Jakarta: Pengusaha Tamin Sukardi dituntut tujuh tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Ia terbukti menyuap hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara.
"Terdakwa terbukti merupakan peserta atau pelaku aktif dalam melakukan peran yang cukup dominan dalam pelaksanaan kejahatan," kata Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Luki Dwi Nugroho di Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 11 Maret 2019.
Perbuatan Tamin telah mencemarkan, merusak nama baik lembaga peradilan, dan profesi hakim. Ia juga dianggap tidak mendukung program pemerintah mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
"Terdakwa memberikan keterangan yang berbelit-belit dan berusaha mengaburkan fakta perbuatan atau kejadian," ujar Jaksa Luki.
Baca: Pengusaha Tamin Sukardi Dituntut 7 Tahun Penjara
Sementara hal yang meringankan ialah Tamin belum pernah dihukum.Tamin juga menyesali perbuatannya. Tamin telah berusia lanjut dan menderita penyakit yang perlu perawatan yang berkesinambungan juga menjadi pertimbangan meringankan.
Tamin diyakini menyuap hakim PN Medan SGD280 ribu. Hakim Merry Purba selaku hakim adhoc yang menangani perkara Tamin menerima SGD150 ribu.
Uang itu diberikan melalui perantara Hadi Setiawan alias Erik, ke panitera pengganti pada Pengadilan Negeri Medan, Helpandi pada 24 Agustus 2018 di Hotel JW Marriott Medan. Kemudian uang dalam amplop cokelat tersebut diserahkan ke hakim Merry di sebuah show room mobil Honda Medan.
Selain Merry, Tamin juga diyakini berencana memberikan suap pada kepada Sontan Merauke Sinaga selaku hakim anggota I. Suap yang akan diberikan kepada hakim Sontan sebanyak SGD130 ribu.
Suap tersebut bertujuan agar Merry dan hakim Sontan, memutus perkara Tamin Sukardi tidak terbukti bersalah di Pengadilan Negeri Medan.
Baca: Hakim Merry Sempat Minta Tamin Bebas
Kala itu, Tamin menjadi terdakwa perkara korupsi lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II. Tamin menjual 74 dari 126 hektare tanah negara bekas HGU PTPN II kepada PT Agung Cemara Realty (ACR) sebesar Rp236,2 miliar dan baru dibayar Rp132,4 miliar. Merry adalah hakim yang berbeda pendapat dibanding hakim lainnya atau diistilahkan dissenting opinion.
Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, hakim Wahyu Prasetyo Wibowo dan hakim Sontan menyatakan Tamin terbukti bersalah melakukan korupsi. Tamin divonis pidana enam tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan, dan uang pengganti Rp132 miliar.
Tamin diyakini melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Jakarta: Pengusaha Tamin Sukardi dituntut tujuh tahun penjara serta denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan. Ia terbukti menyuap hakim pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara.
"Terdakwa terbukti merupakan peserta atau pelaku aktif dalam melakukan peran yang cukup dominan dalam pelaksanaan kejahatan," kata Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Luki Dwi Nugroho di Pengadilan Tipikor, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin, 11 Maret 2019.
Perbuatan Tamin telah mencemarkan, merusak nama baik lembaga peradilan, dan profesi hakim. Ia juga dianggap tidak mendukung program pemerintah mewujudkan pemerintahan yang bersih dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
"Terdakwa memberikan keterangan yang berbelit-belit dan berusaha mengaburkan fakta perbuatan atau kejadian," ujar Jaksa Luki.
Baca: Pengusaha Tamin Sukardi Dituntut 7 Tahun Penjara
Sementara hal yang meringankan ialah Tamin belum pernah dihukum.Tamin juga menyesali perbuatannya. Tamin telah berusia lanjut dan menderita penyakit yang perlu perawatan yang berkesinambungan juga menjadi pertimbangan meringankan.
Tamin diyakini menyuap hakim PN Medan SGD280 ribu. Hakim Merry Purba selaku hakim adhoc yang menangani perkara Tamin menerima SGD150 ribu.
Uang itu diberikan melalui perantara Hadi Setiawan alias Erik, ke panitera pengganti pada Pengadilan Negeri Medan, Helpandi pada 24 Agustus 2018 di Hotel JW Marriott Medan. Kemudian uang dalam amplop cokelat tersebut diserahkan ke hakim Merry di sebuah show room mobil Honda Medan.
Selain Merry, Tamin juga diyakini berencana memberikan suap pada kepada Sontan Merauke Sinaga selaku hakim anggota I. Suap yang akan diberikan kepada hakim Sontan sebanyak SGD130 ribu.
Suap tersebut bertujuan agar Merry dan hakim Sontan, memutus perkara Tamin Sukardi tidak terbukti bersalah di Pengadilan Negeri Medan.
Baca: Hakim Merry Sempat Minta Tamin Bebas
Kala itu, Tamin menjadi terdakwa perkara korupsi lahan bekas hak guna usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II. Tamin menjual 74 dari 126 hektare tanah negara bekas HGU PTPN II kepada PT Agung Cemara Realty (ACR) sebesar Rp236,2 miliar dan baru dibayar Rp132,4 miliar. Merry adalah hakim yang berbeda pendapat dibanding hakim lainnya atau diistilahkan dissenting opinion.
Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, hakim Wahyu Prasetyo Wibowo dan hakim Sontan menyatakan Tamin terbukti bersalah melakukan korupsi. Tamin divonis pidana enam tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan, dan uang pengganti Rp132 miliar.
Tamin diyakini melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)