Jakarta: Direktur PT Nugas Trans Energy, Indra Purmandani dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia akan diperiksa sebagI saksi kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SFB (Direktu Utama nonaktif PLN Sofyan Basir)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah melalui pesan singkat, Jakarta, Jumat, 24 Mei 2019.
Penyidik juga memanggil dua saksi lain yang juga terpidana dalam kasus ini yakni mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo. Keduanya diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Sofyan.
Selain memeriksa saksi, Sofyan hari ini akan diperiksa sebagai tersangka. Sejak ditetapkan sebagai tersangka hingga menjalani pemeriksaan perdana, penyidik belum juga menahan Sofyan.
Baca juga: Sidang Praperadilan Sofyan Basir Ditunda Bulan Depan
Sofyan bersama-sama dengan Eni dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham diduga membantu memuluskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited milik Johannes sebagai konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-I.
Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PLN surat, pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri Eni, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.
Baca juga: Idrus Beberkan Isi Pertemuan dengan Sofyan
Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Jakarta: Direktur PT Nugas Trans Energy, Indra Purmandani dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia akan diperiksa sebagI saksi kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-I.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka SFB (Direktu Utama nonaktif PLN Sofyan Basir)," kata juru bicara KPK Febri Diansyah melalui pesan singkat, Jakarta, Jumat, 24 Mei 2019.
Penyidik juga memanggil dua saksi lain yang juga terpidana dalam kasus ini yakni mantan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih dan bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo. Keduanya diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Sofyan.
Selain memeriksa saksi, Sofyan hari ini akan diperiksa sebagai tersangka. Sejak ditetapkan sebagai tersangka hingga menjalani pemeriksaan perdana, penyidik belum juga menahan Sofyan.
Baca juga:
Sidang Praperadilan Sofyan Basir Ditunda Bulan Depan
Sofyan bersama-sama dengan Eni dan mantan Menteri Sosial Idrus Marham diduga membantu memuluskan perusahaan Blackgold Natural Resources Limited milik Johannes sebagai konsorsium penggarap proyek PLTU Riau-I.
Keterlibatan Sofyan berawal ketika Direktur PT Samantaka Batubara mengirimi PLN surat, pada Oktober 2015. Surat pada pokoknya memohon PLN memasukkan proyek dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Sayangnya, surat tak ditanggapi. Johannes akhirnya mencari bantuan agar dibukakan jalan berkoordinasi dengan PLN untuk mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listnk Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-I.
Pertemuan diduga dilakukan beberapa kali. Pertemuan membahas proyek PLTU itu dihadiri Eni, Sofyan, dan Johannes. Namun, beberapa pertemuan tak selalu dihadiri ketiga orang tersebut.
Selanjutnya pada 2016, Sofyan menunjuk Johannes mengerjakan proyek Riau-I. Sebab, mereka sudah memiliki kandidat mengerjakan PLTU di Jawa.
Baca juga:
Idrus Beberkan Isi Pertemuan dengan Sofyan
Padahal, saat itu, Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK) belum terbit. PLTU Riau-I dengan kapasitas 2x300 MW kemudian diketahui masuk Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
Johannes meminta anak buahnya siap-siap karena sudah dipastikan Riau-I milik PT Samantaka. Sofyan lalu memerintahkan salah satu Direktur PT PLN merealisasikan PPA antara PLN dengan BNR dan CHEC.
Sofyan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka merupakan pengembangan penyidikan Eni, Johannes, dan Idrus Marham yang telah divonis. Eni dihukum enam tahun penjara, Kotjo 4,5 tahun penjara dan Idrus Marham 3 tahun penjara.
Sofyan dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dlubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ayat (2) KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)