Ilustrasi KPK - MI.
Ilustrasi KPK - MI.

KPK Selisik Pelanggaran Aturan Proyek PLTU Riau-I

Juven Martua Sitompul • 03 Mei 2019 09:10
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I. Tim penyidik saat ini fokus mengusut dugaan adanya aturan yang dilanggar dalam pelaksanaan proyek bernilai USD900 juta tersebut.
 
Bahkan, untuk mendalami pelanggaran itu, penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat PT PLN. Para pejabat PLN diperiksa sebagai saksi dalam proses penyidikan tersangka Direktur Utama (Dirut) PLN Sofyan Basir.
 
"Beberapa saksi dari PT PLN ini ditanyakan seputar proses pengadaan apakah sesuai dengan ketentuan atau tidak," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat, 3 Mei 2019.

Tak hanya pejabat PLN, Dirut Pertamina Nicke Widyawati juga tak luput diperiksa penyidik untuk mengungkap lebih terang ihwal rasuah dalam proyek tersebut. Tugas pokok dan fungsi Nicke saat menjadi pejabat PLN diselisik penyidik.
 
Mantan bos Pertamina itu diketahui pernah mengemban sejumlah posisi strategis di PLN saat proyek PLTU Riau-I dibahas. Jabatan yang pernah diemban Nicke yakni sebagai Direktur Niaga dan Managemen Resiko, Direktur Perencanaan Korporat dan Direktur Pengadaan Strategis 1.
 
"Untuk saksi Dirut PT Pertamina Persero hari ini penyidik mengonfirmasi keterangan dari saksi terkait dengan jabatannya waktu di PLN serta kewenangan yang bersangkutan dalam perencanaan pembangunan PLTU Riau-I," kata Yuyuk.
 
Baca: KPK Usut Pejabat PLN di Suap PLTU Riau-I
 
Nama Nicke mencuat dalam persidangan tiga terpidana sebelumnya yaitu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Golkar Eni Maulani Saragih, mantan Menteri Sosial Idrus Marham dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo.
 
Dalam persidangan tersebut, Nicke yang saat itu menjabat sebagai Direktur Perencanaan PT PLN disebut pernah menghadiri pertemuan pertama membahas proyek PLTU Riau-I di Hotel Fairmont Jakarta. Pertemuan itu turut dihadiri oleh Eni, Sofyan, Kotjo dan Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN, Supangkat Iwan Santoso.
 
Nicke bersama Supangkat Iwan juga pernah dipanggil ke ruangan Sofyan dan diperkenalkan dengan perwakilan China Huadian Engineering Company (CHEC) yang menjadi investor dalam proyek senilai USD900 juta tersebut.
 
Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirim surat kepada PLN pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
 
Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.
 
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri mantan Eni, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
 
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.
 
Baca: Bupati Temanggung Dicecar Aliran Suap PLTU Riau-I
 
Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
 
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.
 
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
 
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan