Jakarta: Juru bicara eks Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto mengatakan pembubaran HTI tak lepas dari agenda politik. Menurutnya, definisi khilafah yang diatur surat keputusan Menteri Hukum dan HAM, yang menjadi dasar pembubaran, tidak berdasar.
Ismail menegaskan paham khalifah HTI justru sesuai dengan Pancasila. "Pancasila pada sila pertama itu Ketuhanan yang Maha Esa," kata Ismail, usai sidang kesimpulan dengan agenda gugatan eks HTI atas keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur, Kamis, 19 April 2018.
Menurut Ismail, paham khilafah yang diperjuangkan HTI sudah sesuai ajaran Islam yang dijunjung tinggi Pancasila. Apalagi, ujar dia, mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam mengakui negara berdasarkan Pancasila.
"Islam itu agama mayoritas di Indonesia, dan khilafah itu bagian dari ajaran Islam. Jadi, dari mana kami bertentangan dengan Pancasila?" ujarnya.
Pembubaran HTI, lanjut Ismail, tak lepas dari upaya melemahkan suara kaum muslimin dan para ulama menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
"Jelas itu (agenda politik). Kita terus terang tidak tahu kenapa kita dibubarkan. Lalu kita cari tahu dan kita mendapat informasi dari berbagai sumber dan kita berkesimpulan ini memang lebih banyak persoalan politik," kata Ismail.
Baca: Lama Menyimpang, Mengapa HTI Baru Dibubarkan?
Kecurigaan Ismail merujuk pada Pilkada DKI Jakarta 2017. HTI dinilai sebagai pihak paling bertanggung jawab atas kekalahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lantaran lantang meneriakkan hukum haram memilih pemimpin kafir.
"Kita yang pertama teriakkan haram pemimpin kafir pada 4 September 2016. Sejak saat itu, berkembang di masyarakat dan orang berani katakan tolak pemimpin kafir," beber Ismail.
Sejak saat itu, kata Dia, fondasi HTI mulai digoyahkan oleh pihak-pihak tertentu di kalangan pemerintahan. Pascakekalahan Ahok, Ismail melanjutkna, pemerintah tampak berusaha merobohkan HTI.
Ciri-cirinya, pemerintah menindak tokoh-tokoh presidium 212 melalui serangkaian dugaan pelanggaran hukum. Presidium 212 adalah motor demonstrasi besar-besaran agar Ahok dipenjara atas tuduhan penodaan agama.
"Alasan dicari-cari. Anti-Pancasila dan sebagainya. Di persidangan tidak terbukti," tandas dia.
Baca: Sidang Kesimpulan Gugatan HTI Hanya Belasan Menit
PTUN menggelar sidang lanjutan gugatan eks HTI atas keputusan Menteri Hukum dan HAM yang dinilai serampangan membubarkan HTI. Sidang hanya berlangsung belasan menit.
Pantauan Medcom.id, sidang ini dimulai sekitar pukul 09.54 WIB. Sidang kelar pukul 10.11 WIB. Meski hanya berjalan beberapa menit, seluruh peserta mengikuti persidangan dengan tertib.
Sidang dipimpin Hakim Ketua Tri Cahya Indra Permana, Hakim Anggota Nelvy Christin, Roni Erry Saputro, dan Panitera Pengganti Kiswono.
HTI dibubarkan sesuai Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Pengesahan Pendirian Perkumpulan HTI. HTI lantas menggugat keputusan tersebut.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/0kpn15DN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Juru bicara eks Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto mengatakan pembubaran HTI tak lepas dari agenda politik. Menurutnya, definisi khilafah yang diatur surat keputusan Menteri Hukum dan HAM, yang menjadi dasar pembubaran, tidak berdasar.
Ismail menegaskan paham khalifah HTI justru sesuai dengan Pancasila. "Pancasila pada sila pertama itu Ketuhanan yang Maha Esa," kata Ismail, usai sidang kesimpulan dengan agenda gugatan eks HTI atas keputusan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur, Kamis, 19 April 2018.
Menurut Ismail, paham khilafah yang diperjuangkan HTI sudah sesuai ajaran Islam yang dijunjung tinggi Pancasila. Apalagi, ujar dia, mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam mengakui negara berdasarkan Pancasila.
"Islam itu agama mayoritas di Indonesia, dan khilafah itu bagian dari ajaran Islam. Jadi, dari mana kami bertentangan dengan Pancasila?" ujarnya.
Pembubaran HTI, lanjut Ismail, tak lepas dari upaya melemahkan suara kaum muslimin dan para ulama menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
"Jelas itu (agenda politik). Kita terus terang tidak tahu kenapa kita dibubarkan. Lalu kita cari tahu dan kita mendapat informasi dari berbagai sumber dan kita berkesimpulan ini memang lebih banyak persoalan politik," kata Ismail.
Baca:
Lama Menyimpang, Mengapa HTI Baru Dibubarkan?
Kecurigaan Ismail merujuk pada Pilkada DKI Jakarta 2017. HTI dinilai sebagai pihak paling bertanggung jawab atas kekalahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lantaran lantang meneriakkan hukum haram memilih pemimpin kafir.
"Kita yang pertama teriakkan haram pemimpin kafir pada 4 September 2016. Sejak saat itu, berkembang di masyarakat dan orang berani katakan tolak pemimpin kafir," beber Ismail.
Sejak saat itu, kata Dia, fondasi HTI mulai digoyahkan oleh pihak-pihak tertentu di kalangan pemerintahan. Pascakekalahan Ahok, Ismail melanjutkna, pemerintah tampak berusaha merobohkan HTI.
Ciri-cirinya, pemerintah menindak tokoh-tokoh presidium 212 melalui serangkaian dugaan pelanggaran hukum. Presidium 212 adalah motor demonstrasi besar-besaran agar Ahok dipenjara atas tuduhan penodaan agama.
"Alasan dicari-cari. Anti-Pancasila dan sebagainya. Di persidangan tidak terbukti," tandas dia.
Baca:
Sidang Kesimpulan Gugatan HTI Hanya Belasan Menit
PTUN menggelar sidang lanjutan gugatan eks HTI atas keputusan Menteri Hukum dan HAM yang dinilai serampangan membubarkan HTI. Sidang hanya berlangsung belasan menit.
Pantauan
Medcom.id, sidang ini dimulai sekitar pukul 09.54 WIB. Sidang kelar pukul 10.11 WIB. Meski hanya berjalan beberapa menit, seluruh peserta mengikuti persidangan dengan tertib.
Sidang dipimpin Hakim Ketua Tri Cahya Indra Permana, Hakim Anggota Nelvy Christin, Roni Erry Saputro, dan Panitera Pengganti Kiswono.
HTI dibubarkan sesuai Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Pengesahan Pendirian Perkumpulan HTI. HTI lantas menggugat keputusan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)