Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyebut kondisi kesehatan menjadi alasan Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada mantan Gubernur Riau Annas Maamun. Annas sudah lama memakai oksigen tambahan di penjara.
"Dia sudah pakai oksigen tiap hari. Kemudian sakit-sakitan dan banyak lagi penyakitnya," kata Mahfud di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Jumat, 29 November 2019.
Mahkamah Agung (MA) juga merujuk hukum internasional dalam mempertimbangkan status hukum Annas. Salah satunya, soal orang berusia tua tidak bisa ditahan dan dapat diberi grasi.
"Diberi grasi itu artinya tidak menghilangkan tindak pidananya. Dia tetap tindak pidana, hanya saja dia diampuni dengan pengurangan hukuman," ujarnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan Annas kemungkinan bisa meninggal jika tidak mendapatkan grasi. Pemberian grasi juga hanya mengurangi masa pidana dari tujuh tahun menjadi enam tahun, bukan menghapus pidana.
Dini menilai pemidanaan bukan untuk menyiksa seseorang. Menurut dia, masih banyak orang yang salah paham terkait pemidanaan.
Pemidanaan, terang dia, seharusnya ditekankan lebih kepada efek jera. Hukuman penjara juga harus memiliki fungsi rehabilitatif.
"Orang masuk penjara harusnya keluar menjadi orang yang lebih baik. Bukan sebaliknya," tutur Dini.
Pemberian grasi buat Annas tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 49 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Permohonan Grasi. Annas diberikan grasi dengan alasan kesehatan.
Narapidana kasus suap itu telah berusia 78 tahun. Terpidana bisa mengajukan grasi ketika berumur 70 tahun lebih. Berdasarkan Pasal 6A ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010, Menteri Hukum dan HAM diperbolehkan meneliti dan melaksanakan pengajuan grasi terkait kepentingan kemanusiaan.
Annas diganjar hukuman tujuh tahun penjara pada tingkat kasasi di MA. Putusan MA menambah satu tahun hukuman dari vonis Pengadilan Tipikor Bandung pada 24 Juni 2015.
Vonis menyatakan Annas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara korupsi alih fungsi lahan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Annas terbukti menerima suap Rp500 juta dari Ketua Asosiasi Kelapa Sawit, Gulat Medali Emas Manurung.
Jakarta: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyebut kondisi kesehatan menjadi alasan Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada mantan Gubernur Riau Annas Maamun. Annas sudah lama memakai oksigen tambahan di penjara.
"Dia sudah pakai oksigen tiap hari. Kemudian sakit-sakitan dan banyak lagi penyakitnya," kata Mahfud di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Jumat, 29 November 2019.
Mahkamah Agung (MA) juga merujuk hukum internasional dalam mempertimbangkan status hukum Annas. Salah satunya, soal orang berusia tua tidak bisa ditahan dan dapat diberi
grasi.
"Diberi grasi itu artinya tidak menghilangkan tindak pidananya. Dia tetap tindak pidana, hanya saja dia diampuni dengan pengurangan hukuman," ujarnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Dini Purwono mengatakan Annas kemungkinan bisa meninggal jika tidak mendapatkan grasi. Pemberian grasi juga hanya mengurangi masa pidana dari tujuh tahun menjadi enam tahun, bukan menghapus pidana.
Dini menilai pemidanaan bukan untuk menyiksa seseorang. Menurut dia, masih banyak orang yang salah paham terkait
pemidanaan.
Pemidanaan, terang dia, seharusnya ditekankan lebih kepada efek jera. Hukuman penjara juga harus memiliki fungsi rehabilitatif.
"Orang masuk penjara harusnya keluar menjadi orang yang lebih baik. Bukan sebaliknya," tutur Dini.
Pemberian grasi buat Annas tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 49 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Permohonan Grasi. Annas diberikan grasi dengan alasan kesehatan.
Narapidana kasus suap itu telah berusia 78 tahun. Terpidana bisa mengajukan grasi ketika berumur 70 tahun lebih. Berdasarkan Pasal 6A ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010, Menteri Hukum dan HAM diperbolehkan meneliti dan melaksanakan pengajuan grasi terkait kepentingan kemanusiaan.
Annas diganjar hukuman tujuh tahun penjara pada tingkat kasasi di MA. Putusan MA menambah satu tahun hukuman dari vonis Pengadilan Tipikor Bandung pada 24 Juni 2015.
Vonis menyatakan Annas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam perkara korupsi alih fungsi lahan kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Annas terbukti menerima suap Rp500 juta dari Ketua Asosiasi Kelapa Sawit, Gulat Medali Emas Manurung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)