Jakarta: Wajah pendidikan di Tanah Air tercoreng. Ketamakan membuat para pemuka pendidikan terlibat praktik rasuah hingga berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tak tanggung-tanggung, mereka yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) merupakan rektor hingga pejabat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Jabatan terhormat itu tidak membuat mereka menahan diri untuk menerima uang kotor.
Mereka yang ditangkap ialah Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Komarudin; Kabag Kepegawaian UNJ, Dwi Achmad Noor; Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ, Sofia Hartati. Kemudian, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud, Tatik Supartiah; Karo SDM Kemendikbud, Diah Ismayanti; serta dua Staf SDM Kemendikbud, Parjono dan Dinar Suliya.
Operasi senyap ini berawal dari informasi Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud perihal penyerahan sejumlah uang yang diduga dari pihak UNJ kepada pejabat di institusi pemerintahan itu. Saat itu, Komarudin meminta Dekan Fakultas dan Lembaga di UNJ mengumpulkan uang tunjangan hari raya (THR) masing-masing Rp5 juta melalui Dwi Achmad Noor untuk diserahkan ke Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti dan beberapa staf SDM di Kemendikbud.
"Barang bukti berupa uang sebesar US$1.200 dan Rp27,5 juta," kata Deputi Bidang Penindakan KPK Karyoto di Jakarta, Kamis, 21 Mei 2020.
Kasus Dilimpahkan ke Kepolisian
Karena nilai rasuah dari kasus ini di bawah Rp1 miliar, KPK melimpahkan kasus ini ke Polda Metro Jaya. Aturan ini tertuang dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sayangnya, Polda Metro tak menahan para pihak yang terjaring OTT tersebut. Mereka yang ditangkap KPK hanya diminta wajib lapor.
Tak hanya itu, Korps Bhayangkara bahkan belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Alasannya, kasus itu baru diserahkan KPK.
Polda Metro masih mencari akar dari praktik bau amis tersebut. Ketujuh orang itu bakal dipanggil lagi untuk dimintai keterangan.
Beberapa pekan dilimpahkan, Polda Metro justru memutuskan menghentikan pengusutan kasus ini. Kasus dihentikan dengan dalih perbuatan pidana dinyatakan tidak sempurna.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Roma Hutajulu mengatakan kasus itu tidak mengandung unsur tindak pidana korupsi. Sebab, penyerahan uang kepada pejabat Kemendikbud tanpa sepengetahuan penerima.
KPK menghormati penyelidikan yang dilakukan Polda Metro. Apalagi, Polda Metro dilibatkan selama proses penyelidikan sebagai fungsi supervisi. Kasus ini dapat kembali dibuka bila ke depan ditemukan unsur pidananya.
Pelecehan Nilai Pendidikan
Beragam reaksi ditunjukkan banyak pihak terhadap aksi tak terpuji yang dilakukan aktor pendidik tersebut. Praktik rasuah tersebut dinilai telah melecehkan wajah pendidikan Tanah Air.
Salah satu yang paling geram dan menyesalkan peristiwa itu ialah Ikatan Guru Indonesia (IGI). Apalagi, tindakan kotor itu melibatkan pimpinan institusi pencetak tenaga pengajar.
"Ini sebuah pelecehan nilai-nilai pendidikan dan terutama karakter, jadi selama ini gagal dong program pendidikan karakter Kemendikbud terutama LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan),” kata Ketua Umum IGI, Muhammad Ramli Rahim, kepada Medcom.id, Sabtu, 23 Mei 2020.
Ramli berharap pihak-pihak yang terlibat mendapatkan sanski berat. Terlebih, perbuatan tersebut dilakukan di tengah masa darurat pandemi covid-19.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim turut menyoroti kasus ini. Dia mengutuk perbuatan kotor sejumlah pejabat Kemendikbud yang terjaring OTT.
Nadiem menegaskan tak ada toleransi bagi pelaku gratifikasi di lingkungan Kemendikbud. Setiap pejabat di lingkungan Kemendikbud harus memegang teguh integritas dan menjalankan aktivitas sesuai peraturan dan tata kelola yang baik.
Nadiem menyerahkan penuh kasus dugaan gratifikasi itu kepada lembaga penegak hukum. Orang nomor satu di Kemendikbud ini bakal mendukung penuh proses hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Kemendikbud akan terus meningkatkan pengawasan untuk memastikan setiap aktivitas berjalan sesuai tata kelola pemerintahan yang baik. Dia tengah menyiapkan sanksi bagi mereka yang diduga terlibat praktik gratifikasi.
"Kami akan terapkan sanksi terhadap pihak-pihak di bawah kementerian yang terbukti terlibat dan melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan integritas sesuai ketentuan yang berlaku," tegas Nadiem.
Jakarta: Wajah pendidikan di Tanah Air tercoreng. Ketamakan membuat para pemuka pendidikan terlibat praktik rasuah hingga berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tak tanggung-tanggung, mereka yang terjaring operasi tangkap tangan (
OTT) merupakan rektor hingga pejabat di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Jabatan terhormat itu tidak membuat mereka menahan diri untuk menerima uang kotor.
Mereka yang ditangkap ialah Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Komarudin; Kabag Kepegawaian UNJ, Dwi Achmad Noor; Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ, Sofia Hartati. Kemudian, Analis Kepegawaian Biro SDM Kemendikbud, Tatik Supartiah; Karo SDM Kemendikbud, Diah Ismayanti; serta dua Staf SDM Kemendikbud, Parjono dan Dinar Suliya.
Operasi senyap ini berawal dari informasi Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendikbud perihal penyerahan sejumlah uang yang diduga dari pihak UNJ kepada pejabat di institusi pemerintahan itu. Saat itu, Komarudin meminta Dekan Fakultas dan Lembaga di UNJ mengumpulkan uang tunjangan hari raya (THR) masing-masing Rp5 juta melalui Dwi Achmad Noor untuk diserahkan ke Direktur Sumber Daya Ditjen Dikti dan beberapa staf SDM di Kemendikbud.
"Barang bukti berupa uang sebesar US$1.200 dan Rp27,5 juta," kata Deputi Bidang Penindakan KPK Karyoto di Jakarta, Kamis, 21 Mei 2020.
Kasus Dilimpahkan ke Kepolisian
Karena nilai rasuah dari kasus ini di bawah Rp1 miliar, KPK melimpahkan kasus ini ke Polda Metro Jaya. Aturan ini tertuang dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sayangnya, Polda Metro tak menahan para pihak yang terjaring OTT tersebut. Mereka yang ditangkap KPK hanya diminta wajib lapor.
Tak hanya itu, Korps Bhayangkara bahkan belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Alasannya, kasus itu baru diserahkan
KPK.
Polda Metro masih mencari akar dari praktik bau amis tersebut. Ketujuh orang itu bakal dipanggil lagi untuk dimintai keterangan.