medcom.id, Jakarta: Sidang kedua sengketa keterbukaan informasi publik mengenai hasil kajian reklamasi Teluk Jakarta belum menghasilkan keputusan akhir bagi kedua belah pihak. Perwakilan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) Rayhan Dudayev selaku pemohon masih meragukan kelengkapan informasi yang diberikan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
"Pemohon hanya mendapat rekomendasi yang bersifat poin-poin, tanpa mendapatkan hasil kajian lengkap yang mendasari rekomendasi tersebut. Termasuk pula data, fakta, masalah, studi, evaluasi, analisa, yang jadi dasar pertimbangan," ujar Rayhan dalam sidang yang digelar di kantor Komisi Informasi Pusat (KIP), Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, Senin 6 Maret 2017.
Rayhan mengajukan permohonan ke PPID Kemenko Kemaritiman melalui KIP pada Oktober 2016. Dia meminta hasil kajian Komite Reklamasi Teluk Jakarta dibuka untuk publik. Informasi ini akan digunakan sebagai perbandingan untuk kajian reklamasi yang dilakukan KSTJ. Sekaligus menjadi bahan gugatan warga terdampak proyek raksasa reklamasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sewaktu Rizal Ramli menjabat Menko Kemaritiman, Rizal sempat menutup rencana reklamasi Teluk Jakarta. Alasannya, belum ada aturan hukum yang jelas.
Namun, Luhut Pandjaitan yang menggantikan Rizal sebagai Menko Kemaritiman, 27 Juli 2016, membuka kembali proyek reklamasi tersebut. Menurut Luhut, proyek reklamasi Teluk Jakarta telah memenuhi aspek legalitas.
(Baca juga: Rizal Ramli: Reklamasi Dihentikan sampai Undang-Undang Terpenuhi)
Rayhan kemudian mengirim surat ke PPID Kemenko Kemaritiman untuk meminta hasil kajian yang melandasi perubahan keputusan itu, 1 Agustus 2016. Tak mendapat respons, dia mengirim surat lagi 17 hari kemudian.
Sebulan berselang, PPID Kemenko Kemaritiman akhirnya menanggapi permohonan itu melalui surat elektronik dengan lampiran belasan lembar slide presentasi. Slide presentasi ini, kata Rayhan, bukanlah hasil kajian reklamasi yang dia maksud. Isinya hanya beberapa rekomendasi reklamasi dalam aspek sosial dan ekonomi.
Rayhan mengatakan, kajian untuk megaproyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta seharusnya mempunyai sejumlah kajian lebih serius yang melandasi rekomendasi. Informasi yang diminta Rayhan adalah hasil kajian dalam aspek sosial, lingkungan, dan hukum.
"Tidak mungkin mereka menampilkan paparan dalam slide, tapi tidak ada sumbernya. Kalau memang memaparkan tapi tidak ada sumbernya, ini kan celaka. Apalagi proyek ini berdampak luas," ungkap Rayhan.
Evy Trisulo, Ketua Majelis Komisioner KIP yang memimpin sidang sengketa, memberikan penilaian serupa. Dia juga mempertanyakan apakah PPID benar-benar memiliki informasi yang dimaksud oleh Rayhan atau tidak.
"Yang diserahkan ini bukan kajian, tapi slide," kata Evy setelah menerima salinan isi surel yang dikirim kepada Rayhan dalam sidang kedua, Senin 6 Maret 2017.
(Baca juga: Menko Luhut Pastikan Legalitas Reklamasi Teluk Jakarta Terpenuhi)
Sementara perwakilan PPID dari Kemenko Kemaritiman tidak dapat memberikan informasi lebih lanjut. Kurniawan Prianto, Kepala Bidang Sengketa Informasi Publik Kemenko Maritim mengungkapkan, mereka hanya mewadahi dokumen dan informasi yang diterbitkan sebatas yang mereka terima.
"Kami berharap ada dari tim gabungan (komite reklamasi) turut beserta kami, sehingga dapat menjelaskan kronologis kejadian sesungguhnya, termasuk apa yang diminta pemohon," ujar Kurniawan menanggapi keraguan Rayhan.
Karena belum dapat mencapai mediasi, sidang sengketa informasi bernomor 050/X/KIP-PS/2016 ini dilanjutkan lagi pada persidangan ketiga. Evy belum dapat memberikan kepastian waktu, tapi menjanjikan sidang ketiga akan digelar setelah 20 Maret 2017.
Dalam sidang ketiga, masing-masing pihak diminta menyediakan informasi yang cukup supaya mediasi dapat dilakukan. Rayhan selaku pihak pemohon harus menyediakan argumen jelas bahwa data hasil kajian yang dimaksud benar-benar dimiliki oleh Kemenko Kemaritiman.
Sementara PPID Kemenko Kemaritiman selaku koordinator komite reklamasi harus memberikan status hasil kajian yang lebih jelas, meliputi ragam isinya serta status keterbukaan terhadap publik.
medcom.id, Jakarta: Sidang kedua sengketa keterbukaan informasi publik mengenai hasil kajian reklamasi Teluk Jakarta belum menghasilkan keputusan akhir bagi kedua belah pihak. Perwakilan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta (KSTJ) Rayhan Dudayev selaku pemohon masih meragukan kelengkapan informasi yang diberikan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman.
"Pemohon hanya mendapat rekomendasi yang bersifat poin-poin, tanpa mendapatkan hasil kajian lengkap yang mendasari rekomendasi tersebut. Termasuk pula data, fakta, masalah, studi, evaluasi, analisa, yang jadi dasar pertimbangan," ujar Rayhan dalam sidang yang digelar di kantor Komisi Informasi Pusat (KIP), Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, Senin 6 Maret 2017.
Rayhan mengajukan permohonan ke PPID Kemenko Kemaritiman melalui KIP pada Oktober 2016. Dia meminta hasil kajian Komite Reklamasi Teluk Jakarta dibuka untuk publik. Informasi ini akan digunakan sebagai perbandingan untuk kajian reklamasi yang dilakukan KSTJ. Sekaligus menjadi bahan gugatan warga terdampak proyek raksasa reklamasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sewaktu Rizal Ramli menjabat Menko Kemaritiman, Rizal sempat menutup rencana reklamasi Teluk Jakarta. Alasannya, belum ada aturan hukum yang jelas.
Namun, Luhut Pandjaitan yang menggantikan Rizal sebagai Menko Kemaritiman, 27 Juli 2016, membuka kembali proyek reklamasi tersebut. Menurut Luhut, proyek reklamasi Teluk Jakarta telah memenuhi aspek legalitas.
(
Baca juga: Rizal Ramli: Reklamasi Dihentikan sampai Undang-Undang Terpenuhi)
Rayhan kemudian mengirim surat ke PPID Kemenko Kemaritiman untuk meminta hasil kajian yang melandasi perubahan keputusan itu, 1 Agustus 2016. Tak mendapat respons, dia mengirim surat lagi 17 hari kemudian.
Sebulan berselang, PPID Kemenko Kemaritiman akhirnya menanggapi permohonan itu melalui surat elektronik dengan lampiran belasan lembar slide presentasi. Slide presentasi ini, kata Rayhan, bukanlah hasil kajian reklamasi yang dia maksud. Isinya hanya beberapa rekomendasi reklamasi dalam aspek sosial dan ekonomi.
Rayhan mengatakan, kajian untuk megaproyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta seharusnya mempunyai sejumlah kajian lebih serius yang melandasi rekomendasi. Informasi yang diminta Rayhan adalah hasil kajian dalam aspek sosial, lingkungan, dan hukum.
"Tidak mungkin mereka menampilkan paparan dalam slide, tapi tidak ada sumbernya. Kalau memang memaparkan tapi tidak ada sumbernya, ini kan celaka. Apalagi proyek ini berdampak luas," ungkap Rayhan.
Evy Trisulo, Ketua Majelis Komisioner KIP yang memimpin sidang sengketa, memberikan penilaian serupa. Dia juga mempertanyakan apakah PPID benar-benar memiliki informasi yang dimaksud oleh Rayhan atau tidak.
"Yang diserahkan ini bukan kajian, tapi slide," kata Evy setelah menerima salinan isi surel yang dikirim kepada Rayhan dalam sidang kedua, Senin 6 Maret 2017.
(
Baca juga: Menko Luhut Pastikan Legalitas Reklamasi Teluk Jakarta Terpenuhi)
Sementara perwakilan PPID dari Kemenko Kemaritiman tidak dapat memberikan informasi lebih lanjut. Kurniawan Prianto, Kepala Bidang Sengketa Informasi Publik Kemenko Maritim mengungkapkan, mereka hanya mewadahi dokumen dan informasi yang diterbitkan sebatas yang mereka terima.
"Kami berharap ada dari tim gabungan (komite reklamasi) turut beserta kami, sehingga dapat menjelaskan kronologis kejadian sesungguhnya, termasuk apa yang diminta pemohon," ujar Kurniawan menanggapi keraguan Rayhan.
Karena belum dapat mencapai mediasi, sidang sengketa informasi bernomor 050/X/KIP-PS/2016 ini dilanjutkan lagi pada persidangan ketiga. Evy belum dapat memberikan kepastian waktu, tapi menjanjikan sidang ketiga akan digelar setelah 20 Maret 2017.
Dalam sidang ketiga, masing-masing pihak diminta menyediakan informasi yang cukup supaya mediasi dapat dilakukan. Rayhan selaku pihak pemohon harus menyediakan argumen jelas bahwa data hasil kajian yang dimaksud benar-benar dimiliki oleh Kemenko Kemaritiman.
Sementara PPID Kemenko Kemaritiman selaku koordinator komite reklamasi harus memberikan status hasil kajian yang lebih jelas, meliputi ragam isinya serta status keterbukaan terhadap publik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)