Jakarta: Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mengapresiasi jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut berat terdakwa dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Vonis berat dianggap pantas karena kasus ini menyebabkan total kerugian negara hingga Rp16,8 triliun.
“Ini tentu harus dihukum berat. Berdasarkan UU Tipikor (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi), tuntutan ini pas berdasarkan dengan fakta yang muncul,” kata Habiburokhman saat dihubungi, Minggu, 11 Oktober 2020.
Menurut dia, tanpa hendak mengintervensi pengadilan, Komisi III menilai tuntutan jaksa memperlihatkan keseriusan penegakan hukum. Dalam kasus Jiwasraya, dia melihat bagaimana penipuan alias fraud dipraktikkan.
Fakta persidangan yang telah menyebutkan peran dari enam terdakwa diharapkan mampu memberatkan putusan hakim sesuai dengan tuntutan jaksa. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat rencananya membacakan vonis pada Senin, 12 Oktober 2020.
Dia menegaskan pemberatan bagi para terdakwa yakni dengan menyita seluruh aset terdakwa yang terkait dengan megakorupsi ini. Perampasan hasil korupsi akan membantu keuangan negara dalam kewajiban membayar polis nasabah asuransi pelat merah tersebut.
“Pengembalian aset itu penting, dan hal tersebut jadi salah satu yang harus di kejar,” tegas politikus Partai Gerindra itu.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita kembali sejumlah aset terkait kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya. Hal tersebut terungkap dalam fakta persidangan yang menyebut penyitaan baru ini di luar hasil sita saat ini telah mencapai angka Rp18,4 triliun
"Jadi ditemukan fakta persidangan ada harta lagi," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Ali Mukartono di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
Ali belum dapat menjelaskan secara detail jenis aset tersebut. Nilai aset sitaan itu diperhitungan dengan melibatkan tim appraisal independen yang belum bisa dipastikan besarannya.
"Mudah-mudahan di penuhi semua, pidana badannya, pidana tambahannya, termasuk perampasan kita harapkan sesuai tuntutan," jelas dia.
Persidangan kasus Jiwasraya mengungkap banyak bukti mulai dari pemberian gratifikasi dari terdakwa di pihak pengusaha kepada tiga terdakwa lainnya yang berasal dari manajemen lama Jiwasraya. Persidangan juga mengungkap modus dan niat jahat atau mens rea terdakwa.
Modus dan mens rea ini meliputi penghancuran telepon genggam yang merekam isi pembicaraan antarterdakwa serta penggunaan nama samaran. Ada pula manipulasi laporan keuangan dari manajemen lama Jiwasraya.
JPU mengganjar Direktur Utama Jiwasraya 2008-2018, Hendrisman Rahim, dengan tuntutan 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Sementara iru, Direktur Keuangan Jiwasraya 2008-2018, Hary Prasetyo, dituntut hukuman seumur hidup dan denda Rp1 miliar.
Baca: Aset Sitaan Kasus Jiwasraya Bertambah
Mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya, Syahmirwan, dituntut hukuman 18 tahun dan denda Rp1 miliar. Terdakwa dari pihak swasta yakni Joko Hartono Tirto, dituntut dengan hukuman seumur hidup dan denda Rp1 miliar.
Sementara itu, pembacaan tuntutan terhadap dua terdakwa lainnya yakni Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat harus ditunda. Keduanya terinfeksi virus korona (covid-19) menjelang persidangan pembacaan tuntutan dua pekan lalu.
Jakarta: Anggota Komisi III DPR Habiburokhman mengapresiasi jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut berat terdakwa dugaan korupsi di PT Asuransi
Jiwasraya (Persero). Vonis berat dianggap pantas karena kasus ini menyebabkan total kerugian negara hingga Rp16,8 triliun.
“Ini tentu harus dihukum berat. Berdasarkan UU Tipikor (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi), tuntutan ini pas berdasarkan dengan fakta yang muncul,” kata Habiburokhman saat dihubungi, Minggu, 11 Oktober 2020.
Menurut dia, tanpa hendak mengintervensi pengadilan, Komisi III menilai tuntutan jaksa memperlihatkan keseriusan penegakan hukum. Dalam kasus Jiwasraya, dia melihat bagaimana penipuan alias
fraud dipraktikkan.
Fakta persidangan yang telah menyebutkan peran dari enam terdakwa diharapkan mampu memberatkan putusan hakim sesuai dengan tuntutan jaksa. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat rencananya membacakan vonis pada Senin, 12 Oktober 2020.
Dia menegaskan pemberatan bagi para terdakwa yakni dengan menyita seluruh aset terdakwa yang terkait dengan megakorupsi ini. Perampasan hasil korupsi akan membantu keuangan negara dalam kewajiban membayar polis nasabah asuransi pelat merah tersebut.
“Pengembalian aset itu penting, dan hal tersebut jadi salah satu yang harus di kejar,” tegas politikus Partai Gerindra itu.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita kembali sejumlah aset terkait kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya. Hal tersebut terungkap dalam fakta persidangan yang menyebut penyitaan baru ini di luar hasil sita saat ini telah mencapai angka Rp18,4 triliun
"Jadi ditemukan fakta persidangan ada harta lagi," ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Ali Mukartono di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.