Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Keluarga Besar Nahdlatul Ulama kota Bandung berdemonstrasi menuntut pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Bandung, Jawa Barat. (foto: ANTARA/Agus Bebeng)
Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Keluarga Besar Nahdlatul Ulama kota Bandung berdemonstrasi menuntut pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Bandung, Jawa Barat. (foto: ANTARA/Agus Bebeng)

Lama Menyimpang, Mengapa HTI Baru Dibubarkan?

09 Februari 2018 10:45
Jakarta: Kuasa Hukum Kementerian Hukum dan HAM I Wayan Sudirta mengungkapkan alasan mengapa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) baru dibubarkan padahal pelanggaran yang dilakukan sudah terjadi sejak lama. 
 
"Jawabannya mudah. Dulu peraturannya dibuat berbelit sehingga HTI tidak mudah dibubarkan," ungkapnya, dalam Prime Talk, Kamis 8 Februari 2018.
 
Wayan menyatakan di masa lalu, HTI bebas bergerak meskipun harus dari bawah tanah. Bahkan keberadaan HTI pun disebut dipelihara oleh kekuatan tertentu di balik pemerintahan. 

Sementara saat ini, pemerintah tak menoleransi organisasi apa pun yang memerangi pancasila dan NKRI. Sosok Jokowi sebagai kepala negara tak mau ambil risiko untuk membiarkan HTI 'hidup' lebih lama lagi.
 
"Jokowi berbeda dengan pemerintah sebelumnya. Dia tegas dan berani membuat perppu dan ternyata perppu itu didukung oleh DPR. Barulah pemerintah bisa dimanfaatkan secara tepat tanpa menghilangkan aspek demokrasinya," kata Wayan.
 
Cendekiawan Muslim Azyumardi Azra pun sepakat dengan pendapat Wayan bahwa Jokowi memang berbeda dari pemerintahan sebelumnya. Jokowi lebih berani bertindak. 
 
Berbeda misalnya dengan era Soeharto. Meskipun pemerintahan saat itu tegas dan keras soal NKRI, pancasila, bahkan kebhinekaan namun tak mampu menghentikan pergerakan HTI yang bekerja dari bawah tanah.
 
"Banyak kelompok Islam model ini dipelihara oleh rezim yang berkuasa. Benar, Jokowi lebih berani. Bagi saya ini memang soal eksistensial bagi NKRI kalau tidak dihadapi bukan tidak mungkin NKRI tinggal nama," katanya. 
 
Sama halnya dengan demokrasi di negara lain, misalnya Amerika Serikat yang menganut sistem kapitalisme-sekulerisme. Ketika ada organisasi atau aliran antiamerika misalnya komunisme dan marxisme dan mengancam eksistensi negara, tetap perlu dihentikan.
 
"Di mana pun kalau sudah menyangkut eksistensi negara, pemerintah dan lembaga negara lain termasuk DPR harus melindungi. Entah melalui ketentuan Undang-undang, perppu, dan lainnya. Kalau tidak begitu susah kita," jelasnya. 
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan