit listrik 35 ribu megawatt.
"Enggak sengaja ketemu di istana. Saya pas lewat, beliau (Sofyan) ada di situ. Dia sampaikan bahwa 'itu benar enggak, kok problem pemerintah 35 ribu megawatt kok baru 10 ribu'," ujar Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 12 Agustus 2019.
Seminggu setelah pertemuan di istana itu, Novanto mengungkapkan Sofyan datang ke rumahnya bersama Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso dan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Pertemuan itu Sofyan maupun Supangkat menjelaskan bahwa proyek pengadaan listrik sudah mencapai 27 ribu megawatt.
Baca juga: Eni Saragih 2 Kali Ikut Rapat Proyek di PLN
Jaksa kemudian menanyakan kehadiran Eni. Pasalnya dalam dakwaan Sofyan, Eni diduga memfasilitasi ke pihak PLN dalam hal ini ke Sofyan maupun Supangkat agar pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo bisa menggarap proyek PLTU Riau-1.
"Tidak tahu Eni datang karena memang tidak mengundang?," tanya Jaksa Lie Putra Setiawan.
"Tidak ada. Saya juga enggak tahu silakan tanya Bu Eni. Eni datang juga karena kader Golkar jadi sering," jawab Novanto.
Novanto menjelaskan, Eni saat itu sempat menjelaskan bahwa proyek pengadaan listrik menarik untuk dibawa ke Komisi VII yang membidangi energi, riset, teknologi dan lingkungan hidup.
"Mungkin karena di komisi VII, ternyata dia (Eni) ikut, dalam itu dia hanya sampaikan ini akan disampaikan ke Komisi VII," ujar Novanto.
Nama Novanto diduga memfasilitasi Kotjo untuk menggarap proyek PLTU Riau-1. Dalam surat dakwaan Sofyan, Novanto disebut memperkenalkan Kotjo dengan Eni.
Baca juga: Novanto Kini Berjenggot
Eni diminta Novanto menemui Sofyan agar memuluskan perusahaan Kotjo menggarap proyek PLTU Riau-1. Kesepakatan tersebut diduga ada kepentingan mencari dana untuk keperluan Partai Golkar.
Menindaklanjuti kesepakatan itu, Sofyan, Eni, Kotjo serta Supangkat Iwan Santoso melakukan pertemuan di rumah Novanto. Eks Ketua Umum Golkar itu meminta agar Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa III saja yang diberikan kepada Kotjo.
Namun PLTGU Jawa III sudah ada calon kandidat perusahaan yang akan mendapatkan proyek tersebut. Sofyan menyarankan agar Kotjo mengikuti proyek PLTU Riau-1.
Dalam perkara ini, Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap PLTU Riau-1. Ia berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
Baca juga: PLTU Riau-1 Bermasalah, PLN Gagal Raup Keuntungan Rp1,4 T
Dia disebut mempertemukan Eni, Kotjo dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap sebesar Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepatan proyek IPP PLTU Riau-1.
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Jakarta: Mantan Ketua DPR Setya Novanto menjadi saksi untuk terdakwa eks Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir dalam perkara dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1. Novanto dikonfirmasi terkait pertemuan sejumlah pejabat di kediamannya.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) awalnya menanyakan pertemuan antara Novanto dengan Sofyan. Novanto mengaku pertemuan awalnya berkaitan dengan masalah program pengadaan pembangkit listrik 35 ribu megawatt.
"Enggak sengaja ketemu di istana. Saya pas lewat, beliau (Sofyan) ada di situ. Dia sampaikan bahwa 'itu benar enggak, kok problem pemerintah 35 ribu megawatt kok baru 10 ribu'," ujar Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 12 Agustus 2019.
Seminggu setelah pertemuan di istana itu, Novanto mengungkapkan Sofyan datang ke rumahnya bersama Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Supangkat Iwan Santoso dan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Pertemuan itu Sofyan maupun Supangkat menjelaskan bahwa proyek pengadaan listrik sudah mencapai 27 ribu megawatt.
Baca juga:
Eni Saragih 2 Kali Ikut Rapat Proyek di PLN
Jaksa kemudian menanyakan kehadiran Eni. Pasalnya dalam dakwaan Sofyan, Eni diduga memfasilitasi ke pihak PLN dalam hal ini ke Sofyan maupun Supangkat agar pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo bisa menggarap proyek PLTU Riau-1.
"Tidak tahu Eni datang karena memang tidak mengundang?," tanya Jaksa Lie Putra Setiawan.
"Tidak ada. Saya juga enggak tahu silakan tanya Bu Eni. Eni datang juga karena kader Golkar jadi sering," jawab Novanto.
Novanto menjelaskan, Eni saat itu sempat menjelaskan bahwa proyek pengadaan listrik menarik untuk dibawa ke Komisi VII yang membidangi energi, riset, teknologi dan lingkungan hidup.
"Mungkin karena di komisi VII, ternyata dia (Eni) ikut, dalam itu dia hanya sampaikan ini akan disampaikan ke Komisi VII," ujar Novanto.
Nama Novanto diduga memfasilitasi Kotjo untuk menggarap proyek PLTU Riau-1. Dalam surat dakwaan Sofyan, Novanto disebut memperkenalkan Kotjo dengan Eni.
Baca juga:
Novanto Kini Berjenggot
Eni diminta Novanto menemui Sofyan agar memuluskan perusahaan Kotjo menggarap proyek PLTU Riau-1. Kesepakatan tersebut diduga ada kepentingan mencari dana untuk keperluan Partai Golkar.
Menindaklanjuti kesepakatan itu, Sofyan, Eni, Kotjo serta Supangkat Iwan Santoso melakukan pertemuan di rumah Novanto. Eks Ketua Umum Golkar itu meminta agar Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa III saja yang diberikan kepada Kotjo.
Namun PLTGU Jawa III sudah ada calon kandidat perusahaan yang akan mendapatkan proyek tersebut. Sofyan menyarankan agar Kotjo mengikuti proyek PLTU Riau-1.
Dalam perkara ini, Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap PLTU Riau-1. Ia berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
Baca juga:
PLTU Riau-1 Bermasalah, PLN Gagal Raup Keuntungan Rp1,4 T
Dia disebut mempertemukan Eni, Kotjo dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap sebesar Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepatan proyek IPP PLTU Riau-1.
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)