Jakarta: Kepala Divisi Independen Power Produser (IPP) PT PLN (Persero), Muhammad Ahsin Sidqi, menyebut pembahasan rapat proyek tak perlu diikuti anggota DPR. Eks Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih beberapa kali ikut rapat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
"Memang seharusnya tidak perlu ada anggota DPR pada saat pertemuan," kata Ahsin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 5 Agustus 2019.
Ahsin mengaku bertemu Eni dua kali pada 13 April 2018 dan 7 Juni 2018. Eni datang ke kantor PLN diduga untuk membahas proyek PLTU Riau-1 bersama eks Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.
Kendati demikian, Ahsin baru mengetahui peran Eni saat diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ahsin mengaku Eni jarang bicara di rapat.
"Karena asumsi saya kalau orang datang ke PLN mungkin punya kepentingan," ujar Ahsin.
Dalam perkara ini Eni telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan. Ia terbukti bersalah membantu pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk memperoleh proyek PLTU Riau-1.
(Baca juga: Pejabat PLN Sebut Sofyan Basir Percepat Penandatanganan PLTU Riau-1)
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap PLTU Riau-1. Ia berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
Dia disebut mempertemukan Eni, Kotjo dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap senilai Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepatan proyek IPP PLTU Riau-1.
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Jakarta: Kepala Divisi Independen Power Produser (IPP) PT PLN (Persero), Muhammad Ahsin Sidqi, menyebut pembahasan rapat proyek tak perlu diikuti anggota DPR. Eks Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih beberapa kali ikut rapat proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
"Memang seharusnya tidak perlu ada anggota DPR pada saat pertemuan," kata Ahsin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 5 Agustus 2019.
Ahsin mengaku bertemu Eni dua kali pada 13 April 2018 dan 7 Juni 2018. Eni datang ke kantor PLN diduga untuk membahas proyek PLTU Riau-1 bersama eks Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir.
Kendati demikian, Ahsin baru mengetahui peran Eni saat diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ahsin mengaku Eni jarang bicara di rapat.
"Karena asumsi saya kalau orang datang ke PLN mungkin punya kepentingan," ujar Ahsin.
Dalam perkara ini Eni telah divonis 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan. Ia terbukti bersalah membantu pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk memperoleh proyek PLTU Riau-1.
(Baca juga:
Pejabat PLN Sebut Sofyan Basir Percepat Penandatanganan PLTU Riau-1)
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap PLTU Riau-1. Ia berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
Dia disebut mempertemukan Eni, Kotjo dan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap senilai Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepatan proyek IPP PLTU Riau-1.
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)