Jakarta: Kepala Divisi Independen Power Produser (IPP) PT PLN, Muhammad Ahsin Sidqi menyebut, proses penandatanganan dokumen Power Purchased Agreement (PPA) PLTU Riau-1 oleh eks Direktur Utama PLN Sofyan Basir dipercepat. Padahal terdapat tahapan sebelum PPA yang belum dilewati.
"Saya dapat info dari Iwan Supangkat (Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN, Supangkat Iwan Santoso). Pak Sofyan Basir berkehendak tanda tangan PPA sebelum ke luar negeri, ke Eropa kalau tidak salah," kata Ahsin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 5 Agustus 2019.
Ahsin mengatakan, sebelum tahap penandatanganan PPA, terdapat proses letter of intent (LoI). Seharusnya ditandatangani pada 17 Januari 2018 namun ditandatangani pada 29 September 2017.
Tak hanya penandatanganan perjanjian, Sofyan juga meminta adanya percepatan proyek PLTU Riau-1. Pasalnya proyek tersebut masuk dalam program pengadaan pembangkit listrik 35 ribu megawatt.
"Ketika rapat-rapat bersama direksi memang perlu percepatan itu saja," ujar dia.
Baca juga: Tiga Petinggi PLN Bersaksi di Sidang Sofyan Basir
Dalam dakwaan, LoI IPP Project baru ditandatangani oleh Supangkat dan Dwi Hartono selaku perwakilan perusahaan konsorsium pada tanggal 17 Januari 2018 dengan menggunakan tanggal mundur yaitu tertanggal 6 Oktober 2017. Dalam IPP berisi salah satunya masa kontrak 25 tahun dengan tarif dasar USD5,4916 per kWh, dan segera membentuk perusahaan proyek yang akan menjadi pihak penjual berdasarkan PPA.
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap PLTU Riau-1. Ia berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
Dia disebut mempertemukan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap sebesar Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepatan proyek IPP PLTU Riau-1.
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Jakarta: Kepala Divisi Independen Power Produser (IPP) PT PLN, Muhammad Ahsin Sidqi menyebut, proses penandatanganan dokumen Power Purchased Agreement (PPA) PLTU Riau-1 oleh eks Direktur Utama PLN Sofyan Basir dipercepat. Padahal terdapat tahapan sebelum PPA yang belum dilewati.
"Saya dapat info dari Iwan Supangkat (Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN, Supangkat Iwan Santoso). Pak Sofyan Basir berkehendak tanda tangan PPA sebelum ke luar negeri, ke Eropa kalau tidak salah," kata Ahsin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 5 Agustus 2019.
Ahsin mengatakan, sebelum tahap penandatanganan PPA, terdapat proses letter of intent (LoI). Seharusnya ditandatangani pada 17 Januari 2018 namun ditandatangani pada 29 September 2017.
Tak hanya penandatanganan perjanjian, Sofyan juga meminta adanya percepatan proyek PLTU Riau-1. Pasalnya proyek tersebut masuk dalam program pengadaan pembangkit listrik 35 ribu megawatt.
"Ketika rapat-rapat bersama direksi memang perlu percepatan itu saja," ujar dia.
Baca juga:
Tiga Petinggi PLN Bersaksi di Sidang Sofyan Basir
Dalam dakwaan, LoI IPP Project baru ditandatangani oleh Supangkat dan Dwi Hartono selaku perwakilan perusahaan konsorsium pada tanggal 17 Januari 2018 dengan menggunakan tanggal mundur yaitu tertanggal 6 Oktober 2017. Dalam IPP berisi salah satunya masa kontrak 25 tahun dengan tarif dasar USD5,4916 per kWh, dan segera membentuk perusahaan proyek yang akan menjadi pihak penjual berdasarkan PPA.
Sofyan Basir didakwa memberikan fasilitas demi melancarkan suap PLTU Riau-1. Ia berperan sebagai jembatan yang mempertemukan sejumlah pejabat untuk memuluskan proyek itu.
Dia disebut mempertemukan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham, dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo di tempat yang berbeda sejak 2016. Sofyan merayu ketiganya mempercepat proses kesepakatan proyek independent power producer (IPP) PLTU Riau-1 antara PT Pembangkit Jawa Bali Investasi dan BlackGold Natural Resources (BNR, Ltd) serta China Huadian Enginering Company Limited (CHEC, Ltd), perusahaan yang dibawa Kotjo.
Sofyan disebut secara sadar mengetahui Eni dan Idrus akan mendapatkan uang suap dari Kotjo. Eni dan Idrus menerima suap sebesar Rp4,7 miliar yang diberikan secara bertahap. Uang tersebut diberikan untuk mempercepat kesepatan proyek IPP PLTU Riau-1.
Atas bantuan Sofyan perusahaan Kotjo dapat jatah proyek PLTU Riau-1. Kotjo mendapatkan keuntungan Rp4,75 miliar atas permainan kotor tersebut.
Sofyan Basir didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 15 atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 56 ke-2 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)