medcom.id, Jakarta: Pembelian helikopter AgustaWestland (AW) 101 diduga menimbulkan kerugian negara sekira Rp220 miliar. Angka kerugian negara sekira Rp220 miliar dianggap aneh.
"Logika saya mengatakan kerugian negara bisa ditetapkan kalau kontraknya sudah selesai. Faktanya, kontraknya saja belum selesai. Tapi kok sudah menetapkan kerugian negara," kata tersangka pembelian helikopter AW 101, Marsekal Muda TNI SB di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat 25 Agustus 2017.
Menurut mantan Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf Angkatan Udara (Asrena KSAU) ini, total nilai proyek pembelian memang sekira Rp738 miliar. Namun setahu dia, pembayarannya belum sepenuhnya dilakukan dan proses kontraknya masih berlangsung.
"Tapi ini saya yang bicara. Ini harus diklarifikasi para ahli yang kompeten di bidangnya. Cara menghitungnya bagaimana?," ucap dia.
Baca: KPK Segera Proses Swasta di Kasus Heli AW-101
SB pun semakin heran ketika kerugian negara dalam pembelian helikopter ini tidak diungkapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Padahal setahu dia, lembaga yang berwenang untuk mengungkapkan kerugian negara itu adalah BPK.
"Sampai dengan helikopter itu datang (di Indonesia), masih ada tahap berikutnya yang harus dikerjakan sehingga kontrak itu belum selesai. Jadi bukan berarti helikopternya datang dan kontraknya selesai. Bukan," ucap dia.
Baca: Dua Tersangka Baru Kasus Korupsi Pembelian Heli AW-101
Meski begitu, SB tidak merinci lebih lanjut kapan masa kontrak itu berakhir. SB berdalih masa kontrak itu yang lebih mengetahui detil yakni bagian pengadaannya.
"Yang tahu ini (masa kontrak berakhir) bagian pengadaan. Saya harus melihat dokumen kontrak. Saya di bidang perencanaan," ucap dia.
Sebelumnya pada Jumat 26 Mei 2017, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan hasil penyelidikan sementara bahwa pengadaan helikopter AW ini telah ditemukan kerugian negara sebesar Rp220 miliar. Perhitungan Gatot berdasarkan nilai tukar dolar Amerika per Rp13.000.
Baca: Puspom TNI Hati-hati Tentukan Tersangka Baru
Kemudian pada 29 Mei 2017, Anggota BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan pihaknya mendapatkan permohonan audit investigatif dari Panglima TNI terkait pengadaan alutsista. Di antaranya adalah pengadaan helikopter AW 101.
Permintaan audit ini, kata Agung, sejatinya sudah lama. Namun pihaknya baru bisa melakukan setelah merampungkan pemeriksaan laporan keuangan kementerian dan lembaga.
"Dalam waktu dekat tim akan kami susun untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Ingat ya tidak hanya AW 101 tapi seluruh pengadaan alutsista," ucap dia.
medcom.id, Jakarta: Pembelian helikopter AgustaWestland (AW) 101 diduga menimbulkan kerugian negara sekira Rp220 miliar. Angka kerugian negara sekira Rp220 miliar dianggap aneh.
"Logika saya mengatakan kerugian negara bisa ditetapkan kalau kontraknya sudah selesai. Faktanya, kontraknya saja belum selesai. Tapi kok sudah menetapkan kerugian negara," kata tersangka pembelian helikopter AW 101, Marsekal Muda TNI SB di kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat 25 Agustus 2017.
Menurut mantan Asisten Perencanaan dan Anggaran Kepala Staf Angkatan Udara (Asrena KSAU) ini, total nilai proyek pembelian memang sekira Rp738 miliar. Namun setahu dia, pembayarannya belum sepenuhnya dilakukan dan proses kontraknya masih berlangsung.
"Tapi ini saya yang bicara. Ini harus diklarifikasi para ahli yang kompeten di bidangnya. Cara menghitungnya bagaimana?," ucap dia.
Baca: KPK Segera Proses Swasta di Kasus Heli AW-101
SB pun semakin heran ketika kerugian negara dalam pembelian helikopter ini tidak diungkapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Padahal setahu dia, lembaga yang berwenang untuk mengungkapkan kerugian negara itu adalah BPK.
"Sampai dengan helikopter itu datang (di Indonesia), masih ada tahap berikutnya yang harus dikerjakan sehingga kontrak itu belum selesai. Jadi bukan berarti helikopternya datang dan kontraknya selesai. Bukan," ucap dia.
Baca: Dua Tersangka Baru Kasus Korupsi Pembelian Heli AW-101
Meski begitu, SB tidak merinci lebih lanjut kapan masa kontrak itu berakhir. SB berdalih masa kontrak itu yang lebih mengetahui detil yakni bagian pengadaannya.
"Yang tahu ini (masa kontrak berakhir) bagian pengadaan. Saya harus melihat dokumen kontrak. Saya di bidang perencanaan," ucap dia.
Sebelumnya pada Jumat 26 Mei 2017, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengatakan hasil penyelidikan sementara bahwa pengadaan helikopter AW ini telah ditemukan kerugian negara sebesar Rp220 miliar. Perhitungan Gatot berdasarkan nilai tukar dolar Amerika per Rp13.000.
Baca: Puspom TNI Hati-hati Tentukan Tersangka Baru
Kemudian pada 29 Mei 2017, Anggota BPK Agung Firman Sampurna mengungkapkan pihaknya mendapatkan permohonan audit investigatif dari Panglima TNI terkait pengadaan alutsista. Di antaranya adalah pengadaan helikopter AW 101.
Permintaan audit ini, kata Agung, sejatinya sudah lama. Namun pihaknya baru bisa melakukan setelah merampungkan pemeriksaan laporan keuangan kementerian dan lembaga.
"Dalam waktu dekat tim akan kami susun untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Ingat ya tidak hanya AW 101 tapi seluruh pengadaan alutsista," ucap dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)