Jakarta: Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengatakan saat ini Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Menurut dia, ada kecenderungan kekuasaan tersentralisasi tak hanya di ranah eksekutif.
"Kita lihat sekarang sistem ketatanegaraan. Coba bayangkan dia (penguasa) mempunyai partai politik, punya tangan-tangan di bidang legislatif, tangan-tangan di eksekutif, sekaligus dia punya tangan-tangan di bidang yudikatif," kata Arief saat menjadi pembicara dalam Konferensi Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional pada Rabu, 25 Oktober 2023.
Arief melanjutkan, banyak liberalisasi di berbagai kehidupan di Indonesia sekarang ini. Bahkan, Indonesia sudah dikendalikan oleh segelintir orang dan tangan-tangan tertentu.
Kondisi ini bahkan jauh lebih parah dibandingkan era kepimpinan Soeharto. "Bayangkan di era Soeharto ketika Orde Baru, tidak ada kekuatan terpusat di tangan-tangan tertentu. Kita lihat masih ada pembagian," kata dia.
Namun, saat ini Arief melihat kekuasaan punya kekuatan begitu besar. "Selain punya tangan-tangan di eksekutif, legislatif, yudikatif, dia (penguasa) punya parpol sekaligus mempunyai mass media. Dia mempunyai pengusaha besar pemilik modal itu di satu tangan atau beberapa gelintir (orang). Itu tidak pernah terjadi di era Soeharto dan itu nampak betul sekarang. Makanya kita harus hati-hati," kata Arief.
Baca: Hakim MK Sebut Indonesia Sekarang Lebih Buruk dari Era Soeharto, Ini Alasannya
Arief berkabung
Arief mengaku berkabung terhadap hukum di Indonesia saat ini. Menurut dia, hal tersebut tak lepas dari prahara di MK.
"Saya sebetulnya datang ke sini agak malu. Saya pakai baju hitam karena saya sebagai hakim konstitusi sedang berkabung. Karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara," ujar Arief.
Dalam kesempatan tersebut, Arief juga membeberkan betapa kacaunya kondisi Indonesia sekarang ini. Menurutnya, sistem ketatanegaraan di Indonesia sudah jauh dari keinginan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 45.
"Itu bisa kita lihat dari aspek kehidupan sekarang ini lebih ke arah liberalistik, kapitalisik, dan individualistik. Sehingga tidak match lagi antara pembukaan UUD dengan batang tubuhnya. Batang tubuhnya mengarah ke individualistik dan liberalistik sebagai akibat dari pengaruh global, karena yang menang adalah ideologi liberalistik," kata Arief.
Baca: Berbaju Hitam, Arief Hidayat 'Berkabung' Akibat Prahara di MK
Arief Hidayat merupakan salah satu hakim yang memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) pada saat Ketua MK mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Senin, 16 Oktober 2023.
Melalui putusan itu, Ketua MK memperbolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden dalam Pilpres 2024 selama mempunyai pengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum (pemilu).
Jakarta:
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengatakan saat ini Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Menurut dia, ada kecenderungan kekuasaan tersentralisasi tak hanya di ranah eksekutif.
"Kita lihat sekarang sistem ketatanegaraan. Coba bayangkan dia (penguasa) mempunyai partai politik, punya tangan-tangan di bidang legislatif, tangan-tangan di eksekutif, sekaligus dia punya tangan-tangan di bidang yudikatif," kata Arief saat menjadi pembicara dalam Konferensi Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional pada Rabu, 25 Oktober 2023.
Arief melanjutkan, banyak liberalisasi di berbagai kehidupan di Indonesia sekarang ini. Bahkan, Indonesia sudah dikendalikan oleh segelintir orang dan tangan-tangan tertentu.
Kondisi ini bahkan jauh lebih parah dibandingkan era kepimpinan Soeharto. "Bayangkan di era Soeharto ketika Orde Baru, tidak ada kekuatan terpusat di tangan-tangan tertentu. Kita lihat masih ada pembagian," kata dia.
Namun, saat ini Arief melihat kekuasaan punya kekuatan begitu besar. "Selain punya tangan-tangan di eksekutif, legislatif, yudikatif, dia (penguasa) punya parpol sekaligus mempunyai
mass media. Dia mempunyai pengusaha besar pemilik modal itu di satu tangan atau beberapa gelintir (orang). Itu tidak pernah terjadi di era Soeharto dan itu nampak betul sekarang. Makanya kita harus hati-hati," kata Arief.
Baca: Hakim MK Sebut Indonesia Sekarang Lebih Buruk dari Era Soeharto, Ini Alasannya
Arief berkabung
Arief mengaku berkabung terhadap hukum di Indonesia saat ini. Menurut dia, hal tersebut tak lepas dari prahara di MK.
"Saya sebetulnya datang ke sini agak malu. Saya pakai baju hitam karena saya sebagai hakim konstitusi sedang berkabung. Karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara," ujar Arief.
Dalam kesempatan tersebut, Arief juga membeberkan betapa kacaunya kondisi Indonesia sekarang ini. Menurutnya, sistem ketatanegaraan di Indonesia sudah jauh dari keinginan Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 45.
"Itu bisa kita lihat dari aspek kehidupan sekarang ini lebih ke arah liberalistik, kapitalisik, dan individualistik. Sehingga tidak match lagi antara pembukaan UUD dengan batang tubuhnya. Batang tubuhnya mengarah ke individualistik dan liberalistik sebagai akibat dari pengaruh global, karena yang menang adalah ideologi liberalistik," kata Arief.
Baca: Berbaju Hitam, Arief Hidayat 'Berkabung' Akibat Prahara di MK
Arief Hidayat merupakan salah satu hakim yang memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) pada saat Ketua MK mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pada Senin, 16 Oktober 2023.
Melalui putusan itu, Ketua MK memperbolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden dalam Pilpres 2024 selama mempunyai pengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum (pemilu).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)