BNPT: Simpatisan Teroris di Indonesia Capai 17 Ribu Orang
Siti Yona Hukmana • 27 Januari 2022 10:14
Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut simpatisan teroris di Indonesia mencapai 17 ribu orang. Belasan ribu orang itu berbaiat ke jaringan teroris baik kelompok Jamaah Islamiyah (JI) maupun Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
"Estimasinya antara 15-17 ribu, itu jaringan teroris yang ada. Ini yang sudah berbaiat, kemudian sudah melakukan liqo (pertemuan) dan sebagainya," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid kepada Medcom.id, Kamis, 27 Januari 2022.
Ahmad mengatakan jumlah simpatisan teroris itu diketahui dari keterangan teroris yang ditangkap. Salah satunya pimpinan JI, Para Wijayanto, yang ditangkap pada 2019.
"Itu keterangannya yang anggotanya (JI) ada 6.000, kemudian JAD ada 5.000. Estimasinya, antara 15-17 ribu (simpatisan) dari jaringan teroris yang ada," ujar Ahmad.
Namun, Ahmad menyebut 15-17 ribu orang itu belum bisa ditangkap. Sebab, mereka belum melakukan sesuatu yang memenuhi unsur tindak pidana teror.
"Belum juga bisa dilakukan tindakan preventif justice," ujar Ahmad.
Ahmad menuturkan jumlah simpatisan itu dapat diketahui dari indeks potensi radikalisme (IPR). Dia memaparkan indikatornya IPR ialah beridieologi takfiri.
Dia menuturkan semua teroris dan radikal akar ideologinya takfiri, yakni mengkafirkan yang berbeda baik beda agama, suku, paham, dan kelompok. "Nah, ideologi takfiri ini yang memunculkan sikap eksklusif, merasa paling benar sendiri, merasa paling agamis, eksklusif terhadap perubahan ataupun intolerasni terhadap keberagaman maupun perbedaan," jelas dia.
Indikator kedua, kata Ahmad, orang tersebut antipemerintahan yang sah. Artinya, memiliki sikap membenci dan membangun gangguan atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap negara atau pemerintah atau pemimpin pemerintahan yang sah.
"Karena ini sejati gerakan politik dengan memanipulasi agama, mempolitisasi agama, mendistorsi agama untuk kekuasaan dan agenda mengganti ideologi negara Pancasila dengan ideologi transnasional atau ideologi khilafah," ungkap Ahmad.
Baca: Polri: Hanya di Indonesia Pelaku Terorisme Sekeluarga
Indikator ketiga, antipancasila. Ahmad menuturkan orang-orang yang terpapar paham radikal dan terorisme menganggap Pancasila togut, Pancasila tidak produk Islam. Sehingga, mereka prokhilafah atau proidoelogi transnasional.
"Ini lah orang-orang yang sudah masuk Indeks Potensi Radikalisme. Ini otomatis atau biasanya mereka simpatisan dari kelompok-kelompok jaringan teror yang ideologinya sama, yaitu takfiri," papar jenderal polisi bintang satu itu.
Ahmad menyebut jumlah simpatisan teroris 12,2 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Angka itu merupakan hasil riset 2020.
BNPT tidak melakukan riset terkait jumlah simpatisan teroris pada 2021 karena suatu hal. Ahmad menyebut BNPT mengalihkan riset pada 2021 untuk menguji Indeks Risiko Terorisme (IRT) dan Indeks Suplai Pelaku Terorisme (ISPT).
Hasil riset menyimpulkan terjadi penurunan IRT 54, 22 persen. Jumlah itu melebihi target pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), yakni 54,36 persen.
Sementara itu, ISPT dalam RPJMN ditargetkan 38,14 persen. Ahmad mengeklaim BNPT berhasil menekan ISPT pada 2021 sehingga turun di angka 30,29 persen.
Ahmad mengatakan meski data IPR hanya ada pada 2020, dia mengindikasikan terjadi tren penurunan jumlah simpatisan teroris pada 2021. Hal itu, kata dia, berdasarkan survei beberapa lembaga di luar BNPT.
"Angkanya berapa kami tidak bisa sebutkan, karena kan kami tidak melakukan survei," ucap dia.
Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (
BNPT) menyebut simpatisan teroris di Indonesia mencapai 17 ribu orang. Belasan ribu orang itu berbaiat ke jaringan teroris baik kelompok
Jamaah Islamiyah (JI) maupun Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
"Estimasinya antara 15-17 ribu, itu jaringan teroris yang ada. Ini yang sudah berbaiat, kemudian sudah melakukan liqo (pertemuan) dan sebagainya," kata Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid kepada
Medcom.id, Kamis, 27 Januari 2022.
Ahmad mengatakan jumlah simpatisan teroris itu diketahui dari keterangan teroris yang ditangkap. Salah satunya pimpinan JI, Para Wijayanto, yang ditangkap pada 2019.
"Itu keterangannya yang anggotanya (JI) ada 6.000, kemudian JAD ada 5.000. Estimasinya, antara 15-17 ribu (simpatisan) dari jaringan teroris yang ada," ujar Ahmad.
Namun, Ahmad menyebut 15-17 ribu orang itu belum bisa ditangkap. Sebab, mereka belum melakukan sesuatu yang memenuhi unsur tindak pidana teror.
"Belum juga bisa dilakukan tindakan preventif
justice," ujar Ahmad.
Ahmad menuturkan jumlah simpatisan itu dapat diketahui dari indeks potensi radikalisme (IPR). Dia memaparkan indikatornya IPR ialah beridieologi takfiri.