Jakarta: Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Romli Atmasasmita menilai tidak ada unsur darurat untuk penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang (Perppu) atas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Romli mengatakan ada pihak yang ingin menjerumuskan Presiden Joko Widodo dalam penerbitan Perppu UU KPK tersebut.
"Mereka yang mendorong Presiden untuk membuat Perppu pembatalan revisi UU KPK menjerumuskan Presiden ke jurang kehancuran lembaga kepresidenan," kata Romli saat dikonfirmasi, Kamis, 3 Oktober 2019.
Romli menjelaskan jika penerbitan Perppu KPK sebelum revisi UU KPK diundangkan, berarti melanggar UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Perumus UU KPK tahun 2002 ini menyarankan agar Presiden segera mengundangkan hasil revisi UU KPK yang telah disahkan DPR pertengahan September 2019 lalu.
"Saran saran saya agar Presiden undangkan saja (revisi UU KPK) dan percepat pelantikan pimpinan KPK baru dari seharusnya 27 Desember 2019," pungkas Romli.
Presiden sebelumnya mengaku akan mempertimbangkan penerbitan Perppu KPK. Aturan itu akan menganulir UU KPK yang telah disepakati DPR dan pemerintah untuk direvisi.
Saat pembahasan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, Presiden mengirimkan surat presiden (surpres) ke DPR. Surpres itu berisi, Presiden memerintahkan Menteri Hukum dan HAM, yang saat itu dijabat Yasonna Laoly, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Syafruddin, sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan revisi.
Jakarta: Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Romli Atmasasmita menilai tidak ada unsur darurat untuk penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang (Perppu) atas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Romli mengatakan ada pihak yang ingin menjerumuskan
Presiden Joko Widodo dalam penerbitan Perppu UU KPK tersebut.
"Mereka yang mendorong Presiden untuk membuat Perppu pembatalan revisi UU KPK menjerumuskan Presiden ke jurang kehancuran lembaga kepresidenan," kata Romli saat dikonfirmasi, Kamis, 3 Oktober 2019.
Romli menjelaskan jika penerbitan Perppu KPK sebelum revisi
UU KPK diundangkan, berarti melanggar UU No.12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Perumus UU KPK tahun 2002 ini menyarankan agar Presiden segera mengundangkan hasil revisi UU KPK yang telah disahkan DPR pertengahan September 2019 lalu.
"Saran saran saya agar Presiden undangkan saja (revisi UU KPK) dan percepat pelantikan pimpinan KPK baru dari seharusnya 27 Desember 2019," pungkas Romli.
Presiden sebelumnya mengaku akan mempertimbangkan penerbitan Perppu KPK. Aturan itu akan menganulir UU KPK yang telah disepakati DPR dan pemerintah untuk direvisi.
Saat pembahasan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, Presiden mengirimkan surat presiden (surpres) ke DPR. Surpres itu berisi, Presiden memerintahkan Menteri Hukum dan HAM, yang saat itu dijabat Yasonna Laoly, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Syafruddin, sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan revisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(DMR)